KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID - Bidang ilmu kognitif atau cognitive science menjadi topik perbincangan hangat setelah munculnya Prof. Stella Christie sebagai Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamen Dikti Saintek). Prof. Stella dikenal sebagai ahli dalam bidang ini.
Stella Christie menjadi perhatian publik berkat prestasi akademiknya yang luar biasa di usia muda, hingga ia berhasil menjadi profesor di Tsinghua University, China. Sebelum dilantik sebagai Wamen Dikti Saintek pada Senin (21/10/2024), Stella telah mendalami cognitive sceince dengan sangat mendalam.
Yuk mengenal bidang cognitive science bidang keahlian Wamen Dikti Stelle christie!
BACA JUGA:Profil 5 Menteri Perempuan dalam Kabinet Merah Putih Pemerintahan Probowo-Gibran
Apa itu Cognitive Science?
Melansir John Hopkins University, cognitive science adalah studi tentang pikiran dan otak manusia, dengan fokus pada bagaimana pikiran merepresentasikan dan memanipulasi pengetahuan serta bagaimana representasi dan proses mental diwujudkan di dalam otak.
Dengan menganggap pikiran sebagai perangkat komputasi abstrak yang terwujud dalam otak, ilmuwan kognitif berusaha memahami perhitungan mental yang mendasari fungsi kognitif serta bagaimana perhitungan ini dijalankan oleh jaringan saraf.
cognitive science muncul di persimpangan beberapa disiplin ilmu, di antaranya psikologi kognitif, linguistik, serta bagian dari ilmu komputer dan kecerdasan buatan. Selain itu, ilmu ini juga melibatkan kontribusi penting dari ilmu saraf, filsafat, dan antropologi.
Karena asal-usulnya yang beragam, cognitive science menggabungkan berbagai perspektif dan metodologi. Para ilmuwan kognitif memiliki tujuan utama yang sama, yaitu menggambarkan struktur fungsi intelektual manusia.
Tujuan bersama inilah yang menyatukan berbagai disiplin ilmu yang sebelumnya terpisah ke dalam bidang ilmu kognitif yang terpadu.
BACA JUGA:Ketua Umum IKA UPI Menilai Kementerian Pendidikan Era Prabowo Lebih Menjanjikan
Sejarah Cognitive Science
Berdasarkan Stanford Encyclopedia of Philosophy, asal-usul intelektual dari cognitive science atau ilmu kognitif ini bermula pada pertengahan 1950-an ketika para peneliti dari berbagai bidang mulai mengembangkan teori-teori tentang pikiran berdasarkan representasi kompleks dan prosedur komputasional.
Secara organisatoris, cognitive science muncul pada pertengahan 1970-an, dengan dibentuknya Cognitive Science Society dan terbitnya jurnal Cognitive Science.
Usaha untuk memahami pikiran dan cara kerjanya sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Yunani Kuno, ketika filsuf seperti Plato dan Aristoteles mencoba menjelaskan sifat pengetahuan manusia.
Studi tentang pikiran pada saat itu masih menjadi bagian dari filsafat hingga abad ke-19, ketika psikologi eksperimental mulai berkembang.
Wilhelm Wundt dan murid-muridnya memperkenalkan metode laboratorium untuk mempelajari operasi mental secara lebih sistematis. Namun, dalam beberapa dekade, psikologi eksperimental didominasi oleh aliran behaviorisme, pandangan yang hampir menolak keberadaan pikiran.
Menurut behavioris seperti J. B. Watson, psikologi harus membatasi diri pada pemeriksaan hubungan antara rangsangan yang dapat diamati dan respons perilaku yang dapat diamati.
Pembicaraan tentang kesadaran dan representasi mental diabaikan dalam diskusi ilmiah yang dianggap serius. Khususnya di Amerika Utara, behaviorisme mendominasi dunia psikologi hingga tahun 1950-an.
Sekitar tahun 1956, lanskap intelektual mulai berubah secara dramatis. George Miller merangkum berbagai studi yang menunjukkan bahwa kapasitas berpikir manusia terbatas, seperti memori jangka pendek yang hanya mampu menampung sekitar tujuh item.
Dia mengusulkan bahwa keterbatasan memori dapat diatasi dengan menyandikan informasi menjadi chunk, yaitu representasi mental yang memerlukan prosedur mental untuk menyandikan dan menyandi balik informasi tersebut.
Pada saat itu, komputer masih tergolong baru, namun para perintis seperti John McCarthy, Marvin Minsky, Allen Newell, dan Herbert Simon mulai membangun bidang kecerdasan buatan.
Selain itu, Noam Chomsky menolak asumsi behaviorisme tentang bahasa sebagai kebiasaan yang dipelajari, dan sebaliknya mengusulkan untuk menjelaskan pemahaman bahasa melalui tata bahasa mental yang terdiri dari aturan-aturan. Enam tokoh yang disebutkan dalam paragraf ini dapat dianggap sebagai pendiri cognitive science.***