Selain menyelesaikan sanksi, PT TRPN juga masih terikat kontrak kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga tahun 2028. Kontrak tersebut mencakup penyewaan lahan dan pembangunan fasilitas pelabuhan perikanan di kawasan Paljaya.
“Kontrak ini berlaku lima tahun sampai 2028, dengan nomor 45 dari BPKAD Provinsi Jawa Barat. Di situ ada kewajiban kami untuk menyusun feasibility study, master plan penataan kawasan PPI Paljaya, detail engineering design, dan amdal,” ujar Deolipa.
Namun, pelaksanaan kontrak tersebut belum bisa berjalan karena PT TRPN belum memperoleh izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari KKP.
“Sebenarnya permohonan PKKPRL sudah kami ajukan sejak Februari 2025. Tapi sampai sekarang belum jadi juga. Kami sudah ajukan online dan juga datang langsung ke KKP, tapi izinnya belum keluar,” ungkapnya.
Deolipa menilai lambannya proses perizinan menjadi kendala utama bagi investor yang berusaha mematuhi aturan.
“Kalau kami jalankan proyek tanpa izin, bisa kena pidana. Tapi kalau izin tak kunjung keluar, investasi juga terhambat. Kami minta perhatian KKP supaya perizinan ini segera diproses,” tegasnya.
Kuasa hukum TRPN juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi agar memperhatikan kontrak kerja sama yang masih berlaku dengan TRPN.
“Kami mohon agar perjanjian ini jangan diabaikan. Kalau sampai ada wanprestasi, bisa jadi persoalan hukum. Kami ingin semua diselesaikan baik-baik,” kata Deolipa.