POKOKNYA KHILAFAH?
Oleh: Kyai Shofiyullah Mukhlas Tidak ada yg lebih senang Kyai Shofiyullah Mukhlas bubarnya khilafah terakhir di Turki, tahun 1924, melebihi orang-orang yang anti madzhab dan anti tasawwuf. Mereka merayakan dg suka cita karena dua hal inilah yang menjadi senjata utama mereka untuk terus menyudutkan khilafah waktu itu. Dan orang paling berjasa dalam memenuhi harapan mereka ini tidak lain adalah Mustafa Kemal at Taturk. Sebaliknya, tidak ada orang yg lebih kehilangan dan bersedih melebihi para ulama yang berusaha tetap mempertahankan madzhab dan pecinta tasawwuf. Tak heran jika kemudian Syaikh Ali Abdurraziq harus berhadapan dengan mahkamah Al Azhar, karena menurutnya khilafah memang sudah tidak perlu lagi dipertahankan. Meski telah bubar, para ulama waktu itu tetap terus berupaya untuk menegakkan kembali kekhalifahan, dan muktamar pun digelar. India dan Mesir menjadi pilihan untuk menggelar hajat ini. Bahkan untuk menopang ikhtiar ini Mesir menerbitkan jurnal khusus bertajuk Majalah Khilafah Islam. Namun upaya ini juga gagal karena issu dua hal di atas terus mereka kumandangkan. Seiring dengan perjalanan waktu, muslim wasathan kemudian berusaha damai dengan kenyataan; hidup tanpa khalifah. Beragam solusi kemudian dimunculkan. Sebagian berpikir realistis, jika kekhilafahan tidak bisa diselamatkan, minimal ajarannya; hidup bermazhab dan menata diri melalui pola tasawwuf. Karena untuk mempertahankan keduanya secara definitif merupakan hal yang sangat sulit. Karena disamping dua muktamar di atas, proposal khilafah juga pernah dicoba terapkan melalui disertasi As Sanhuri Basya, setelah berhasil ia pertahankan di Sorbonne University, Prancis. Namun lagi-lagi usaha ini juga gagal. Umat Islam kemudian menuju proses kemerdekaannya masing-masing dengan konsep negara kebangsaan. Anti khilafah merasa yakin sedang mendapati kejayaan misinya. Hal ini ditandai dengan tegaknya negara Saudi, 1934, yang merupakan basis gerakan anti khilafah. Negara-negara Arab lain pun menyusul. Kesempatan pun tiba untuk negeri Nusantara. Saat negeri berkah ini mendapati kemerdekaannya, para ulama pendirinya tanpa ragu meletakkan dasar negaranya bukan atas dasar agama, bukan khilafah. Tapi didasarkan pada kebangsaan. Karena para ulama negeri ini yakin, bahwa definisi negera Islam tidak harus berbasis khilafah. Para pendiri negeri ini cukup bijak dengan mengambil konsep Ibnu Khaldun; selama kehidupan dan sistem masyarakat Islam bisa berjalan sesuai aturan agama, maka ia negara Islam. Melalui pola ini, Indonesia diyakini menjadi negara yang berhasil menyelamatkan amanat khilafah yang telah porak-poranda. Yaitu tegaknya negara kesatuan untuk semua agama, dan menyelamatkan ajaran madzhab dan sufi yang telah ditautkan sejak tahun 1926. Muslim wasathan perlahan semakin yakin, tak ada masalah hidup tanpa khilafah. Orang-orang yang dulu membubarkan khilafah kemudian mulai berpikir ulang. Karena ajaran madzhab dan sufi meski tanpa khilafah ternyata tetap menyebar ke seluruh penjuru. Kelompok ini kemudian pura-pura meratapi runtuhnya khilafah sambil mengutuk semua umat Islam yang negaranya tidak dalam bentuk khilafah. Semua yang tidak khilafah adalah thaghut. Jika itu yang mereka katakan, ketahuilah merekalah sejatinya taghut dalam kehidupan beragama, karena merekalah yang membuat umat Islam kini harus hidup tanpa khilafah. Kelompok gelandangan ini sejatinya bukan menargetkan berdirinya khilafah seperti yang dulu pernah ada, tapi khilafah anti salafus sholih, khawarij abal-abal, yang siapapun berbeda harus bumi hangus. Mereka tak pernah sadar selalu menjadi tenaga murahan musuh umat Islam. Dulu mereka disuruh memaki-maki khilafah, kini mereka dicongok lagi untuk mencaci-maki umat yang tidak berkhilafah. Bagi muslim wasathan hidup selalu ada solusi. Khilafah dulu kalian runtuhkan tak ada masalah, karena yang terpenting bagi kami adalah sistem dan ajaran tetap berjalan. Para pengusung khilafah kini hanyalah kelompok anti madzhab dan sufi yang dari dulu selalu menjadi budak mainan untuk merusak kebhinekaan umat wasathan. Jika Mustafa Kemal kini mereka caci dan laknat karena dosanya meruntuhkan khilafah, bagaimana dengan orang-orang yang berada di balik Kemal. Karena merekalah sejatinya orang-orang yang dulu memperalat Kemal untuk menumbangkan kekhilafahan. Dulu, saat ulama-ulama teladan mengingatkan agar tidak asal teriak tumbangkan khilafah, mereka tidak pernah mau peduli dengan itu. Kini mereka kembali menghasut dan terus mengagitasi kehidupan umat. Mereka lagi-lagi tak pernah mau peduli dengan peringatan para ulama yg setia ajaran dan lebih mengerti tentang target fitnah ini. Mereka merasa seakan paling Islami hanya karena bicara khilafah. Mereka lupa atau pura-pura lupa bahwa merekalah sesungguhnya orang-orang yang dulu merusak, dan kini pura-pura berjasa. Barangkali patut menjadi kekhawatiran, karena banyaknya orang awam yang kini diperalat untuk asal teriak; pokoknya khilafah! **
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: