Oleh: Takhfa Rayhan Fadhilah MENEMPUH pendidikan sekolah dasar di sekolah terpencil di desa lalu melanjutkan di sekolah menengah biasa hingga lulus membuat saya mengerti betul bagaimana pendidikan di negeri ini memiliki banyak celah ketidakadilan dalam penerapanya. Dimulai dari sekat atau kasta di dunia pendidikan, dimulai dari kasta sekolah biasa, sekolah berstandar nasional, sekolah berstandar internasional dan seterusnya. Selain itu ketidakmerataan pendidikan menjadi salah satu permasalahan yang hingga kini belum usai. Sistem pendidikan yang bersifat demikian merupakan cerminan dari sistem pendidikan di Indonesia. Dimana sistem perndidikan di Indonesia yang terlalu konsen pada sikap yang terlalu mempersiapkan peserta didik sebagai pekerja, bahwa seolah-olah pendidikan itu tempat untuk menempa manusia agar bisa diterima di dunia kerja, dan tak heran jika banyak peserta didik bahkan mahasiswa yang merasa salah jurusan karena memang input yang mereka terima, bahwa pendidikan tempat menempa mereka untuk masuk dunia kerja, bukan seperti yang dikatakan bapa revolusi Tan Malaka "Bahwa tujuan pendidikan itu adalah untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasan." Pendidikan Indonesia masih menganut sistem negara lain. Dari hasil penelitian Lombard (1996) salah satu pengaruh yang sangat membekas dan masih bisa terasa hingga saat ini di dalam sistem pendidikan Indonesia adalah budaya pendidikan kolonial yang terus mendominasi sebagai praktek pendidikan. Salah satu budaya tersebut ialah intelekualisme dan verbalisme. Di negara-negara lain budaya pendidikan semacam ini sudah jauh ditinggalkan karena dinilai tidak efektif, namun di Indonesia praktek demikian masih tumbuh dengan subur menjadi sebuah sistem yang diterapkan dalam setiap institusi pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan demikian dalam prakteknya hanya akan terpaku pada nilai serta terkesan mendewakan sebuah ijazah formal. Pendidikan luar negeri dalam perkembanganya memiliki daya tarik tersendiri sebab memperoleh prioritas dalam mendapatkan posisi dalam kelembagaan maupun kekuasaan. Hal tersebut sejalan dengan sistem pendidikan barat dimana pendidikan sudah mengarah ke birokrasi modern, hal itu memungkinkan terjadinya mobilitas sosial. Golongan terpelajar yang telah menempuh pendidikan dengan sistem birokrasi modern perlahan-lahan berkeinginan untuk menduduki posisi kekuasaan. Hal itulah yang mungkin menjadi alasan para penguasa di Indonesia berlomba-lomba mengirim anak mereka untuk mengenyam pendidikan di luar negeri karena input yang mereka dapatkan ialah kedudukan yang lebih tinggi daripada masyarakat Indonesia yang menempuh pendidikan di dalam negeri. Selain itu tak bisa kita pungkiri bahwa saat ini pendidikan di Indonesia sudah menjadi barang mewah yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang memiliki uang juga kekuasaan. Hal tersebut membuat kesempatan bagi mereka yang tergolong kurang mampu tak bisa merasakan manisnya pendidikan. Puncaknya saya menemukan beberapa artikel tentang seorang ibu yang melacurkan dirinya untuk biaya sekolah anaknya. Sebuah peristiwa miris yang terjadi di suatu negeri dimana pendidikan merupakan hak seluruh rakyatnya. Memang saat ini pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beragam kebijakan untuk mengatasi persoalan tersebut, namun pertanyaannya apakah hal tersebut dibarengai dengan penerapan yang nyata sebab saat ini kita masih dihadapkan dengan kenyataan bahwa masih ada banyak anak-anak negeri ini yang putus sekolah, yang tidak bisa meneruskan pendidikannya karena tak mampu, yang tidak bisa meneruskan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi karena mahalnya biaya pendidikan. Hal semacam itulah yang perlu diperbaiki, bahwa setiap anak Indonesia berhak mendapatkan serta merasakan manisnya pendidikan. Kondisi ekonomi masyarakat Indonesia juga sedikit banyaknya akan mempengaruhi pendidikan apalagi di tengah situasi dan kondisi ekonomi masyarakat yang sulit karena faktor pandemi membuat masyarakat miskin semakin menderita. Hampir setiap tahunnya biaya pendidikan di Indonesia semakin mahal, membuat masyarakat miskin yang tinggal di wilayah pelosok tak mampu lagi untuk menyekolahkan anak-anaknya. Sementara dilain sisi, dengan kondisi demikian pemerintah menginginkan atau mewajibkan rakyatnya untuk mengenyam pendidikan. Sebuah hal dilematis yang dirasakan masyarakat miskin di wilayah pelosok karena di satu sisi, mereka tak mampu menyekolahkan anak-anaknya karena hambatan ekonomi terbatas, sementara di lain sisi, pemerintah mewajibkan belajar sembilan tahun bagi anak-anak usia sekolah, ekonomi lagi-lagi menjadi persoalan penghambat pendidikan di Indonesia. Namun di luar hal itu, saya percaya bahwa sumber daya manusia yang dimiliki masyarakat Indonesia terkhusus bagi mereka masyarakat pelosok mempunyai potensi yang sangat baik. Namun hal tersebut seringkali terhambat karena akses kedunia luar sangatlah minim bahkan cenderung sulit, hal itu pula yang menyebabkan siswa-siswi yang berada di wilayah pelosok akan kalah saing dengan mereka yang berada di wilayah perkotaan. Sulitnya akses untuk mendapat pendidikan yang layak juga membuat kebanyakan masyarakat pelosok tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, jembatan untuk meraih kesuksesan itu seringkali putus menjadi jurang pemisah dan penghambat masyarakat di wilayah pelosok untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mengatasi serta memperbaiki segala persoalan di atas tentunya tak akan mampu berjalan jika hanya dilakukan oleh satu pihak. Semua harus bekerja sama dan ikut andil untuk memajukan pendidikan Indonesia. Didalam pendidikan semuanya berperan termasuk masyarakat juga mempunyai hak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Karena pada dasarnya, hidup adalah tentang dedikasi dan karya, ikut berpartisipasi mendukung inovasi dalam dunia pendidikan guna mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan langkah awal yang bisa kita tempuh untuk membangun bangsa dan negara demi tercapainya pemerataan pendidikan nasional. (*)
Keresahan Atas Ketidakadilan Sistem Pendidikan di Indonesia
Senin 31-01-2022,04:00 WIB
Oleh: redaksimetro01
Kategori :