Amerika Cs Masih Tak Berdaya, Presiden Ukraina Kecewa dan Merasa Diabaikan NATO

Amerika Cs Masih Tak Berdaya, Presiden Ukraina Kecewa dan Merasa Diabaikan NATO

AMERIKA Serikat dan sekutunya masih tak berdaya membantu Ukraina melawan serangan Rusia. NATO bahkan tak bersikap banyak dalam membantu Ukraina sejak tiga hari lalu. Padahal karena NATO lah perang ini meletus. Keputusan penyerangan memanas usai Ukraina bersikap dan menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan NATO. Terakhir, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bahkan mengungkapkan kekecewaannya dan merasa negaranya diabaikan oleh Amerika Serikat dan NATO selama invasi yang kian meluas berlangsung. Kurang terlibatnya NATO dalam konflik tersebut bukan tanpa alasan. Sejauh ini, NATO hanya mengerahkan NATO Response Force (NRF) ke wilayah negara anggota mereka untuk menjaga kedamaian dan mencegah serangan meluas. Diberitakan bahwa eskalasi dan ketegangan dapat meningkat apabila NATO terseret dalam konflik tersebut. Oleh sebab itu, hampir seluruh kekuatan pada blok Barat melakukan segala cara agar NATO tak terlibat. Pasalnya, hal tersebut dinilai dapat memicu perang dunia baru. "Pasukan Inggris tidak akan dikirim untuk berperang melawan Rusia," kata Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace sebagaimana dikutip dari I Newspaper, Sabtu (26/2). Belakangan, sejumlah negara anggota NATO, seperti Polandia dan Prancis, dikabarkan mulai membantu dengan mengirimkan persenjataan ke Ukraina. Setidaknya 27 negara lainnya juga dilaporkan siap mengambil langkah serupa. Ulrich Kuhn, seorang  peneliti institut Penelitian Perdamaian dan Kebijakan Keamanan Universitas Hamburg, sempat mengatakan bahwa mempersenjatai pasukan Ukraina juga bisa jadi skenario lain yang bisa memicu eskalasi secara tak sengaja terjadi. "Dapat menyebabkan pertempuran kecil antara personel Rusia dan NATO," ucap dia. Lebih jauh, anggota senior Institute Hudson Bryan Clark mengungkapkan bahwa situasi Perang Dunia III tak dapat terhindarkan apabila NATO kolektif melakukan intervensi secara langsung dalam konflik tersebut. Dia yang merupakan mantan Direktur Naval Operations Strategic Studies Group menilai bahwa konflik antara Ukraina dan Rusia dapat menjadi awal konfrontasi global yang memicu konflik di wilayah lain. "Rusia dapat mengelola operasinya di Ukraina untuk menjaga agar konflik tidak meningkat di luar kendali," ucap dia sebagaimana dikutip dari VOA, Sabtu (26/2). "AS, NATO dan Uni Eropa telah berdamai untuk tidak melakukan intervensi militer," tambah dia. Selain itu, Ukraina bukan anggota NATO sehingga blok itu tak punya dasar untuk menggerakkan pasukan. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menjelaskan bahwa negara-negara yang tergabung dalam NATO memerlukan legitimasi tertentu untuk berhadapan dengan Rusia. Hal tersebut berbeda apabila Ukraina merupakan bagian dari NATO. Maka, serangan tersebut dapat dimaknai dilakukan terhadap seluruh anggota NATO. "Jadi kalau bukan karena pertahanan kolektif atau dimandatkan oleh DK PBB maka tidak ada basis bagi negara Eropa Barat dan AS membantu Ukraina untuk melawan Rusia," ucap Hikmahanto kepada pers, Menurutnya, Rusia juga memiliki ancaman serius apabila NATO mengintervensi serangan tersebut tanpa basis yang kuat. Rusia, kata dia, telah siap dengan senjata nuklirnya sehingga membuat NATO tak dapat berbuat banyak. "Ujung dari serangan Rusia dugaan saya adalah menangkap dan menurunkan Volodymyr. Lalu menggantikannya dengan Presiden yang pro-Rusia," tambah dia. Terpisah, Pengamat Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan (UPH) Aleksius Jemadu sependapat bahwa terdapat banyak risiko apabila NATO terlibat dalam konflik itu. Presiden Rusia, Vladimir Putin dinilai memiliki tujuan untuk mengamankan Ukraina agar tak bergabung dengan NATO dibalik invasi yang dilakukan. "(NATO) Mereka tidak melihat adanya urgensi untuk konfrontasi secara langsung dengan Rusia," jelas dia. (bbs/red)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: