LBH Cakra: Naikkan NJOP di Masa Pandemi Adalah Sikap Egois Pemkab Karawang

LBH Cakra: Naikkan NJOP di Masa Pandemi Adalah Sikap Egois Pemkab Karawang

KARAWANG - Pemkab  Karawang  telah menaikan NJOP melalui Keputusan Bupati No 973/Kep.502-Huk/2021 Tentang Penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Kabupaten Karawang Tahun 2022. Padahal di tengah pandemi  kenaikan itu dinilai sangat meresahkan masyarakat yang harus membayar lebih mahal Pajak PBB dan Pajak BPHTB terkait dengan peralihan jual beli tanah dan/atau bangunan. Hal tersebut dikatakan  Kepala Divisi Sipil dan Politik LBH Cakra Indonesia Joko Arisyanto. SH,. Ia  menyebutkan bahwa menaikan NJOP dimasa pandemi Covid 19 adalah sikap egois dan tidak berpihaknya Bupati dan Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang pada masyarakat dimana masyarakat yang saat ini banyak yang terdampak pandemi Covid-19 dan juga mengalami kemiskinan ekstreem. Lebih lanjut Joko juga menjelaskan fungis NJOP sendiri adalah dasar bagi pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yaitu pajak atas bumi dan bangunan, selain itu NJOP juga berfungsi untuk dijadikan sebagai dasar bagi perhitungan dan penetapan nilai BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) yaitu pajak atas perolehan hak tanah dan/atau bangunan. Penetapan besarnya NJOP yang diatur dalam Keputusan Bupati tersebut besaranya mencapai 1000 persen bahkan lebih, selain itu Joko juga mengatakan penetapan kenikan NJOP berdasarkan Keputusan Bupati tersebut juga telah mengganggu aktivitas perekonomian masyarakat, dalam hal perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang meliputi, jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris dan lain-lain. Joko juga menjelaskan bahwa sesungguhnya penetapan kenaikan NJOP sudah diatur dalam PMK No 208 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, namun dalam keputusan Bupati tersebut telah melanggar PMK No 208 Tahun 2018 karena menurut aturan tersebut, dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP dan NJOP tersebut diperoleh melalui proses penilaian, baik melalui penilaian massal maupun penilaian individual. Penilaian massal maupun penilaian individual dilakukan dengan membentuk Nilai Indikasi Rata-Rata (NIR) dalam setiap Zona Nilai Tanah (ZNT), namun pada faktanya tidak pernah ada penilaian yang dilakukan oleh intansi manapun. NIR adalah nilai pasar rata-rata yang dapat mewakili nilai tanah dalam suatu ZNT yaitu zona geografis yang terdiri atas satu atau lebih objek pajak yang mempunyai satu NIR yang sama, dan dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satuan wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan Selanjutnya menurut PMK 208/2018, proses penilaian harus dilakukan oleh Penilai PBB-P2 dari ASN di lingkungan pemerintah daerah kota/kabupaten dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh PMK 208/2018. Dalam hal kriteria Penilai tidak dapat dipenuhi dari ASN di lingkungan pemerintah daerah kota/kabupaten maka pemerintah daerah kota/kabupaten dapat melakukan kerjasama dengan instansi teknis terkait yang memiliki kompetensi dalam bidang penilaian. Lebih lanjut PMK 208/2018 mengatur bahwa kepala daerah kota/kabupaten menetapkan besaran NJOP bumi dan bangunan setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Bupati tidak pernah secara periodik (setiap 3 tahun) menetapkan besaran NJOP bumi dan bangunan akan tetapi langsung menetapkan kenaikan NJOP tanpa batas. Menurut PMK 208/2018, penetapan NJOP dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu pendekatan data pasar atau perbandingan harga (market data/ sales comparison approach), pendekatan biaya (cost approach) dan pendekatan kapitalisasi pendapatan (income approach). Namun dalam kenyataannya tidak menggunakan pendekatan apapun dalam melakukan penilaian. Lebih lanjut menurut PMK 208/2018, konsep peraturan atau keputusan kepala daerah kota/kabupaten tentang penetapan NJOP memuat: • Klasifikasi dan besarnya NJOP tanah yang disusun per desa/kelurahan dan dilengkapi dengan fotokopi peta ZNT. • Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) yang disusun per jenis penggunaan bangunan. • Klasifikasi dan besarnya NJOP tanah dan bangunan sebagai hasil kegiatan penilaian individual. • Daftar objek pajak hasil penilaian individual beserta nilainya disusun per objek pajak dan per desa/kelurahan. Faktanya dalam praktiknya tidak memuat keempat hal tersebut sebagaimana diamanatkan oleh PMK 208/2018. Pemerintah pusat sebaiknya mengatur pembatasan maksimal untuk kenaikan NJOP dan pemberian sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan batas maksimal kenaikan NJOP pungas Joko. (red/kbe)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: