JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati  menyampaikan bahwa kuota bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi akan habis pada September 2022 atau bulan depan.
Hal ini dikatakan Sri Mulyani jika tidak terdapat tindakan tertentu terhadap kebijakan subsidi atau konsumsi.
Diketahui bahwa sampai saat ini kebijakan menahan atau menaikkan harga bahan bakar subsidi (BBM) masih belum pasti.
Namun demikian wacana kenaikan BBM itu sendiri telah mendapat penolakan dari sejumlah pigai. Kebaikan harga BBM akan menimbulkan dampak ke berbagai sektor, termasuk meningkatnya tekanan inflasi.
Baca Juga:Â DPD KNPI Jabar Tolak Rencana Kenaikan Harga BBM Subsidi, Andre: Harga Minyak Dunia Saja Turun
Atas hal Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan menteri-menteri Kabinet Kerja untuk menghitung secara komprehensif, termasuk anggaran subsidi dan jaring pengaman sosial yang harus disiapkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah dan DPR RI sepakat untuk menganggarkan subsidi energi sebesar Rp502 triliun pada APBN 2022. Namun, kuota subsidi tersebut akan habis dalam waktu dekat.
Pemerintah akhirnya dihadapkan pada dua pilihan yang dilematis: Apakah harus menambah anggaran subsidi atau justru menaikkan harga BBM subsidi, yaitu Pertalite dan Solar?
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan kuota BBM subsidi hampir habis hingga penerima subsidi yang ternyata orang kaya.
Kepada anggota Komite IV DPD RI, Sri Mulyani menyampaikan pemerintah tidak mencabut subsidi.
Justru, papar dia, pemerintah sudah menambah anggaran subsidi energi menjadi Rp502 triliun pada APBN 2022.
Namun, disampaikan bahwa kuota tersebut hampir habis seiring meningkatnya aktivitas masyarakat.
Pemerintah juga semakin khawatir subsidi menipis lantaran harga Indonesia Crude Palm (ICP) yang naik hingga ke atas US$100 per barel.
"Jadi kalau bilang subsidi jangan dicabut, wong duitnya Rp502 triliun [sudah dianggarkan. Tapi karena harga lebih tinggi, kami waktu menyampaikan ke DPR untuk tambah anggaran subsidi," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja Komite IV DPD dengan Menteri Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia pada Kamis (25/8/2022).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah menggunakan asumsi harga acuan minyak mentah atau ICP sebesar US$100 dolar AS per barel.
Namun, hingga Januari-Juli 2022 harga rata-rata ICP ternyata sudah mencapai US$105 dolar AS per barel. Menurutnya, selisih harga ICP tersebut membuat besaran subsidi dan kompensasi energi yang ditanggung pemerintah kian membengkak.
"Tapi karena harga lebih tinggi, kami waktu menyampaikan ke DPR untuk tambah anggaran subsidi kita gunakan asumsi US$100 per barel, januari-juli ini harga rata-rata ICP kita itu US$105 dolar per barel," imbuhnya.
Dia mengatakan harga Solar subsidi saat ini Rp5.150 per liter. Padahal, kata dia jika mengacu pada harga ICP US$100 per barel dan nilai tukar rupiah Rp14.450 per dolar AS, maka harga keekonomian Solar seharusnya Rp13.950 per liter.
"Bedanya harga sebenarnya dengan harga berlaku [untuk Solar] itu Rp8.300 per liter," ucapnya.
Sementara itu, untuk harga Pertalite di pom bensin saat ini masih Rp7.650 per liter. Jika mengikuti harga ICP US$100 dengan nilai tukar Rp14.450, maka harga Pertalite yang seharusnya itu Rp14.450 per liter.
"Kita jualnya Rp7.650. perbedaan yang sebesar Rp6.800 itu harus kita bayar ke pertamina itu subsidi kompensasi.(BI)