KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID- Jika kamu dan pasangan sedang merencanakan pernikahan dan sedang bingung memilih mahar yang tepat, mungkin artikel ini akan membantumu. Mahar pernikahan merupakan salah satu elemen penting dalam prosesi akad nikah. Dalam bahasa Indonesia, mahar dikenal juga dengan istilah maskawin atau shadaq.
Pengertian dan Hukum Mahar Pernikahan dalam Islam
Mahar atau maskawin adalah harta yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan saat pernikahan. Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i (Surabaya: Al Fithrah, 2000) dari Islam NU, disebutkan bahwa mahar pernikahan atau maskawin hukumnya wajib.
BACA JUGA:Prosesi Lengkap Pranikah Adat Jawa, Siraman, Sungkeman hingga Midodaremi
Mahar adalah harta yang harus diserahkan suami kepada istri untuk melangsungkan akad nikah. Kitab tersebut juga menyatakan bahwa mahar wajib diberikan oleh suami agar prosesi akad nikah dianggap sempurna.
Tapi, meskipun mahar dianggap wajib dalam pernikahan Islam, sebagian ulama berpendapat bahwa keberadaannya bukan syarat sah pernikahan dan tidak termasuk dalam rukun nikah. Meski begitu, tidak memberikan mahar dalam pernikahan dianggap dosa bagi suami karena tidak memenuhi hak pertama istri yang merupakan kewajiban.
Dalil mengenai mahar juga terdapat dalam Al-Qur'an, yaitu pada surat An-Nisa ayat 4 yang menyatakan:
وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا
"Wa ātun-nisā`a ṣaduqātihinna niḥlah, fa in ṭibna lakum 'an syai`im min-hu nafsan fa kulụhu hanī`am marī`ā."
Artinya: "Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
Dengan senang hati memberikan sebagian dari maskawin tersebut kepadamu, maka ambillah dan nikmatilah pemberian itu dengan baik," (QS. An-Nisa ayat 4). Pemberian mahar dalam pernikahan dimaksudkan untuk menunjukkan kesungguhan niat seorang pria dalam menikahi wanitanya.
Jenis dan Standar Nilai Mahar Pernikahan
Ada beberapa jenis mahar yang dapat diberikan oleh suami kepada istrinya. Berdasarkan laman An Nur Lampung, para ulama menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis mahar, yaitu tsaman (ثَمَن) atau uang, mutsamman (مُثَمَّن) atau benda, dan ujrah (أُجْرَة) atau jasa. Dalam Islam, mahar tidak dimaksudkan untuk menetapkan "harga" bagi seorang wanita yang akan dinikahi, karena pernikahan bukanlah transaksi jual beli wanita.
Oleh karena itu, nilai mahar bersifat relatif dan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan kepantasan seseorang dalam masyarakat. Menurut Islam NU, terdapat dua pandangan ulama mengenai standar nilai mahar:
Pandangan Pertama Mengenai Jumlah Minimal Mahar
Menurut Imam Syafii, Ahmad, Ishaq, Abu Tsur, dan Fuqaha` Madinah dari kalangan Tabi’in, tidak ada batasan minimal untuk jumlah mahar. Mereka berpendapat bahwa segala sesuatu yang bisa diperjualbelikan atau memiliki nilai dapat dijadikan mahar. Pandangan ini juga dipegang oleh Ibnu Wahab, seorang ulama dari Madzhab Maliki.
Pandangan Kedua Mengenai Jumlah Minimal Mahar
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, mahar harus memiliki batas minimal. Kedua imam ini sepakat tentang adanya ketentuan minimal mahar tetapi berbeda pendapat mengenai jumlahnya. Menurut Imam Abu Hanifah, jumlah minimal mahar adalah 10 dirham atau yang setara dengannya. Sementara menurut Imam Malik, minimalnya adalah seperempat dinar atau perak seberat 3 dirham timbangan.
BACA JUGA:Tradisi Pernikahan Adat Jawa Muslimah Menggunakan Hijab, Masih Bisa Pakai Paes
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada dua pandangan utama mengenai mahar. Pandangan pertama tidak membatasi jumlah minimal maupun maksimal mahar, sedangkan pandangan kedua menetapkan batas minimal tetapi tidak membatasi jumlah maksimal mahar.