Namun, cerita keajaiban dan jejak magis ini ternyata juga menjadi penghalang untuk memasuki dunia Shambala. Saman berbagi cerita tentang para biksu yang konon tiba-tiba muncul dari gunung Sanggabuana, dan tak ada yang tahu dari mana mereka berasal. Bahkan, masyarakat setempat sama sekali tidak menyaksikan kedatangan para biksu ini. Cerita ini juga turut mendukung keyakinan masyarakat akan adanya Shambala, suatu negeri yang paling maju dan damai dalam ajaran Buddha dan Hindu.
BACA JUGA:Rahasia Gaib Terkuak di Puncak Mistis Pegunungan Sanggabuana: Ritual Buang Celana dan Peri Hutan
Namun, tingkatan kesakralan ritual ini juga berkaitan dengan unsur materi. Keajaiban yang tak terlukiskan ini tak hanya memikat hati dan pikiran, tetapi juga menguras isi dompet. Saman menjelaskan bahwa siapa pun yang berani melintasi ambang gaib ini harus membayar sejumlah mahar. Ini bukan hanya sekadar pembayaran bagi panduan spiritual, melainkan juga "ubo rampenya," unsur yang membawa makna mendalam dalam pelaksanaan ritual ini.
Namun, di balik pesona mistis yang menawan, ada sisi kelam. Di antara jalinan keyakinan yang melingkupi Pegunungan Sanggabuana, terdapat cerita mencekam tentang pencemaran lingkungan dan ancaman terhadap kesehatan. Sisa-sisa celana dalam dan barang-barang yang ditinggalkan oleh para peziarah merusak keindahan alam, mencemari sumber mata air yang murni dan mengotori aliran air yang jernih. Pertanyaan yang menyayat hati muncul: apakah para pengunjung yang berharap beroleh berkah juga membawa pulang penyakit tak terlihat?
Dalam semangat menjaga integritas dan kelangsungan, Saman menegaskan urgensi penelitian lebih mendalam terkait sejarah dan budaya yang melingkupi ritual ini. Apakah makam-makam dan tempat suci ini memiliki nilai sebagai warisan budaya atau sejarah yang harus dijaga? Pertanyaan-pertanyaan ini merentang di sepanjang pandangan kritis terhadap fenomena yang memukau ini.
Namun, bayangan ketidakpastian pun terbangun. Di balik tirai keyakinan yang mempesona, ada kekhawatiran akan meluasnya praktik ritual yang merugikan. Seiring berlalunya waktu, ritual ini menyebar dan membawa ancaman terhadap kelestarian. Bahkan, dalam cerita masa lalu yang menyakitkan, kelompok warga setempat dan aktivis Sanggabuana pernah membongkar makam dan tempat-tempat suci ini. Namun, seperti mitos yang tak tergoyahkan, misteri ini tetap berdiri kokoh, bahkan dengan munculnya penganut baru yang tak berasal dari wilayah tersebut.
Di dalam hening hutan yang begitu megah, suara panggilan untuk tindakan menjadi semakin kuat. Dengan keprihatinan yang tulus, Saman mendesak agar pemerintah segera bertindak, sebelum ritual ini menemukan pijakan kokoh dalam kehidupan gunung dan menciptakan keyakinan baru yang merugikan. Dalam kata-kata yang dipenuhi dengan harapan, ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara spiritualitas dan lingkungan, sehingga keindahan gunung ini tidak hanya melegenda dalam cerita, tetapi juga hidup dalam kenyataan yang mendalam.