Kenaikan Cukai Rokok Disebut Sebabkan PHK Puluhan Ribu Buruh

Kenaikan Cukai Rokok Disebut Sebabkan PHK Puluhan Ribu Buruh

Kenaikan cukai rokok 2025 berdampak besar pada industri tembakau. Puluhan ribu buruh pabrik terkena PHK akibat naiknya biaya produksi dan turunnya penjualan.--

Jakarta, Disway.id — Kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada tahun 2025 menuai sorotan dari berbagai pihak. Sejumlah asosiasi industri rokok mengklaim bahwa kebijakan tersebut berdampak langsung terhadap meningkatnya biaya produksi dan menurunnya daya saing industri, yang pada akhirnya menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap puluhan ribu buruh pabrik.

 

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi, mengatakan bahwa sejak penetapan kenaikan cukai, beberapa pabrikan kecil dan menengah sudah mulai mengurangi jumlah karyawan. “Beban produksi naik signifikan sementara penjualan menurun. Dalam tiga bulan terakhir, sudah ada ribuan buruh yang dirumahkan,” ujarnya, Sabtu (4/10/2025).

 

Data sementara dari asosiasi industri tembakau menunjukkan bahwa PHK terjadi terutama di sektor padat karya seperti bagian pengemasan, penggulungan, dan distribusi. Pabrik-pabrik kecil di Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi yang paling terdampak karena tidak mampu menyesuaikan harga jual dengan cepat.

BACA JUGA:Pemerintah Didesak Naikan Cukai Rokok, Ini Alasannya

Sementara itu, Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kebijakan kenaikan cukai rokok bertujuan untuk mengendalikan konsumsi dan melindungi kesehatan masyarakat. “Kenaikan cukai ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk menekan prevalensi perokok, terutama di kalangan anak dan remaja,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani.

 

Namun, serikat buruh dan pelaku industri meminta agar pemerintah meninjau kembali besaran kenaikan yang dinilai terlalu tinggi dan dilakukan secara mendadak. Mereka khawatir jika kondisi ini berlanjut, akan terjadi gelombang PHK lanjutan di sektor tembakau yang menyerap jutaan tenaga kerja.

 

Ekonom menilai bahwa pemerintah perlu menyeimbangkan antara kepentingan kesehatan publik dan keberlangsungan ekonomi masyarakat kecil. Subsidi bagi petani tembakau dan pelatihan kerja alternatif dinilai bisa menjadi solusi jangka panjang untuk menekan dampak sosial dari kebijakan ini.***

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: