Mengulik Lebih Dekat dengan Si Micin

Mengulik Lebih Dekat dengan Si Micin

SERINGKAH Anda mendengar istilah “generasi micinâ€ yang kerap diidentikkan dengan makna negatif? Atau seringkah Anda mendapat kritik karena mengonsumsi micin? Istilah tersebut sering dijumpai pada si pesimis, si mental lemah, dan si malas berpikir katanya. Namun, faktanya micin bukanlah suatu hal yang dapat dikaitkan dengan konotasi negatif saja, loh. Micin seringkali digunakan sebagai penyedap dalam masakan. Untuk lebih lanjutnya, berikut ini cerita unik di balik micin! Micin adalah istilah populer yang dikenal masyarakat dengan nama kimia Monosodium Glutamat atau dapat disingkat menjadi MSG. Berdasarkan definisi yang diunggah dalam penelitian berbagai jurnal, MSG adalah garam yang tersusun atas molekul sodium atau natrium serta glutamat. Menyinggung kata garam, lalu apa yang membedakan MSG dengan garam? Secara struktur kimiawi, garam memiliki rumus kimia NaCl, sedangkan pada MSG gugus Cl-nya diganti dengan glutamat yang merupakan asam amino non esensial bagi tubuh. Jika dilihat dari istilahnya, asam amino non esensial bukan tidak diperlukan oleh tubuh kita. Akan tetapi, lebih tepatnya tubuh kita dapat memproduksi asam amino tersebut secara alami tanpa penambahan secara sengaja, seperti yang bersumber dari makanan yang kita konsumsi. Sumber asam glutamat dapat diperoleh dari bahan pangan kaya protein, seperti daging, ikan, ayam, kedelai, dan termasuk sayuran. MSG pertama kali ditemukan oleh Kikunae Ikeda seorang profesor yang berasal dari Departemen Kimia Tokyo Imperial University pada tahun 1907. Penggunaan MSG pertama kali digunakan sebagai penyedap yang menghasilkan flavor umami dan menjadi salah satu bumbu yang dimiliki oleh seluruh masyarakt Jepang di dapurnya. Ceritanya dimulai saat Ikeda menyaksikan langsung salah satu santapan fermentasi rebusan rumput laut dan ikan kering, yakni dashi yang sudah dikenal juga sebagai penambah cita rasa yang biasa digunakan oleh koki. Selanjutnya, beliau melakukan eksekusi untuk menelaah jenis rumput laut Laminaria japonica yang dilakukan beberapa percobaan, seperti menguapkannya untuk mengidentifikasi senyawa yang mendasari rumput laut tersebut. Lalu bagaimana fakta di lingkungan yang menyertakan bahwa si “generasi micinâ€ pembawa konotasi negatif? Hal tersebut sangat bisa kita putarbalikkan dengan fakta bahwa MSG telah diakui sebagai “generally recognized as safeâ€ yang penggunaannya aman dan tidak memiliki aturan khusus. Fakta tersebut juga diperkuat oleh Food and Drug Administration (FDA) yang menyatakan bahwa MSG aman untuk dikonsumsi dengan label resmi GRAS. Ungkapan negatif si “generasi micinâ€ si pesimis, si mental lemah, dan si malas berpikir memiliki kaitannya dengan bagaimana otak menerima respon dari suatu rangsangan yang diberikan. Salah satu saraf diotak yang dapat menerima respon terhadap glutamat yang merupakan penyusun MSG adalah hipotalamus. Saat konsumsi MSG dalam jumlah tinggi dan terus menerus, hipotalamus akan bekerja secara over dan dapat menyebabkan sel-sel saraf pada otak mengalami kegagalan fungsinya. MSG sebagai penggunaan penyedap dan bumbu dapur memiliki takaran khusus jumlah maksimal konsumsi bagi tubuh. Jumlah MSG yang masih aman dikonsumsi oleh tubuh ditetapkan sebesar 0,3-1 gram perhari. Salah satu aturan yang berlaku di Indonesia terkait MSG adalah Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan menjelaskan bahwa penggunaan MSG dikonsumsi secukupnya dan diproduksi sesuai standar GMP menyangkut PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan untuk mencantumkan nama serta komposisi MSG di dalam label. Konsumsi MSG dalam jumlah melebihi standar takaran dapat mengakibatkan efek toksin yang berdampak terhadap sistem saraf, obesitas, gangguan fisiologi jaringan adiposa, gangguan hati, hingga gangguan reproduksi. Jadi, bagaimana nih apakah Anda sudah menemukan fakta di balik micin dan si generasi micin? Apakah Anda masih was-was untuk mengonsumsi MSG? Perlu Anda ingat bahwa meski konsumsi MSG diperbolehkan menurut sisi kesehatan, asupan MSG harus tetap terkontrol agar terhindar dari bahaya yang berdampak pada tubuh kita sendiri. Tetap kendalikan tubuh Anda untuk mengonsumsi pangan sehat yang dapat menunjang kesehatan tubuh, ya!. (*)   * Penulis : Natallina Wiranto Putri, Mahasiswa Program Studi S1 Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Unpad

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: