Awal Karier di Bidang Pendidikan
Ki Hajar Dewantara mengawali kariernya sebagai penulis dan jurnalis di berbagai surat kabar. Ia dianggap sebagai penulis handal pada masanya. Selain karya jurnalistiknya, ia juga terlibat dalam organisasi sosial-politik. Pada bulan November 1913, Ki Hajar Dewantara mendirikan Komite Bumi Putera yang bertujuan untuk mengkritik pemerintah Belanda. Salah satu kritiknya dimuat dalam artikel berjudul “Alk Ik Eens Neverlander Was” yang diterbitkan di surat kabar Express oleh Dr. Douwes Dekker. Menyusul pasal tersebut, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jenderal Idenburg manjatuhkan hukuman pengasingan terhadap Ki Hajar Dewantara.
Rekan seperjuangannya Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo yang menilai tindakan tersebut tidak adil, kemudian menerbitkan artikel yang membela Ki Hajar Dewantara. Mengetahui hal tersebut, Belanda mengasingkan ketiganya ke Belanda. Ketiga tokoh inilah yang akhirnya dikenal dengan nama “Tiga Serangkai.” Selama pengasingannya ini, Ki Hajar Dewantara disibukkan dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran. Ia mewujudkan impiannya untuk pembangunan pribumi dengan mempelajari pedagogi, hingga memperoleh sertifikat Eropa.
Pendirian Sekolah Taman Siswa
Pada bulan September 1919, Ki Hajar Dewantara kembali ke tanah air. Pada masa kemerdekaan, ia mulai tertarik pada bidang pendidikan. Pada tahun 1922, bersama dua rekannya yaitu Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, ia mendirikan perguruan bercorak nasional bernama National Onderwijs Institut Taman Siswa atau biasa disebut Sekolah Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara menerbitkan semboyan pendidikan yang berbunyi “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Semboyan tersebut berarti “di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan.” Semboyan ini masih digunakan dalam pendidikan Indonesia hingga saat ini.
Bapak Pendidikan Nasional
Pada masa pemerintahan Soekarno, Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi menteri pendidikan pertama Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 1956, ia mendapat gelar doctor kehormatan dari Universitas Gadjah Mada. Atas kontribusnya dalam dunia pendidikan, Ki
Hajar Dewantara juga dianugerahi gelar “Bapak Pendidikan Nasional.” Hari ulang tahunnya (2 Mei) juga diperingati sebagai “Hari Pendidikan Nasional.” Keputusan pada tanggal ini, disahkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959 menobatkannya sebagai “Pahlawan Nasional Indonesia.” Keputusan tersebut dikeluarkan pada tanggal 28 November 1959. Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata pada tanggal 29 April 1959.
Falina Siska NIM 132310008 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan dan Humaniora Universitas Pelita Bangsa--