Epidemiolog Prediksi Omicron Bukan Varian Terakhir, Varian Covid-19 Diprediksi Masih Akan Terus Muncul
MENURUT Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman memprediksi varian Omicron bukan varian terakhir. Kabar baiknya, kata dia, varian apapun nantinya akan lebih ke arah daya tular yang lebih ringan. “Omicron juga bukan varian terakhir. Varian Covid-19 diprediksi masih akan terus muncul. Meski begitu, populasi dunia kini sudah memiliki perlindungan berupa vaksinasi lengkap dua dosis ditambah booster. Oleh karena itu, andai varian baru akan muncul, kemungkinan menjadi lebih ringan karena masyarakat sudah memiliki imunitas. Akan tetapi, cakupan vaksinasi 2 dosis di seluruh dunia belum mencerminkan tren herd immunity atau kekebalan kawanan. Berdasarkan data di Our World in Data, cakupan vaksinasi populasi dunia untuk dosis I baru 63,7 persen. Dosis II atau lengkap baru 56 persen. Dan, booster baru 18 persen. Artinya masih jauh untuk memastikan seluruh populasi di dunia aman dari penularan Covid-19. Tapi, secara prediksi, dampak ke depan sudah lebih minimal. Karena apa? Karena cakupan vaksinasi terus meningkat. Jadi potensi varian baru semakin kecil. Tapi bukan berarti tak akan serius. Varian berikut akan menyasar daerah perifer yang masih rawan, yang cakupan vaksinasinya masih buruk. Dan tentu akan berdampak pada kematian dan kesakitan,†jelas Dicky kepada awak media, Rabu (2/3). Bicara Indonesia, kata Dicky, masih banyak penduduk yang berada di pulau-pulau terpencil di mana cakupan vaksinasi mungkin belum tersentuh hingga 70 persen. Ketika ditanya kapan pandemi berakhir? Dicky menegaskan pandemi belum berakhir selama tren kasus di dunia masih melaporkan kasus yang tinggi. Dan populasi harus mematuhi protokol kesehatan salah satunya memakai masker. “Bicara pengendalian ini, setidaknya sampai pertengahan tahun ini atau akhir tahun depan kita tetap prokes memakai masker (sampai cakupan vaksinasi lengkap di dunia melebihi 70 persen),†ungkapnya. Menurutnya kasus Covid-19 tak akan ditemukan jika tak aktif dalam menemukan kasusnya. Ia menegaskan deteksi atau testing harus dilakukan lebih kuat. “Sehingga ketika terdeteksi khususnya luar Jawa, kita akan alami potensi beban di faskes, atau keparahan di rumah-rumah dan kematian. Kalau tak cepat dimitigasi dengan kunjungan rumah, active case finding, bantu mereka yang berisiko apalagi vaksinasi 2-3 dosis tak diakselerasi, kelompok rentan akan terancam,†tutupnya. (bbs/rc/jps/kbe)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: