Saksi KPK Kompak Sebut Ada Pemerasan dalam Kasus Suap Auditor BPK Jabar terhadap Ade Yasin
BANDUNG- Persidangan kasus suap auditor BPK Jabar dengan terdakwa Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung. Pada sidang kali ini, masih beragendakan pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan kompak menyebut ada unsur peras dalam kasus suap auditor BPK Jabar itu. Saksi yakin ada unsur pemertasan dalam kasus suap auditor BPK Jabar . Saat itu Jaksa KPK menghadirkan enam pegawai Pemerintah Kabupaten Bogor dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Keenam saksi tersebut di antaranya Kepala Dinas Soebiantoro alias Bibin, Staf Bidang Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Iwan Setiawan, Kepala Bidang Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Gantra Lenggana. Baca Juga:Â KPK Geledah Rumah Ade Yasin, Ada Banyak Uang dengan Pecahan Asing Ada juga Kepala Seksi Bina Teknik Jalan dan Jembatan Khairul Amarullah, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan Krisman Nugraha, serta Kepala Bidang Infrastruktur Sumber Daya Air (ISDA) R Nur Cahya. Enam saksi tersebut dihadirkan untuk empat terdakwa, yakni Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin, Kasubag Kasda Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Adam Maulana, serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Rizki Tufik Hidayat. Dalam Sidang para saksi yang dihadirkan oleh Jaksa KPK menyebutkan bahwa Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Bogor, menjadi sasaran peras oleh auditor BPK. Kabid Pemeliharaan Jalan dan Jembatan DPUPR Bogor Gantra Lenggana memberikan kesaksian, terdakwa Sekretaris DPUPR Adam Maulana nampak berada dalam tekanan, saat menginstruksikan sejumlah anak buahnya agar mengumpulkan uang untuk auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat. "Beliau mengumpulkan kami, seperti ada beban yang dipikul. Saat itu beban permintaan uang besar dari BPK, kami berembuk," ungkap Gantra di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (10/8). Baca Juga: Ditanya Kedekatan dengan Ihsan Ayatullah, Rachmat Yasin Bilang Begini Gantra mengaku, terpaksa ikut memberikan iuran dengan uang pribadi sebanyak tiga kali, dengan nominal masing-masing senilai Rp 4 juta. "Saya ingin membantu karena untuk kebersamaan. Ini diberikan untuk BPK. Yang jelas permintaan dari BPK. Itu PUPR iuran," tutur Gantra. Senada dengan Gantra, Kasi Bina Teknik Jalan dan Jembatan DPUPR Bogor Khairul Amarullah menyebutkan, terdakwa Adam berpesan kepada dirinya mengenai permintaan uang ke salah satu kontraktor lantaran adanya permintaan BPK. "Beliau (adam) diminta oleh BPK. Pusing waktu itu, intinya ini ada permintaan. Akhirnya ke Ibu Nani (kontraktor), bahwa ada permintaan dari BPK. Oke katanya," kata Kahirul. Saksi lainnya, Iwan Setiawan yang merupakan staf di DPUPR Kabupaten Bogor berlaku sebagai pengepul uang yang dikumpulkan oleh DPUPR. Dia memberikan uang tersebut kepada terdakwa Rizki Taufik Hidayat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) di DPUPR Kabupaten Bogor. Kemudian, dari Rizki diserahkan ke terdakwa Ihsan Ayatullah Kasubid Kasda Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) yang juga kerap dimintai uang oleh auditor BPK. Namun, satu waktu Iwan mengaku sempat dimarahi oleh terdakwa Adam lantaran menyalurkan uang terlalu besar. Pasalnya, auditor BPK sering kali meminta uang. "(Disalurkan) Rp 35 juta kepada Pak Ihsan. Pak Adam marah, kenapa dikasih sebesar Rp 35 juta. Karena nanti ada permintaan lagi dari BPK. Pak Adam berat. Karena alasannya minta-minta lagi," kata Iwan Setiawan. Sebelumnya, Kuasa Hukum Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin, Dinalara Butar Butar bersikukuh kliennya tidak terlibat dalam kasus suap auditor Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat. Dinalara menegaskan, kasus yang menjerat Ade Yasin salah alamat. Pasalnya, dalam persidangan terungkap bahwasannya ada permintaan sejumlah uang dari BPK Jabar dan tidak ada perintah dari Ade Yasin untuk mengumpulkan uang. "Sebenarnya poin dalam perkara hari ini kami menemukan fakta baru, bahwa sebenarnya orang-orang yang memberikan uang itu patut diduga mereka merasa diperas," ucap Dinalara seusai mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (10/8). (jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: