Badugang Jaya, Mitos di Desa Timbang, Kisahnya Mirip Sangkuriang, Bikin Sungai Pakai Alat Kelamin
BADUGANG Jaya menjadi sosok mitos di Desa Timbang, Kecamatan Cigandamekar, Kabupaten Kuningan. Kisahnya, mirip Sangkuriang. Sungai Cimanis di Kabupaten Kuningan yang melintasi beberapa wilayah Kabupaten Cirebon memiliki keterikatan dengan cerita Badugang Jaya ini. Disebutkan, di aliran sungai inilah Badugang Jaya yang awalnya seorang pria, gentayangan menjadi buaya putih. Pada jaman dahulu, di Desa Timbang, Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Timbang Luhur. Sang raja mempunyai seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Rundasih. Suatu ketika, datanglah seorang pria bernama Badugang Jaya berniat melamar, namun ditolak secara halus oleh sang putri. Sang putri beralasan dirinya belum siap untuk menjadi pendamping hidup, juga menurutnya masih banyak wanita lain yang lebih baik darinya. Namun Badugang Jaya tetap bersikeras, hati yang sudah terpikat oleh kecantikan sang putri, memintanya untuk menerima lamaran. Terus mendapat paksaan, akhirnya sang putri mengalah, dirinya mau menerima lamaran tetapi dengan satu syarat. Keraton Timbang Luhur Badugang Jaya diminta untuk membuat sungai dari Dawuan Dalem yang tembus ke Keraton Timbang Luhur. Pekerjaan tersebut harus selesai dalam satu malam sebelum terbit fajar, jika tidak mampu, berarti niat mempersunting dirinya gagal. Dikutip dari dapursastra.org, permintaan Putri Rundasih disanggupi Badugang Jaya, pembuatan sungai yang akan menghubungkan Dawuan Dalem ke Keraton Timbang Luhur dimulai malam hari. Menurut cerita, Badugang Jaya membuat sungai tidak mempergunakan peralatan, melainkan menggunakan alat kelaminnya. Tidak disebutkan ilmu apa yang dimilikinya, selain ‘alatnya’ yang difungsikan untuk membuat sungai, air seninya juga dipergunakan untuk menggali. Dengan kesaktian yang dimilikinya, pekerjaan yang menjadi syarat sang pujaan hati, akhirnya hampir selesai sebelum fajar tiba. Sang putri terkejut, hati kecil yang tetap menolak menerima lamaran, berusaha mencari akal untuk mengagalkan usaha pria tersebut. Akhirnya sang putri lari ke arah timur sambil membawa kain putih lalu dibentangkan, di belakang kain putih dipasangi obor, sehingga dari kejauhan terlihat seperti matahari sudah terbit. Badugang Jaya yang sedang menyelesaikan pembuatan sungai, tidak menyadari apa yang sudah diperbuat sang putri. Dari Cinta Berbalik Jadi Rencana Pembunuhan Dirinya baru tersadar ketika sang putri menghampiri dan menyuruhnya untuk menoleh ke arah ufuk timur. Makin terkejut, ternyata fajar sudah menyingsing, dan suara ayam berkokok saling bersahutan. Tidak bisa menerima kegagalan, Badugang Jaya akhirnya berubah pandangan, yang tadinya berhasrat kepada sang putri, berbalik arah ingin menghabisinya. Putri Rundasih akhirnya lari ke arah utara menyusuri Sungai Cimanis dan bersembunyi di sebuah gua di wilayah Desa Ciawi Gajah, Kabupaten Cirebon. Gua yang menjadi persembunyian putri, tidak bisa dimasuki olehnya, amarah yang masih memuncak menjadikan Badugang Jaya kalap dan berusaha mencari cara untuk menghabisi sang putri. “Diambilah tamiang (bambu untuk bahan seruling) lalu dirojok (merodok) ke dalam gua,†ujar Kuswa’i, sesepuh Desa Ciawi Gajah kepada Pantura XFile. Sang putri yang memiliki kegemaran nyirih (menguyah daun sirih) terdesak di dalam gua, dirinya lalu memiliki ide untuk meludahi bambu tadi agar terlihat seperti cipratan darah. Badugang Jaya menarik bambu dan melihat di ujungnya terdapat cipratan merah menyerupai darah, dirinya merasa puas telah berhasil membunuh putri. “Padahal itu ludah putri yang berwarna merah akibat dari nyirih,†ucap Kuswa’i lagi. Liang Putri Berada di dalam gua membuat sang putri tidak nyaman, akhirnya memutuskan keluar tetapi diketahui kembali oleh Badugang Jaya. Saling kejar pun kembali terjadi. Putri Rundasih dikejar hingga terdesak di daerah Maneungteung. Putri Rundasih yang terdesak akhirnya terpeleset dan masuk sungai, hingga akhir hayatnya sungai tersebut di sebut Sungai Maneungteung. Badugang Jaya yang ikut menceburkan diri ke sungai itu, menjadi buaya putih dan bergentayangan di Sungai Maneungteung. Diceritakan Kuswa’i, gua tempat persembuyian putri di desanya, kini terkenal dengan nama Liang Putri, dan bambu tamiang yang dijadikan alat untuk menusuk sang putri, sempat tumbuh di sekitarnya. “Dulu tamiangnya tumbuh di sekitar Liang Putri, tapi sekarang sudah tidak ada tergerus aliran air,†ujar pria yang tinggal di Blok Parenca RW 12 Desa Ciawi Gajah, Kabupaten Cirebon. Menurut cerita yang diturunkan oleh para orang tua terdahulu kepada dirinya, Badugang Jaya bukan disuruh membuat sungai melainkan disuruh membendung sungai Cimanis oleh sang putri. “Entahlah mana yang benar, cerita dari mulut ke mulut pasti berbeda,†kilahnya. (brd/kbe)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: