Di perbukitan anggun Pegunungan Sanggabuana, sebuah misteri yang begitu menggugah imajinasi terkuak. Ritual aneh yang mengusung celana dalam sebagai kunci masuk ke alam lain, yang disebut sebagai kebahagiaan surgawi, telah mengukir atmosfer yang rapuh namun magis. Upacara ini menghadirkan lebih dari sekadar pengalaman, melainkan suatu kepercayaan yang memberikan gunung ini daya tarik mistis yang tak terelakkan.
Saman, penuntun dalam perjalanan spiritual lokal, menjadi pemandu bagi mereka yang berani menjelajahi batas antara dunia nyata dan gaib. Di tengah dedaunan yang rimbun, terungkaplah rahasia yang tersembunyi di balik empat mata air suci: Pancuran Mas, Pancuran Kejayaan, Pancuran Kahuripan, dan Pancuran Sumur Tujuh.
Namun, tak hanya aliran air yang menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual ini. Makam-makam yang tersembunyi di balik hutan dan batu-batu kuno juga berpartisipasi dalam tarian gaib ini. Makam Eyang Haji Ganda Mandir, Taji Malela, Kyai Bagasworo, Ibu Ratu Galuh, Eyang Abdul Kasep, Eyang Sapujagat, Eyang Langlang Buana, Eyang Jagapati, dan Eyang Cakrabuana, semua memiliki peran dalam upacara yang menyatukan dunia nyata dengan alam batin.
BACA JUGA:Rahasia Gaib Terkuak di Puncak Mistis Pegunungan Sanggabuana: Ritual Buang Celana dan Peri Hutan
Namun, tingkatan kesakralan ini juga memiliki kaitannya dengan materi. Keajaiban luar biasa ini tak hanya memikat hati dan pikiran, tetapi juga menguras isi dompet. Saman menjelaskan bahwa siapa pun yang berani melintasi ambang gaib ini harus membayar sejumlah mahar. Ini bukan sekadar pembayaran bagi panduan spiritual, tetapi juga "ubo rampenya," unsur yang membawa makna mendalam dalam pelaksanaan ritual ini.
Namun, di balik pesona mistis yang menarik, terdapat sisi kelam. Di antara jalinan keyakinan yang melingkupi Pegunungan Sanggabuana, ada cerita mencekam tentang pencemaran lingkungan dan ancaman terhadap kesehatan. Sisa-sisa celana dalam dan barang-barang yang ditinggalkan oleh para ziarah merusak keindahan alam, mencemari sumber mata air yang murni dan mengotori aliran air yang jernih. Pertanyaan yang menyayat hati muncul: apakah para pengunjung yang berharap beroleh berkah juga membawa pulang penyakit tak terlihat?
Dalam semangat menjaga integritas dan kelangsungan, Saman menegaskan urgensi penelitian lebih dalam tentang sejarah dan budaya yang melingkupi ritual ini. Apakah makam-makam dan tempat suci ini memiliki nilai sebagai warisan budaya atau sejarah yang harus dirawat? Pertanyaan-pertanyaan ini merentang di sepanjang pandangan kritis terhadap fenomena yang memukau ini.