Kasus Dugaan Korupsi Asabri, Kejagung Terus Buru Aktor Intelektual

Kasus Dugaan Korupsi Asabri, Kejagung Terus Buru Aktor Intelektual

KEJAKSAAN Agung (Kejagung) masih memburu aktor intelektual kasus megakorupsi PT Asabri. Kasus ini terus ditelusuri ke pihak-pihak yang diduga menerima keuntungan. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi (Jampidsus) Kejagung Supardi menegaskan akan terus mencari pihak-pihak yang terlibat dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara Rp22,78 triliun itu. Dia pun mengaku tak gentar untuk menyeret siapapun yang memiliki hubungan dengan para tersangka korupsi PT Asabri. “Tunggu progres penyidikan berikutnya. Punya hubungan dengan pihak siapa pun yang penting ada alat bukti yang mendukungnya, kami dalami,â€ katanya dalam keterangannya, Jumat (10/9). Supardi menegaskan pihaknya bekerja profesional dan transparan dalam mengusut kasus Asabri. Tim penyidik, bekerja dengan gigih menyeret semua pihak dibuktikan dengan penetapan tersangka baru, yakni Teddy Tjokrosaputro yang merupakan Presiden Direktur PT Rimo International Lestari, partner sekaligus sebagai adik kandung dari tersangka Benny Tjokrosaputro sebagai pemegang saham RIMO. Teddy ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi sekaligus tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada Kamis (26/8) lalu. Dalam kasus Asabri ini, ada sejumlah aktor yang merupakan emiten yang diduga terlibat namun belum diproses secara hukum. Terlihat sejumlah emiten saham yang sampai hari ini sahamnya di Asabri bahkan melebihi batas ketentuan di atas 5 persen. Berdasarkan informasi KSEI yang telah dimuat di berbagai media, dapat terbaca sejumlah emiten dengan persentase jumlah kepemilikan saham di atas ketentuan, namun belum tersentuh hukum, dapat dibagi dalam dua kelompok kuat. Yakni, kelompok mitranya Heru Hidayat, seperti dalam kepemilikan saham FIRE (23,6 persen), PCAR (25,14 persen), IIKP (12,32 persen), SMRU (8,11 persen). Para mitra tersebut juga menjual saham mereka secara langsung ke PT Asabri. Kelompok kedua, yakni para pemilik saham atau emiten yang bukan milik Heru ataupun Benny Tjokro seperti saham SDMU (18 persen), HRTA (6,6 persen), MINA (5,3 persen), TARA (5,03 persen). Di samping itu, kuat dugaan adanya penggiringan fakta hukum dengan mengalihkan tanggung jawab hukum kepada pihak lain, seperti kepada para narapidana korupsi kasus lain . Padahal, transaksi para emiten yang merupakan narapidana kasus lain ini belum tentu merugikan Asabri, bahkan diduga malah menguntungkan Asabri. Seperti transaksi oleh emiten SIAP pada transaksi Asabri. Berdasarkan data transaksi saham dari Asabri, pembelian SIAP dilakukan pada 2014 dan 2015 dengan harga rata- rata Rp203,7 per lembar saham. Total pembelian saham sebanyak 2.041.673.800 lembar saham dengan nilai Rp415.799.546.00. Lalu pada 2015 ada ‘top up’ saham oleh emiten secara cuma-cuma sebesar 459.527.600 lembar saham melalui mekanisme FoP (Free of Payment) kemungkinan diberikan emiten tersebut dengan tujuan agar tidak merugikan Asabri. Semua saham dijual tahun 2015 pada harga rata-rata Rp226,5 per lembar saham yang lebih tinggi dari harga beli Rp203,7 per lembar saham. Total penjualan saham SIAP tahun 2015 senilai Rp566.493.479.200, sehingga untuk tranksaksi SIAP tercatat untung Rp150.693.933.200. (bbs/kbe/fjr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: