Siapkah Sekolah Daerah dengan Digitalisasi Pendidikan?

Siapkah Sekolah Daerah dengan Digitalisasi Pendidikan?

Oleh: Nisa Nuranisa

*) Mahasiswa Program Doktor Pendidikan, UNTIRTA Serang, Banten PANDEMI Covid-19 telah belangsung selama hampir tiga tahun. Adanya peraturan pemerintah untuk mejaga jarak dan tinggal dirumah membuat sekolah-sekolah ditutup dan beralih ke daring (online). Hal ini mau tidak mau memaksa dunia Pendidikan untuk  beralih menuju era digitalisasi. Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia saat ini, Nadiem Makarim, membuat sebuah kebijakan tentang digitalisasi Pendidikan dan mengupayakan digitalisasi pendidikan yang akan terus berlanjut setelah era pandemi. Menteri Nadiem bahkan berani menyiapkan Rp. 1,49 Triliun untuk digitalisasi sekolah pada tahun 2021 (kompas.com). "Kebutuhan digitalitasi di sekolah ini adalah suatu hal yang tidak bisa kita hindari dan akan menjadi salah satu cara kita me-leapfrog dalam kualitas pendidikan," kata Nadiem dalam acara Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri pada Sektor Pendidikan, (Kompas.com). Hal ini pun didukung dengan banyaknya strategi dan metode pengajaran berbasis teknologi yang dapat digunakan pengajar dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar. Salah satunya adalah Flipped Classroom dimana pengajar membuat video pembelajaran untuk diberikan kepada peserta didik yang belajar dirumah sehingga memudahkan pemahaman peserta didik dalam pembelarajarannya. Namun, apakah sekolah-sekolah di Indonesia pada umumnya dan sekolah-sekolah di daerah khususnya sudah siap dengan adanya digitalisasi Pendidikan ini? Terdapat beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan pemerintah yang akan menjadi hambatan dalam pelaksanaan digitalisasi Pendidikan nantinya. Pertama, belum meratanya perkembangan TIK di Indonesia yang akan menjadi sebuah hambatan bagi perkembangan digitalisasi Pendidikan. Berdasarkan data Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia dari Badan Pusat Statistik, IP-TIK Indonesia tahun 2017 sebesar 4,99, meningkat dibanding IP-TIK tahun 2016 sebesar 4,34. Namun, ada persoalan nyata: kesenjangan antarwilayah. (Kominfo.go.id) Kedua, Sumber Daya Manusianya, dalam hal ini para pengajar terutama didaerah harus sudah siap mengakrabi hal-hal yang berkenaan dengan teknologi yang pada kenyataannya didalam kegiatan belajar mengajar masih menggunakan cara tradisional dengan alasan penggunaan teknologi mempersulit mereka karena dituntut untuk selalu memperbaharui pengetahuan dari berbagai sumber dan penggunaan berbagai teknologi yang dianggap terlalu rumit. Ketiga, latar belakang penduduk Indonesia didaerah yang notabene dari menengah kebawah dikhawatirkan belum bisa mengikuti perkembangan era digitalisasi ini, penyediaan laptop atau sekedar handphone sebagai alat pembelajaran belum semua memiliki. Keempat, ketersediaan akses internetpun harus menjadi pertimbangan yang mendasar dalam era digitalisasi Pendidikan ini. Kenyataannya didaerah masih terkendala signal dan sebagainya. Berdasarkan   data   Asosiasi   Penyelenggara   Jasa   Internet   Indonesia (APJI1), jumlah pengguna internet di Indonesia sebanyak 143,26 juta atau sekira 55%dari populasi. Artinya, masih terdapat 45% sisanya yakni sekira 117 juta masyarakat yang masih belum tersentuh internet. (Kominfo.go.id). data Kemdikbud pun menyatakan bahwa saat ini, ada 19 persen satuan pendidikan yang kesulitan mendapatkan akses internet. Dari jumlah itu, ada 42.159 sekolah yang memang belum terakses internet. Sementara, 81% atau 175.356 sekolah yang sudah tersambung internet.(Kemdikbud.go.id) Pemerintah diharapkan dapat mengkaji hambatan-hambatan tersebut terlebih dahulu untuk mempersiapkan didaerah khususnya sehingga perkembangan digitalisasi Pendidikan diindonesia umumnya dan didaerah khususnya dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia. (*)      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: