Melie menegaskan bahwa penguatan kelembagaan menjadi elemen kunci untuk menjawab permasalahan tersebut. "Kelembagaan yang kuat akan membantu nelayan mengakses program pemerintah, dukungan permodalan, teknologi, dan pemasaran hasil tangkap dengan lebih mudah," terangnya.
Ia menjelaskan bahwa pentingnya penguatan kelembagaan nelayan tidak hanya berkaitan dengan administrasi atau struktur organisasi, tetapi juga berkaitan langsung dengan peningkatan kapasitas dan kemandirian kelompok.
"Kelembagaan merupakan wadah kerja sama dan konsolidasi antarnelayan, tempat mereka merencanakan usaha bersama, sekaligus meningkatkan posisi tawar di pasar," katanya.
Menurut Melie, kelembagaan yang solid juga mampu mengurangi ketergantungan para nelayan pada tengkulak atau praktik ijon yang selama ini menekan keuntungan nelayan kecil. Ia menambahkan, "Ketika kelompok kuat, mereka bisa lebih mandiri dan memiliki ruang untuk berkembang secara ekonomi," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyoroti keterkaitan penguatan kelembagaan dengan penerapan alat tangkap ramah lingkungan. Ia menyatakan bahwa kelompok nelayan memegang peran penting dalam proses adopsi alat tangkap yang sesuai aturan.
"Melalui musyawarah dalam kelompok, adopsi alat tangkap ramah lingkungan bisa dilakukan secara bersama-sama sehingga pendampingan menjadi lebih efektif," ungkapnya.
Melie menjelaskan bahwa penggunaan alat tangkap yang seragam dan sesuai ketentuan dalam sebuah kelompok akan berdampak positif terhadap hubungan antarnelayan. "Pengelolaan alat tangkap yang terkoordinasi dapat mengurangi potensi konflik, sekaligus menjaga kelestarian ikan," tuturnya.
Ia menambahkan bahwa keberlanjutan sumber daya ikan merupakan hal yang tidak bisa ditawar, sehingga pemahaman dan komitmen bersama sangat diperlukan. Menurutnya, produktivitas jangka panjang akan meningkat apabila alat tangkap yang digunakan tidak merusak ekosistem dan dijalankan secara disiplin.