Gawat.... Miliaran Babi di China Bikin Tahu-Tempe Indonesia Terancam Langka

Gawat.... Miliaran Babi di China Bikin Tahu-Tempe Indonesia Terancam Langka

JAKARTA- Gara-gara miliaran babi di China Indonesia alami krisis kedelai. Dampaknya produsen tempe dan tahu menjerit. Biang keladinya harga selangit kedelai membuat para produsen tempe mogok. Sementara itu China  dilaporkan melakukan reformasi peternakan babi setelah hancur akibat wabah demam babi Afrika di kisaran pertengahan tahun 2018 dan meluas di seluruh China di tahun 2019. Wabah itu bahkan menyerang peternakan babi di dalam negeri. Upaya perombakan itu diperkirakan membutuhkan banyak pasokan kedelai, salah satu bahan baku pakan ternak. Seperti dijelaskan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan memperkirakan, pada tahun lalu pihak memperkirakan produksi kedelai di Argentina dan Brasil akan meningkat. Namun, proyeksi itu diperkirakan akan meleset. "Setelah reformasi peternakan babi dibikin, SOP yang bagus maka butuh kedelai banyak untuk pakan babi. Sehingga, China ini memborong kedelainya," kata Oke Nurwan, kepada pers. Dikatakan , ina beralih ke Amerika diborong. Kedelai kita itu untuk tahu tempe biasanya dari Amerika. Karena diborong harga melonjak, ditambah pandemi. Sementara itu di lain pihak produksi kedelai Argentina dan Brasil yang turun membuat China beralih membeli dari Amerika Serikat (AS). Sementara, kebutuhan kedelai perajin tahu tempe biasanya dipasok dari AS. Oke juga menuturkan, pandemi telah mengerek biaya logistik yang berkontribusi juga pada kenaikan harga kedelai. "Pandemi itu biaya logistik naik empat kali lipat. Sehingga harga kedelai naik, dan jatuhnya kedelai di kita naik," terangnya. Sebagai informasi, harga kedelai dunia mengalami lonjakan. Situasi ini tentu akan berdampak besar bagi industri tempe dan tahu domestik yang didominasi skala rumah tangga. Merujuk pada situs tradingeconomics, harga kedelai berfluktuasi di rentang US$15 per bushel (sekitar 27,21 kg) setelah sempat menyentuh level tertinggi sejak Mei 2021 di kisaran US$16 per bushel. Situasi ini telah membuat industri tempe dan tahu ketar ketir. Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia Aip Syarifuddin mengatakan 20% atau 30 ribu perajin tahu dan tempe telah setop produksi. (red)  

   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: