Rembuk PPDB Jabar 2023, Dinas Pendidikan Jawa Barat jamin PPDB 2023 transparan dan akuntabel
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya, Kadisdik Jabar Wahyu Mijaya, Sekdisdik Yesa SarwediGuru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Cecep Darmawan dan sejumlah tokoh di lingkungan pendidikan duduk bersama merembuk berbagai akal b--
Jabar, Disway.id- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk SMA, SMK dan SLB di Jawa Barat (Jabar) telah usai dilakukan. Ajang seleksi masuk siswa baru tahunan itu masih menyisakan sejumlah catatan yang patut menjadi evaluasi. Berbagai akal bulus atau tipu muslihat untuk bisa menembus sistem seleksi masih banyak mencuat di masyarakat.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jabar Wahyu Mijaya menguraikan, dari pelaksanaan PPDB tahap 1 dan 2 yang dimulai sejak 6 Juni lalu mencatat ada 519.537 siswa sebagai pendaftar. Kemudian untuk jumlah siswa yang diterima ada 299.869 siswa.
“Itu data SMA, SMK, SLB Negeri dan Swasta yang tergabung dalam sistem IT PPDB kami. Masih ada beberapa sekolah yang tidak tergabung,” terangnya di Gedung DPRD Jabar, Senin (31/7).
BACA JUGA:Disdik Jabar Evaluasi Menyeluruh Pelaksanaan PPDB 2023
Tahap Pemenuhan Kuota Rawan Permainan Pihak Sekolah
Disdik juga mencatat bahwa total kuota sekolah SMA/SMK di Jabar ada 436.065 siswa. Selama PPDB tahap 1 dan 2 itu terhitung ada 137.364 kuota belum terpenuhi dari SMA, SMK, baik negeri atau swasta yang tergabung dalam sistem.
Kdisdik Jabar Wahyu Mijaya mengungkapkan, karena masih ada kuota sekolah yang belum terpenuhi maka diberlakukan tahapan pemenuhan kuota selepas proses PPDB tahap 1 dan 2. Harapannya kuota-kuota itu bisa terpenuhi oleh siswa yang belum mendapatkan sekolah.
Sekretaris Disdik Jabar Yesa Sarwedi Hamiseno menambahkan, kebijakan tahap pemenuhan kuota itu diserahkan ke masing-masing sekolah. Artinya sekolah yang menentukan.
“Kebijakan di internal sekolah masing-masing untuk pemenuhan kuota,” katanya.
BACA JUGA:Soal 4.791 Peserta PPDB Didiskualifikasi, Begini Penjelasan Disdik Jabar
Selain itu, Disdik Jabar juga mencatat ada 4.791 pendaftar yang dinyatakan tidak memenuhi persyaratan seleksi selama PPDB tahap 1 dan 2. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga telah menegaskan bahwa keikutsertaan 4.791 siswa itu telah dibatalkan.
Peserta yang didiskualifikasi itu tersebar di 13 Kantor Cabang Dinas (KCD) se-Jabara. Rinciannya, KCD 1 yang membawahi Kabupaten Bogor ada 1635 pendaftar, KCD 2 wilayah Kota Bogor dan Depok ada 132 pendaftar, KCD 3 wilayah Kabupaten dan Kota Bekasi ada 896, KCD 4 wilayah Karawang, Purwakarta, Subang ada 484, KCD 5 wilayah Kota dan Kabupaten Sukabumi ada 97, KCD 6 wilayah Bandung Barat dan Cianjur ada 112, KCD 7 wilayah Kota
Bandung dan Cimahi ada 114, KCD 8 wilayah Kabupaten Bandung dan Sumedang ada 522, KCD 9 wilayah Indramayu Majalengka ada 238, KCD 10 wilayah Kabupaten dan Kota Cirebon serta Kuningan ada 155, KCD 11 wilayah Garut ada 144, KCD 12 wilayah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya ada 129 dan KCD 13 wilayah Ciamis, Kota Banjar dan Pangandaran ada 133.
BACA JUGA:90 Persen Masalah PPDB Sudah Direspons Disdik Jabar Meski Tidak Diviralkan
Selama PPDB berlangsung Disdik juga menerima aduan melalui kanal resmi pengaduan sebanyak 2643 aduan. Serta aduan secara langsung melalui sekretariat sebanyak 354 aduan. Berbagai aduan itu juga telah ditangani.
Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat (Jabar) memastikan jalannya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA, SMK, SLB, Tahun 2023 memenuhi tiga aspek, diantaranya dilaksanakan dengan transparan dan akuntabel.
"Transparan artinya keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pihak lain. Itu harus dipenuhi peserta didik dan panitia," kata Sekretaris Disdik Jabar, Yesa Sarwedi Hamiseno, pada sesi wawancara Bersama jurnalis disway," di Kota Bandung, Senin.
BACA JUGA:Begini Penjelasan Disdik Jabar Terkait Kuota Zonasi Lebih Banyak dari Jalur Lainnya
Yesa mengatakan PPDB Jawa Barat Tahun 2023 tahap pertama atau afirmasi sudah ditutup pada 10 Juni 2023. Tercatat ada sebanyak 317 ribu siswa-siswi yang mendaftarkan pada tahap tersebut.
Tahap pertama ini meliputi jalur Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM), kondisi tertentu, perpindahan tugas orang tua atau anak guru, prestasi, dan jalur rapor.
"Persiapan hingga pendaftaran sesuai zona-nya ya harus transparan. Kalau bukan ekonomi tidak mampu, enggak usah ngaku peserta tidak mampu. Prestasi, enggak usah seolah-olah dibikin berprestasi," kata Yesa.
BACA JUGA:Penuhi Fasilitas Sekolah, Disdik Jabar Mou Hak Guna Pakai Lahan Milik Lanud Sulaiman
Yesa mengatakan prinsip kedua PPDB Jabar 2023 yaitu keterbukaan informasi juga sudah dilakukan sejak awal, mulai dari sosialisasi, mekanisme yang nanti akan diterapkan, hingga koordinasi dengan pemangku kepentingan.
"Transparan juga saat proses, seleksi, dan pengumuman. Masyarakat atau siswa sudah bisa lihat jalurnya, KETM, perpindahan, prestasi, akan kita sampaikan. Termasuk dasar daripada seleksi," katanya.
Terakhir yaitu akuntabel, kata Yesa, siswa maupun orangtua mempertanggungjawabkan data administrasi yang diserahkan saat pendaftaran. Orang tua bahkan membuat pernyataan integritas bahwa apa yang ditulis benar adanya, termasuk panitia.
BACA JUGA:Wacana Pengelolaan SMA/SMK Dikembalikan ke Daerah, Disdik Jabar: Keputusan Ada Dipemerintah Pusat
Setelah tahap pertama usai, selanjutnya, akan dibuka tahap kedua atau zonasi dan tahap ini akan dimulai pada 26 hingga 30 Juni 2023.
"Zonasi ini prinsipnya menghindari sekolah favorit. Diharapkan makin ke sini kalau betul prinsip zonasi diterapkan, otomatis input siswa beragam," katanya.
Kultur dan Standarisasi Sekolah Belum Merata
Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Cecep Darmawan turut memberikan sumbangsih pemikiran terkait berbagai akal bulus PPDB Jabar. Menurutnya ada berbagai alasan yang membuat masyarakat nekat melakukan berbagai cara untuk bisa memasukkan anaknya ke sekolah tertentu. Tidak sedikit mereka mensiasati aturan dengan berbagai cara.
Cecep menguraikan, persoalan mendasar masyarakat berlomba-lomba untuk bisa masuk ke sekolah favorit atau unggul karena belum meratanya fasilitas pendidikan di Jabar. Masyarakat masih menilai adanya sekolah-sekolah tertentu yang memiliki predikat unggul atau favorit.
“Standarisasi sekolah perlu dilakukan,” jelasnya.
Menurut Cecep, kultur terhadap sekolah unggulan itu masih lekat. Sehingga berbagai siasat kerap dilakukan orang tua siswa agar anaknya bisa masuk ke sekolah tersebut.
Aturan Tidak Melarang Pindah KK
Nitip Kartu Keluarga (KK) ke lokasi terdekat sekolah favorit kerap jadi strategi orang tua saat PPDB. Hal itu untuk mengakali PPDB dari jalur zonasi. Nampaknya celah itu sering dimanfaatkan masyarakat karena regulasi memang tidak melarang adanya perpindahan penduduk atau pindah KK.
Plt Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jabar Engkus Sutisna mengungkapkan, siapapun memang diperbolehkan numpang di KK selama mengikuti prosedur yang ditentukan. Hal itu juga mengacu pada Perpres No 96 tahun 2018 tentang persyaratan dan tata cara pendaftaran penduduk dan catatan sipil.
“Perpindahan penduduk adalah hak warga negara. Jadi dari segi administrasi penduduk dimungkinkan untuk pindah,” ucapnya.
Kucing-kucingan Kuota Sekolah Negeri
Ketua Forum Kepala Sekolah Swasta (FKKS) Ade Hendriana turut berpendapat terkait sejumlah akal bulus dalam proses PPDB di Jabar. Menurutnya, kuota untuk sekolah negeri perlu ditertibkan. Artinya ada kesesuaian antara SK yang dikeluarkan dan realitas di lapangan.
Ade sering melihat bahwa kuota sekolah negeri di lapangan kerap berbeda dengan kuoata yang telah di SK-kan.
“Misal SK ada 7 kuota kelas atau rombel tapi nyatanya bisa 10 sampai 12,” keluhnya.
Menurut Ade, hal itu tentu berdampak buruk bagi sekolah swasta. Tidak sedikit sekolah swasta kekurangan pendaftar. Saat ini hampir 50 persen pendaftar menurun. Itu terjadi hampir di seluruh sekolah swasta di Jabar. Contohnya di Sukabumi, dari 9 sekolah swasta hanya 2 sekolah yang kuotanya terpenuhi.
“Kami sering kucing-kucingan dengan kuota sekolah negeri,” cetusnya.
Rekayasa Nilai Rapor sampai Permainan Operator
Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jabar Iwan Hermawan berpendapat, berbagai akal bulus dalam PPDB Jabar itu bisa dibagi dalam pra pelaksanaan, saat pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan PPDB.
Pada pra pelaksanaan sejumlah indikasi pelanggaran yang kerap terjadi adalah, rekayasa nilai rapor dari sekolah asal untuk siasat jalur prestasi. Rekayasa sertifikat atau penghargaaan kejuaraan. Rekayasa SKTM palsu, pindah KK dan surat keterangan pindah palsu dari kelurahan.
“Itu di pra pelaksanaan,” katanya.
Untuk saat PPDB banyak permainan di rekayasa data oleh operator. Sementara untuk pasca pelaksanaan adalah, jalur titipan oknum di luar jalur online. Hingga dugaan komersialisasi bangku kosong di sekolah.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya mengungkapkan, hari itu (Senin.red) pihaknya memang sengaja mengumpulkan berbagai tokoh dan elemen masyarakat untuk merembuk sejumlah polemik PPDB di Jawa Barat. Pihaknya berharap sejumlah masukan dari akademisi, birokrat, hingga tokoh masyarakat itu bisa menjadi bahan untuk evaluasi menyeluruh terhadap sejumlah akal bulus PPDB Jabar.
“Setelah ini kami di internal komisi juga akan mendalami sejumlah point–point masukan yang ada,” tuturnya.(ADV)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: