Waspada!, Serangan Jantung di Usia Muda Dipicu Gaya Hidup Tak Sehat, Bagaimana Cara Mendeteksinya?

Waspada!, Serangan Jantung di Usia Muda Dipicu Gaya Hidup Tak Sehat, Bagaimana Cara Mendeteksinya?

PENYAKIT tak menular (PTM) seperti serangan jantung kini bergeser ke usia muda. Hal itu dipicu gaya hidup tak sehat seperti kurang gerak, makan makanan dan minuman manis, tinggi lemak, dan juga tinggi garam. Penyakit jantung saat ini menjadi salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit katastropik. Apalagi data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa 95,5 persen masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah. Kemudian 33,5 persen masyarakat kurang aktivitas fisik, 29,3 persen masyarakat usia produktif merokok setiap hari, 31 persen mengalami obesitas sentral serta 21,8 persen terjadi obesitas pada dewasa. Perubahan gaya hidup harus dilakukan sedini mungkin sebagai investasi kesehatan masa depan. Masyarakat harus memiliki kesadaran kesehatan agar tahu kondisi badannya, agar semakin mudah diobati sehingga tidak terlambat. “Jangan lupa deteksi dini, untuk orang sehat merasa dirinya tidak memiliki keluhan, belum tentu tetap sehat, lakukan skrining minimal 6 bulan sampai 1 tahun sekali,â€ kata Direktur Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan Cut Putri Ariane dalam dokumentasi Kemenkes. Di tahun 2017, penyakit jantung dan kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia yaitu sebesar 17,79 juta jiwa. Di Indonesia penyakit jantung dan kardiovaskular juga menempati posisi tertinggi yaitu sebesar 26,4 persen. Ini berarti satu dari setiap empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat penyakit jantung dan kardiovaskular. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018, prevalensi penyakit jantung di Indonesia adalah 1,5 persen yang berarti setiap 15 orang dari 1000 penduduk Indonesia sudah terdiagnosa penyakit jantung dan kardiovaskular. Pemeriksaan kesehatan secara rutin sejak dini menjadi bagian penting dari pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah. Yayasan Jantung Indonesia (YJI) juga memberikan edukasi mengenai pentingnya pemeriksaan kesehatan rutin sebagai skrining atau deteksi dini dari penyakit jantung dan kardiovaskular. Sejauh ini kampanye yang telah berhasil dijalankan adalah Go Red For Women, Detak Demi Detik, Keren Tanpa Rokok, dan Heart At Work. Bagaimana cara mendeteksinya? Baru-baru ini, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Siloam Hospitals Lippo Village, DR. dr. Antonia Anna Lukito, Sp.JP(K), FIHA, FAPSIC, FAsCC, FSCAI menjelaskan, penyakit jantung telah menyebabkan setidaknya 15 dari 1.000 orang di Indonesia menderita penyakit kardiovaskular pada 2018. Gejala penyakit jantung kerap tidak disadari oleh pengidapnya. Terutama jika pasien masih berusia muda dan produktif. Apa saja? Gejalanya yaitu seperti sesak napas yang disertai dengan keringat dingin, rasa lemas, jantung berdebar, atau nyeri dada sebelah kiri. Jika mengalamui gejala itu, kemungkinan besar menandakan adanya gejala penyakit jantung yang perlu dideteksi dan ditangani sejak dini. Oleh karena itu, cek jantung sejak dini juga berperan penting dalam menentukan tes-tes lanjutan apa yang harus dilakukan sesuai dengan kondisi kesehatan jantung masing-masing individu. Menurut dr. Antonia, gejala-gejala penyakit jantung di fase awal kerap dirasakan sebagai gejala umum yang tidak membahayakan kesehatan. “Sehingga, banyak pasien yang baru memeriksakan jantungnya ketika sudah mengalami gejala yang cukup parah,â€ katanya. Kapan kita perlu cek jantung lebih dini? Negara lain bahkan merekomendasikan warganya untuk melakukan cek jantung rutin secara berkala minimal lima tahun sekali sejak usia 18 tahun, dan harus semakin sering jika memiliki riwayat kesehatan atau gaya hidup tertentu. Pada tahap ini, deteksi dini sudah menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk mencegah semakin banyaknya keterlambatan penanganan pada penyakit jantung. (jps/fjr/kbe)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: