Di bawah langit malam Selat Malaka, FSO Arco-Ardjuna, kapal tanker kebanggaan Pertamina, melaju perlahan. Kapal raksasa berusia 52 tahun itu sudah menempuh ribuan mil demi mengalirkan energi untuk tanah air. Kapten Hari Purnomo, nakhoda yang telah menuntun kapal ini selama 14 tahun terakhir, berdiri di anjungan, pandangannya menerawang ke dalam kegelapan lautan. Selat Malaka menjadi tempat bertemunya realitas dan mitos, antara hidup dan mati.
Jalur perairan yang memisahkan Sumatra dan Semenanjung Malaysia ini adalah salah satu jalur laut paling sibuk di dunia. Selain sibuk, perairan ini juga menyimpan berbagai ancaman. Pada suatu malam di awal tahun 2000-an, ketika Kapten Hari mengendalikan kapal tankernya melintasi Selat Malaka, situasi tiba-tiba berubah mencekam.
Terlihat dari kejauhan, cahaya misterius muncul, menyibak malam dan melayang di atas permukaan laut yang gelap. Seperti layang-layang yang terbang menari, cahaya itu bergerak mengalun, diiringi suara riak air yang lembut, namun menimbulkan rasa cemas di hati pelaut. Mereka menganggap cahaya ini sebagai pertanda buruk, sebuah omen yang menunjukkan bahwa bencana mungkin akan segera datang menghampiri.
Tiba-tiba, terdengar suara mesin kecil dari arah buritan kapal, membangunkan ketegangan di antara para kru. Rupanya, sebuah perahu kecil terlihat mendekat, mengangkut beberapa orang berpakaian gelap. Saat perahu itu semakin dekat, terlihat jelas bahwa mereka mengenakan penutup kepala, wajah-wajah yang terbenam dalam bayang-bayang kegelapan malam. Dengan cepat, mereka menaiki tangga ke atas kapal, menenteng golok panjang yang berkilau di bawah sinar bulan. Para kru FSO Arco-Ardjuna langsung siaga, ancaman di depan mereka, seolah-olah waktu berhenti sejenak sebelum badai yang akan datang menyentuh batas antara hidup dan mati.
Para bajak laut itu merangsek masuk dengan cepat, menggiring para awak dengan ancaman senjata tajam. Suara riuh rendah menjadi sunyi, hanya terdengar desah nafas yang bergetar dan deru air laut yang menghantam lambung kapal di tengah peristiwa perompakan. Dalam ketegangan yang menggantung di udara, para kru kapal diancam untuk berserah diri, diminta menyerahkan segala yang mereka miliki—dari uang tunai, perhiasan, hingga barang pribadi yang berarti. Ketidakpastian menyelimuti FSO Arco-Ardjuna malam itu, setiap detik terasa seperti memudarkan harapan.
“Untungnya, kami semua selamat tanpa ada yang terluka,” kenang Kapten Hari.
Selat Malaka, bagi pelaut seperti dirinya, bukan sekadar jalur pelayaran yang strategis, melainkan sebuah dunia yang penuh dengan misteri, di mana kisah nyata dan mitos seakan saling berjalin erat dalam satu jalinan yang kompleks.
Setiap pengalaman yang ia alami di perairan ini, terutama saat berhadapan dengan perompak yang menjadi momok menakutkan, selalu membangkitkan kembali ingatan akan cerita-cerita gaib yang telah diwariskan dari generasi ke generasi di antara para pelaut. Cerita-cerita yang menjadi pengingat kekuatan alam dan ketidakpastian dapat mengintai di balik setiap gelombang.
Kapal Arco-Ardjuna, yang sudah berlayar jauh melintasi samudera, seakan menyimpan semua kenangan ini dalam lambungnya, menjadi saksi bisu bagi kisah-kisah yang terajut selama bertahun-tahun oleh para pelaut yang menantang gelombang dan angin kencang.
Setelah puluhan tahun menjadi tulang punggung energi nasional, FSO Arco-Ardjuna kini tiba di penghujung perjalanan, resmi dipensiunkan pada Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2024.
Hari itu, mengakhiri perjalanan panjang yang sarat dengan pengalaman dan tantangan. Bagi Kapten Hari, yang telah menghabiskan separuh hidupnya di laut, momen ini menandai akhir dari sebuah babak yang penuh cerita, suka, duka, serta pelajaran berharga di tengah luasnya samudera.
Pada hari bersejarah tersebut juga, ia menerima penghargaan dari General Manager PHE ONWJ, Muzwir Wiratama, sebagai pengakuan atas dedikasinya yang tiada henti.
Kini, Kapten Hari merencanakan masa pensiun yang tenang di desa, mengurusi ladang dan hewan ternak, menjauh dari debur ombak yang menghantui, serta ancaman bajak laut yang pernah mengisi hari-harinya. Bagi Kapten Hari, FSO Arco-Ardjuna dan laut tak akan pernah sepenuhnya bisa ditinggalkan. Segala kisah akan tetap mengalir bersama arus, menjadi legenda lautan.