PETANI kamboja merana akibat perubahan iklim. Di musim hujan sungai Mekong meluap dan penuh dengan sampah pelastik sehingga air membanjiri halaman belakang pemukiman termasuk rumah warga bernama Sam Vongsay. Sebaliknya, di musim kemarau yang biasanya berlangsung bulan Desember hingga Mei, Vongsay hampir tidak dapat mengakses setetes air pun dari danau. Ia tinggal di Chong Khneas, yang terletak sekitar 220km (137 mil) barat laut ibu kota Phnom Penh. Petani berusia 40 tahun itu tidak memiliki sumur yang layak atau peralatan untuk memompa air danau yang terleatak 2 km (1,2 mil) dari tanahnya. Para petani pun sering bertengkar karena rebutan air. “Air tidak cukup untuk mengalir ke hilir, karena petani lain di hulu juga memblokir air,†kata Vongsay kepada Al Jazeera, Sabtu (14/1). Di masa lalu, Vongsay dan keluarganya dapat menanam padi dua masa tanam dalam setahun. Namun sejak berkurangnya curah hujan dalam beberapa tahun terakhir dan buruknya infrastruktur dia hanya bisa menanam padi sekali setahun. Vongsay mengaku telah berusaha melakukan diversifikasi dengan menanam cabai tahun lalu, namun berakhir dengan kegagalan. “Kami tidak memiliki infrastruktur air yang cukup. Kalau kita punya itu, kita tidak hanya menanam padi, kita akan menanam padi dan sayuran lainnya tiga atau empat kali per tahun,â€ujarnya. Para petani di Asia Tenggara itu menghadapi ancaman yang semakin besar karena meningkatnya kebutuhan akan lahan, kekeringan yang disebabkan oleh perubahan iklim, dan pengembangan pembangkit listrik tenaga air mengurangi ketersediaan air pertanian mereka. Sejak 2018, volume air di Tonle Sap semakin berkurang . Menurut laporan Komisi Sungai Mekong (MRC), selama November 2020 dan Mei tahun lalu ketingggian air mencapai titik terendah sepanjang masa. Danau tersebut mengalami kekeringan parah pada tahun 2019, seperti halnya sistem Sungai Mekong yang menjadi sandarannya, meninggalkan dampak jangka panjang pada permukaan air. Pada Januari 2020, volume danau sekitar 6.000 juta meter kubik, sepertiga dari volume rata-rata musim kemarau, menurut MRC. Petani padi Siem Reap, Van Ra (44) mengatakan, cuaca belum membaik sejak kekeringan 2019, sehingga pertaniannya pun tak lagi menguntungkan. Dia mencoba menanam padi dua kali tahun lalu. Namun biaya membengkak karena kenaikan harga sewa tanah dan tanamannya harus disemprot pestisida lebih sering akibat cuaca tak menentu. “Tidak ada gunanya karena hampir tidak ada yang bisa dipanen. Melakukannya dua kali tidak mungkin karena air tidak cukup,†keluhnya. Pertumbuhan penduduk dan kenaikan harga tanah telah memicu pembalakan hutan besar-besaran karena banyak orang butuh lahan untuk rumah dan pertanian. Kebutuhan akan air pun meningkat tajam. Sementara sumber air relatif tetap. Volume air danau di kamboja itu tetap saja tergantung dari lelehan salju dari Tibet dan provinsi Yunnan. Sementara perluasan pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air di sungai Mekong jadi beresiko karena ketinggian air bermasalah. (bbs/rml/kbe)
Akibat Perubahan Iklim Petani Kamboja Merana
Sabtu 15-01-2022,08:00 WIB
Editor : redaksimetro01
Kategori :