5 Hal yang Harus Diketahui Calon Pengantin Dalam Menentukan Mas Kawin

5 Hal yang Harus Diketahui Calon Pengantin Dalam Menentukan Mas Kawin

Perbedaan Mahar dan Mas Kawin Dalam Pernikahan Islam, -Perbedaan Mahar dan Mas Kawin Dalam Pernikahan Islam, -

KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID- Pernikahan semestinya menjadi momen paling sakral bagi dua orang. Salah satu komponen wajib dalam pernikahan adalah adanya mahar dan mas kawin. Mahar atau mas kawin adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi ketika hendak menikah.

Mahar pernikahan secara etimologi adalah mas kawin. Secara terminologi, mahar adalah pemberian yang wajib dari calon suami kepada istri sebagai tanda ketulusan hati calon suami untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang dari seorang istri kepada calon suaminya.

BACA JUGA: 10 Hal Sederhana yang Perlu Kamu Persiapkan Sebelum Menikah, Wajib Menentukan Anggaran

Buat para calon pengantin yang masih bingung dengan ketentuan mahar atau mas kawin. Berikut adalah hal-hal yang perlu diketahui tentang mahar atau mas kawin:

1.       Mahar atau Mas Kawin adalah Hak Pribadi Istri

Meskipun tidak ada perbedaan antara mahar dan mas kawin dalam Islam, penting untuk diingat bahwa mas kawin adalah hak mutlak dari mempelai wanita. Oleh karena itu, pihak keluarga tidak seharusnya ikut campur dalam menentukan besaran mahar atau mas kawin. Terkadang, pihak yang menikahkan anaknya, biasanya ibu, ikut menetapkan besaran mahar atau mas kawin yang tinggi, sehingga membebani mempelai pria untuk membayarnya.

Hukum Islam di Indonesia mengatur bahwa besaran mahar atau mas kawin harus didasarkan pada kesepakatan antara kedua mempelai. Prinsip kesederhanaan dan kemudahan harus diutamakan secara proporsional.

2.       Waktu Pemberian Mahar

Menurut hukum Islam, mahar dapat diberikan sebelum atau sesudah akad nikah. Mahar yang diberikan sebelum akad nikah disebut sebagai mahar muqaddam. Mahar muqaddam bisa diberikan secara tunai atau dihutang. Jika mahar muqaddam diberikan secara tunai, maka mahar tersebut menjadi hak sepenuhnya bagi istri.

Di sisi lain, mahar yang diberikan setelah akad nikah disebut sebagai mahar mu'akhkhar. Mahar mu'akhkhar dapat diberikan dalam bentuk tunai, dihutang, atau ditangguhkan. Jika mahar mu'akhkhar diberikan secara tunai, maka mahar tersebut menjadi hak sepenuhnya bagi istri.

Itulah penjelasan mengenai perbedaan antara mahar dan mas kawin. Pada dasarnya, tidak ada perbedaan antara mahar dan mas kawin. Meskipun demikian, dalam memberikan mahar, disarankan untuk disesuaikan dengan kemampuan finansial setiap calon mempelai agar pernikahan dapat dijalani dengan penuh kebahagiaan dan cinta yang tulus.

3.       Mas Kawin Bukan Bingkisan

Ada kebiasaan di masyarakat Muslim Indonesia yang menjadikan mahar disajikan dalam bentuk bingkisan uang yang didesain dengan motif emas yang indah. Meskipun ini menunjukkan kreativitas yang baik, perlu dipertimbangkan lagi apakah ini sesuai atau tidak.

Jumlah uang yang diberikan kadang-kadang disesuaikan dengan tanggal, bulan, dan tahun pernikahan. Meskipun kebiasaan ini lumrah dilakukan, yang penting adalah mempertahankan esensi dari mahar itu sendiri. Mahar seharusnya adalah pemberian berupa barang atau uang yang memiliki nilai harta dan dapat dimiliki sebagai kekayaan.

Kebiasaan menggunakan bingkisan uang seperti ini seringkali mengurangi nilai intrinsik uang itu sendiri. Hal ini karena yang dinilai lebih adalah nilai ekstrinsiknya, seperti kreativitas dalam dekorasi pernikahan dan estetika. Sebagai gantinya, mahar semacam ini lebih tepat disebut sebagai kenang-kenangan atau hiasan yang nilainya lebih pada harta psikologis daripada harta fisik. Ini terutama jika jumlah uangnya tidak sebanding dengan nilai mahar, meskipun mempelai mampu secara finansial.

Namun, jika bingkisan tersebut hanya sebagai wadah untuk menyimpan uang mahar atau barang berharga lainnya, seperti emas, maka ini adalah pilihan yang lebih tepat. Misalnya, dengan membuat kotak atau 'peti harta karun' yang berisi uang mahar sejumlah Rp15 juta.

4.       Tidak Terlalu Mahal, Tidak Terlalu Murah

Meskipun tidak ada perbedaan antara mahar dan mas kawin dalam Islam, prinsipnya adalah tidak membuat besaran mahar terlalu tinggi atau terlalu rendah. Idealnya, besaran mahar atau mas kawin sebaiknya sedang-sedang saja.

Tidak ada standar baku yang wajib diikuti terkait besaran mahar. Mahar atau mas kawin sebaiknya disesuaikan dengan kondisi ekonomi masing-masing keluarga. Di Indonesia, mahar yang besar sering kali dialokasikan untuk biaya pesta, musik, dan hal-hal lain yang bukan primer.

BACA JUGA:Bagaimana Standar Nilai Mahar Pernikahan dalam Islam, Begini Kata Ulama

Jadi, meskipun mahar dan mas kawin tidak memiliki perbedaan dalam Islam, penting untuk mempertimbangkan prinsip kesederhanaan dan keadilan dalam menetapkan besaran mahar atau mas kawin. Hal ini untuk memastikan bahwa proses pernikahan berjalan lancar dan tidak menimbulkan beban yang berlebihan bagi mempelai pria.

5.       Suami Meminjam Uang yang Bersumber dari Mahar, Bukan Utang Mahar

Terakhir, ada asumsi yang keliru mengenai utang mahar atau mahar terutang. Kadang-kadang dalam kehidupan rumah tangga, suami meminjam uang dari istri atau meminjam barang berharga yang sebelumnya adalah bagian dari mahar untuk istri.

Ketika bercerai, terkadang ada tuntutan untuk mengembalikan utang mahar ini. Namun, ini adalah asumsi yang tidak tepat. Istilah utang mahar atau mahar terutang merujuk pada mahar yang disebutkan dalam akad nikah tetapi belum pernah dibayar oleh suami.

Jika mahar sudah diberikan setelah ijab kabul, maka saat itu mahar menjadi hak pribadi istri. Pada saat itu, tidak lagi disebut sebagai mahar. Jadi, jika suami meminjam barang atau uang yang sebelumnya merupakan mahar, hubungan hukumnya adalah utang piutang biasa, bukan utang mahar atau mahar terutang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: