Anak Jadi Tumbal Pesugihan, Tandanya Kemiskinan Akut Ada di Sekitar Kita

Anak Jadi Tumbal Pesugihan, Tandanya Kemiskinan Akut Ada di Sekitar Kita

KASUS seorang ibu yang mencongkel mata anak kandungnya sendiri yang terjadi di Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan memantik perhatian publik. Penganiayaan sadis ini ditengarai lantaran diduga mempelajari ilmu hitam pesugihan untuk menjadikan korban sebagai tumbal. Para pelaku berinisial HAS (43), TAU (47), US (44) dan BAR (70), mereka adalah kedua orang tua, paman, kakek dari korban. Sementara korbannya adalah anak perempuan AP berusia 6 tahun. Dalam peristiwa ini, dua orang menjadi korban. Yakni kedua anak kandung terduga pelaku berinisial AP dan DN. Bocah AP mengalami luka di mata usai dicongkel oleh pelaku. Sementara kakak korban, DN telah meninggal dunia akibat dicekoki dua liter air garam oleh empat orang itu, yang diduga sudah tak sadar akibat ilmu pesugihan. Korban DN pun telah dimakamkan oleh keluarga. Kasus ini masih didalami oleh aparat kepolisian Polres Gowa. Sosiolog Universitas Bosowa, Sawedi Muhammad menerangkan pesugihan adalah ritual mistik yang umumnya dilakukan di daerah yang memiliki tiga kombinasi sosiologis yang sangat mengkhawatirkan. 1. Kemiskinan yang akut. Kemiskinan yang dialami dalam jangka panjang meski berbagai cara-cara rasional dilakukan seperti bertani, berladang, buruh bangunan dan kerja serabutan tidak juga membuat mereka keluar dari kemiskinan. Dengan pandemi covid-19, kehidupan mereka bertambah susah. Banyak diantaranya kehilangan pekerjaan karena penutupan usaha, pembatasan sosial, dilarang berjualan, berhentinya proyek infrastruktur dan kewajiban tinggal di rumah. Kesulitan hidup yang dialami sebelum pandemi bertambah parah setelah kehilangan pekerjaan dan tertutupnya akses untuk mata pencaharian di masa pandemi. 2. Ketidakadilan sosial. Kondisi ini banyak dialami di wilayah yang jauh dari perkotaan. Berbagai akses pembangunan seperti infrastruktur pendidikan, kesehatan dan pertanian tidak terdistribusi secara merata. “Mereka hidup dengan segala keterbatasan dan tidak dapat mengakses program pemerintah seperti bantuan langsung tunai, bantuan bibit dan saprodi pertanian dan berbagai insentif lainnya di masa pandemi sekalipun,â€ jelas Sawedi kepada fajar.co.id, Selasa (7/9/2021). 3. Lemahnya kualitas sumberdaya manusia. Karena kemiskinan dan ketidakadilan sosial berupa terbatasnya akses pendidikan, kesehatan dan informasi menyebabkan lemahnya kualitas manusianya. Kondisi ini diperparah sejak pandemi covid-19. Mereka tidak memiliki banyak pilihan untuk bertahan hidup. Segala macam pilihan rasional telah ditempuhnya untuk bertahan hidup baik secara individu maupun secara kolektif. Menurut Staf Pengajar pada Prodi Sosiologi, Fisip, Universitas Bosowa ini, kemiskinan, ketidakadilan sosial dan rendahnya kualitas sumber daya manusia adalah ladang subur bagi munculnya ritual pesugihan. “Mereka menganggap bahwa hidup tidak bisa lagi dilakoni dengan cara-cara normatif konvensional tetapi melalui cara non-konvensional yaitu mistitisme. Pesugihan adalah jalan terakhir yang mereka anggap sebagai jalan pintas untuk keluar dari himpitan kemiskinan dan ketidakberdayaan,â€ paparnya lugas. (bbs/kbe/fjr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: