Nyi Subang Larang, Santriwati Syekh Quro Penakluk Hati Prabu Siliwangi, Seperti Apa Sosoknya?

Nyi Subang Larang, Santriwati Syekh Quro Penakluk Hati Prabu Siliwangi, Seperti Apa Sosoknya?

Siapa Nyi Subang Larang sesungguhnya, sosok santriwati yang membuat Prabu Siliwangi luluh dan menikahinya. Sejumlah sumber meriwayatkan Nyi Subang Larang sebagai santriwati Syekh Quro, pendiri Pesantren di Karawang. Mengutip naskah “Cariosan Prabu Siliwangiâ€ yang ditulis dengan bahasa Jawa Cerbonan dan Aksara Carakan pada tahun 1435 M di atas daluwang (kertas kulit kayu), sedikit banyak mengulas siapa Nyi Subang Larang yang disebut dengan nama nama Nhay (Nyai) Mrajalarangtapa Dyah Subang Larang. Mengungkap Lagi Wangsit Prabu Siliwangi dan Ramalan Kerajaan Pajajaran yang Tak akan Pernah Ditemukan Sementara, Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari (CPCN), Nyi Subang Larang bernama asli Kubang Kencana Ningrum. Nyi Subang Larang lahir pada 1404 M dan wafat tahun 1441. Sementara ada kisah lain menyebutkan Subang Larang wafat pada usia 40 tahun. Dengan demikian mestinya ia wafat pada tahun 1444. Pada tahun 1435 itu, Pamanahrasa menyebut Subang Larang adalah Nyai Mrajalarangtapa putri Ki Gede ing Tapa (Ki Gedeng Tapa) seorang Mangkubumi Kerajaan Singapura Cirebon. Akhir Hayat Prabu Siliwangi? Antara Menghilang dan Meninggal di Usia 120 Tahun Penyebutan Subang Larang ada pada Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari (disingkat CPCN) merupakan karya Pangeran Arya Cerbon pada tahun 1720. Pernikahan Nyi Subang Larang dengan Prabu Siliwangi, merupakan salah satu yang menimbulkan perubahan besar pada Kerajaan Sunda. Mengingat dari pernikahan ini, lahirlah keturunan yang menjadi para pendiri Cirebon.  

Murid Syekh Quro dari Campa

Akademisi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof Dr Nina Herlina Lubis menjelaskan, kecantikan Nyi Subang Larang membuat Raja Sunda ingin menikahinya. Padahal  Nyi Subang Larang adalah santri putri Syekh Quro yang berasal dari Campa. Seperti diketahui, Syekh Quro adalah seorang ulama yang melakukan syiar agama Islam dan masuk wilayah Kerajaan Sunda abad 14. Masjid Agung Karawang Jejak Awal Peradaban Islam di Jawa Barat : Warisan Sejarah, Diberi Monumen Tugu Santri Lalu, bagaimana Kerajaan Sunda memberikan izin kepada seseorang melakukan syiar padahal daerah kekuasaannya beragama hindu? Prof Nina menyebutkan, toleransi Kerajaan Sunda sangat tinggi, ketika itu. Sehingga mengizinkan Islam, juga Agama Budha boleh masuk dan melakukan syiar. Dari artikel ini, sedikit banyak dapat menjawab siapa sesungguhnya Nyi Subang Larang yang sosoknya sangat melegenda. Kekerabatan Karawang hingga Cirebon Nama Prabu Siliwangi memiliki makna khusus bagi masyarakat Tatar Sunda. Nama tersebut dikenal sebagai suatu kebanggaan bagi masyarakat Tatar Sunda yang mana raja tersebut memimpin kerajaan hingga mencapai masa gemilang. Bukit Cinta Wisata Anti Galau, Ada Jembatan Kaca Prabu Siliwangi bentaran kekuasaannya di awal abad ke - 14 di akhir abad ke- 15, dari Banten sampai ujung Jawa. Ketika sedang inspeksi datang ke Karawang, ditemukan seorang perempuan namanya Nyai Subang Larang, murid dari Syekh Quro. Syekh Quro yang bernama asli, Syekh Hasanuddin, ketika pulang dari Mekah, maka di sebut ummul quro, maka di sebut Syekh Quro. Mendirikan pesantren di Karawang, sampai sekarang masih ada pesantren Syekh Quro. Pondok Quro atau Pondok Pesantren Syekh Quro di Karawang. Pesantren ini didirikan oleh Syekh Hasanudin atau Syekh Mursahadatillah atau Syekh Qurotil Ain atau lebih dikenal dengan sebutan Syekh Quro pada tahun 1340 Saka (1418 M) di Pelabuhan Bunut Kertayasa, Karawang Kulon, Karawang Barat sekarang. Jatuh hatinya Prabu Siliwangi kepada Nyai Subang Larang, dan menikah. Dari pernikahannya dikaruniai 3 anak utama, yaitu diantaranya. Pertama seorang putra bernama Walang Soengsang lahir pada 1423 M. Kedua dikaruniai seorang Putri bernama Nyai Rara Santang yang lahir pada 1426 M. Putra ketiga bernama Radja Sangara yang lahir pada 1427 M. Walang Soengsang berubah namanya menjadi Abdullah Iman, kemudian Nyai Rara Santang berubah nama menjadi Saripah Moedaim. Keduanya pergi ke Mekah, saat selesai dan akan kembali ke tanah air, datanglah seorang laki-laki yang melihat Saripah Moedaim. Laki-laki itu bernama Maolana Soeltan Mahmoed atau dikenal Syarif Abdullah. Syarif Abdullah meminta restu kepada kakaknya Saripah Moedaim, Abdullah Iman untuk melamarnya. Setelah menikah Saripah Moedaim, diboyong ke Mesir, asal dari Syarif Abdullah. Abdullah Iman pulang ke Nusantara, menemui bapaknya, setelah pulang Prabu Siliwangi punya gelar Pemanah Rasa namanya Menah Rasa. Ditugaskanlah kemudian untuk membimbing daerah yang disebut Lemah Wungkuk. Di daerah sini terdapat campuran etnis, ada Arab, China, dan orang lokalnya. Campuran dalam bahasa lokal disebut dengan Caruban. Caruban artinya yang bercampur. Pekerjaan utamanya orang sekitar mengambil udang. Udang tersebut dibuat menjadi terasi, pakai air, air asin atau Rebon. Air Rebon orang sana bilang cai Rebon, jadi Cirebon. Orangnya Caruban tempatnya berubah jadi Cirebon. Saripah Moedaim setelah 20 tahun di Mesir pulang ke Nusantara dengan anaknya. Anaknya bernama Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah ketika pulang diberikan wilayah di gunung jati, maka dikenal dengan Sunan Gunung Djati.***  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: