Ditinjau Dari Ilmu Fikih, Pandangan Islam Soal Tradisi Sunat Bayi Perempuan

Sabtu 25-05-2024,23:54 WIB
Reporter : Rizsa
Editor : Rizsa

 

KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID- Tradisi sunat perempuan sangat umum dilakukan di Indonesia dan telah menjadi kebiasaan yang kuat di masyarakat. Namun, praktik ini masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.

 

Sunat perempuan adalah segala bentuk prosedur yang melibatkan pengangkatan, pemotongan, atau pembuangan sebagian atau seluruh alat kelamin eksternal perempuan. Prosedur ini juga sering disebut sebagai mutilasi genital perempuan yang berisiko menyebabkan cedera pada organ genital untuk alasan non-medis.

 

Sudut Pandang Islam tentang Tradisi Sunat Perempuan

 

Pada dasarnya, tradisi sunat perempuan telah dinyatakan hukumnya oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) melalui Fatwa No. 9A Tahun 2008 yang menolak larangan khitan bagi perempuan. Isinya menyatakan bahwa "Khitan bagi laki-laki maupun perempuan termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam. Dan khitan terhadap perempuan adalah makrumah (kemuliaan). Pelaksanaannya sebagai ibadah yang dianjurkan."

 

Secara fikih, terdapat tiga pendapat berbeda mengenai tradisi sunat perempuan:

 

1.       1. Sunnah Bagi Laki-laki dan Kemuliaan Bagi Perempuan

 

Pendapat pertama menyatakan bahwa khitan hukumnya sunnah, bukan wajib. Pandangan ini dianut oleh mazhab Hanafi, mazhab Maliki, dan Syafi'i dalam salah satu riwayat syaz. Mereka berpendapat bahwa khitan hanya merupakan tindakan yang dianjurkan (sunnah) dalam Islam, bukan suatu kewajiban (wajib). Mazhab Hanafi dan Maliki juga menganggap bahwa khitan bagi perempuan hukumnya sunnah.

 

Dalil yang digunakan adalah hadits dari Ibnu Abbas yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kemuliaan bagi perempuan." (HR Ahmad dan Baihaqi). Argumen tambahan yang menguatkan adalah bahwa dalam hadits tersebut disebutkan bahwa khitan adalah bagian dari fitrah (sifat fitrah alami manusia) dan disejajarkan dengan tindakan seperti mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak, yang semuanya dianggap sebagai sunnah.

 

2.       2. Wajib Bagi Laki-laki dan Perempuan

 

Pendapat Kedua menyatakan bahwa khitan itu hukumnya wajib, bukan hanya sunnah. Pandangan ini didukung oleh mazhab Syafii dan mazhab Hanbali. Menurut pandangan mereka, khitan diwajibkan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Dalil yang mereka gunakan adalah ayat Al-Quran yang berbunyi,

 

 

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا

 

"Kemudian Kami wahyukan kepadamu untuk mengikuti millah Ibrahim yang lurus" (QS. Al-Nahl: 123).

 

Selain itu, hadis yang meriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim AS berkhitan saat berusia 80 tahun dengan kapak juga menjadi dalil bagi kewajiban khitan. Rasulullah SAW menyuruh untuk mengikuti millah Ibrahim karena itu merupakan bagian dari syariat umat Islam. Pendapat ini berpendapat bahwa khitan tidak hanya dianjurkan, tetapi juga diwajibkan dalam Islam berdasarkan ayat Al-Quran dan hadis Nabi Ibrahim AS.

 

 

3.       3. Wajib Bagi Laki-laki dan Kemuliaan Bagi Perempuam

Kategori :