Redam Perang Rusia-Ukraina, AS dan Eropa Tak Bisa Diandalkan

Redam Perang Rusia-Ukraina, AS dan Eropa Tak Bisa Diandalkan

PERANG Rusia-Ukraina makin berkecamuk. Seruan damai dari dunia seolah tidak digubris Rusia. Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menyebut konflik antara Rusia dan Ukraina belum akan mereda. Untuk itu, kata dia, diperlukan negara yang bisa menjadi fasilitator perundingan atau perdamaian kedua negara. "Sepertinya semakin bereskalasi. Perlawanan dari rakyat Ukraina semakin gigih. Mungkin tidak diprediksi sebelumnya oleh Rusia. Dalam perkiraan Rusia, Ukraina melalui presidennya akan segera menyerah dalam hitungan hari. Namun, hingga saat ini masih bertahan," kata Hikmahanto.) Diharapkan  masyarakat internasional berlomba menemukan jalan keluar damai antara Rusia dan Ukraina. Menurutnya, konflik negara tetangga itu tak dapat difasilitasi Amerika Serikat (AS) maupun Eropa. "Kalau mengandalkan AS dan negara-negara Eropa sulit. Mereka ternyata hanya mengenakan sanksi ekonomi atau mengutuk tindakan Rusia. Mereka belum berikan solusi damai," katanya. Di sisi lain, AS dan negara-negara Eropa belum memberikan bantuan pasukan kepada Ukraina. Menurut Hikmahanto, ada beberapa pertimbangan hingga belum ada negara yang memberi bantuan kepada Ukraina. "Mungkin mereka mengkhawatirkan perang akan bereskalasi besar antara AS dan Eropa melawan Rusia yang mungkin saja didukung oleh China," katanya. Hikmahanto mengatakan perang dunia (PD) berpotensi pecah Jika sudah ada banyak negara yang turut di dalam konflik antara Rusia dan Ukranina. Dia mengatakan harus ada negara di luar AS dan Eropa yang menjadi juru damai. "Kalau sudah seperti itu maka PD 3 (Perang Dunia) berada di ambang pintu. Harusnya ada negara ketiga yang netral yang bisa menjadi peace broker," katanya. "Syarat dari negara ketiga ini adalah yang tidak berpihak pada Ukraina maupun Rusia. Negara ini harus berpihak pada penghentian kekerasan senjata dan perdamaian," imbuhnya. Kabar terkini, delegasi Ukraina dan Rusia melakukan perundingan di Belarusia. Namun, menurut Hikmahanto, Ukraina tak sepenuhnya percaya kepada Belarusia. "Ada Belarusia sih. Maka mereka bersedia untuk dijadikan tempat berunding. Tapi Ukraina sebenarnya khawatir Belarusia berpihak pada Rusia," ucapnya. Hikmahanto mengatakan Indonesia berpeluang menjadi negara fasilitator antara Ukraina dan Rusia. Namun, lanjutnya, Indonesia sudah tidak dianggap netral oleh Rusia. "Saya tadinya berharap demikian. Tapi kan Indonesia dalam pernyataan resmi Kemlu, sudah menyatakan serangan ke Ukraina sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima. Artinya, Indonesia tidak dianggap oleh Rusia sebagai netral karena pernyataan tersebut," katanya. (red)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: