Jabar, Disway.id- Dinas perhubungan kota bandung menjadi sarang tikus-tikus koruptor yang menjelma sebagai abdi negara, Fakta ini terungkap di persidangan tiga terdakwa penyuap proyek pengadaan CCTV dan jaringan internet atau ISP dalam program Bandung Smart City.
Pejabat Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung mulai terang-terangan mengungkap pihak-pihak yang menerima aliran uang hasil tindak pidana korupsi ini. Dari fakta pesidangan, dua dari tiga orang saksi Pejabat Dishub Bandung yang dihadirkan di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung mengungkapkan beberapa pihak yang mendapatkan uang hasil proyek-proyek yang ada di Dishub Kota Bandung. BACA JUGA:Kasus Penyuap Yana Mulyana: Fee Proyek Mengalir ke DPRD Bandung Adapun tiga orang saksi ini yaitu Eks Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, Ricky Gustiadi, Kasubag Program Dishub Kota Bandung Roni Achmad Kurnia, dan Plh. Sekretaris Dishub Kota Bandung Asep Kurnia. Tiga orang ASN Pemkot Bandung itu menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Citra Jelajah Informatika (PT CIFO) Sony Setiadi. Benny selaku Direktur PT Sarana Mitra Adiguna (PT SMA), dan Andreas Guntoro selaku Vertical Solution Manager PT Sarana Mitra Adiguna (SMA). Plh Sekretaris Dishub Kota Bandung, Asep Kurnia mengatakan, pada 2018-2019 PT CIFO menggarap proyek pengadaan jaringan internet atau ISP. Kemudian perusahaan tersebut memberikan upah per Rp120 juta. Adapun fee ini berdasarkan arahan Kadishub Kota Bandung. BACA JUGA:Laporkan LHKPN Tidak Sesuai Aturan, KPK Minta Pejabat Daerah Dijatuhi Sanksi "Perintah pimpinan, pak. Tahun 2018 itu Pak Didi Ruswandi kadis saya. Terus berganti ke Pak Ricky (Ricky Gustiadi). Itu digunakan untuk operasional, keperluan PPK, kadis, sama kebutuhan di dinas," kata Asep Kurnia di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Rabu (12/7/2023). Selain itu, Fee ini kemudian mengalir ke aparat Rp150 juta. Sementara untuk beberapa pihak lainnya, setorannya diberikan setiap bulan dengan nominal awal Rp50 juta, lalu turun menjadi Rp30 juta dan naik lagi pada 2023 menjadi Rp35 juta Kemudian, Asep menjelaskan, tidak hanya aparat saja. Salah satu pejabat di Pemerintah Kota Bandung juga meminta setoran untuk keperluan THR dengan nominal awal Rp70 juta. Hanya saja, kata dia, uang yang akhirnya diberikan berada di angka Rp30 juta. BACA JUGA:5 Anggota DPRD di Panggil KPK Terkait Kasus Bandung Smart City "Iya, pak, untuk THR. Tadinya mintanya Rp70 juta, tapi saya adanya cuma Rp30 juta. Itu uangnya dari sisa-sisa (fee proyek Dishub) tadi, pak," katanya. Sedangkan, saksi Ricky Gustiadi yang saat itu bertugas sebagai Kepala Dishub Bandung membantah dirinya memberikan arahan stafnya untuk mengumpulkan fee di setiap kepala bidang. Namun, bantahan ini tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP) KPK. Di mana dalam BAP, Ricky mengatakan, saat rapat teknis, ada imbauan untuk memberikan atensi terhadap aparat serta LSM dan ormas hingga oknum wartawan. Ia kemudian menjelaskan bahwa memang ada atensi. BACA JUGA:KPK Kembali Periksa 6 ASN Dishub Kota Bandung Terkait Suap Bandung Smart City "Memang ada beban dinas yang harus diatensi, harapan dari bidang membantu dinas. Ada dikasih dari bidang ke dinas," ucap Ricky. Ricky mengaku bahwa ia tidak mengetahui sumber uang yang telah dikumpulkan oleh kepala bidang di Dishub Kota Bandung. Namun, dia mengatakan hasil kumpulan uang ini diberikan pada ormas dan LSM "Ada (uang diberikan) tapi tidak dalam jumlah besar biasanya kami kasih Rp10 juta. Per orang untuk operasional Rp1 sampai Rp1,5 juta, fikasih ke yang kenal saja," kata Ricky. BACA JUGA:KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi WC Sultan di Kabupaten Bekasi Dalam kasus korupsi Bandung Smart City, tiga orang dari pihak swasta telah didakwa melakukan suap terhadap Wali Kota Bandung Yana Mulyana, Sekdis Dishub Kota Bandung, Khairur Rijal; dan Kadishub Kota Bandung, Dadang Darmawan. Jaksa Penuntut KPK menyatakan, perbuatan tiga orang terdakwa ini melanggar tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian, perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.***