Menyelami Lagi Makna Puisi Karawang-Bekasi Karya Chairil Anwar, Ada Kesedihan dan Ratapan Tragedi Rawagede

Menyelami Lagi Makna Puisi Karawang-Bekasi Karya Chairil Anwar, Ada Kesedihan dan Ratapan Tragedi Rawagede

MENJELANG peringatan kemerdekaan RI, mari  kita menyelami lagi makna puisi Karawang-Bekasi karya Chairil Anwar. Menyelami lagi makna puisi Karawang-Bekasi penuh dengan kegetiran atas peristiwa pembantaian tentara Belanda saat itu. Menyelami lagi makna puisi Karawang-Bekasi karya Chairil Anwar membawa kita pada suasana perjuangan kemerdekaan yang penuh darah dan air mata. Ribuan nyawa melayang. Baca Juga: Terapkan Prokes, Lingkungan Jatirasa Karangpawitan Helat Ragam Kegiatan Semarak Kemerdekaan, Ada Lomba Mancing hingga Sepeda Hias Baca Juga: HUT ke-15 Tahun Laskar NKRI, Napak Tilas Monumen Kebulatan Tekad-Peristiwa Rawagede Karawang Bekasi Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi tidak bisa teriak “Merdekaâ€ dan angkat senjata lagi, Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi kami adalah kepunyaanmu Kaulah lagi ada yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa, Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami Menjaga Bung Karno menjaga Bung Hatta menjaga Bung Sjahrir Kami sekarang mayat Berikan kami arti Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi. [caption id="attachment_82463" align="alignnone" width="1200"]menyelami lagi makna puisi Karawang-Bekasi menyelami lagi makna puisi Karawang-Bekasi di Peristiwa Rawagede.[/caption] Puisi ini terdiri atas struktur fisik dan batin. Strukur fisik puisi di antaranya ialah tipografi, pencitraan, kata konkrit, majas, konotasi, dan versifikasi. Menurut Rachmad Djoko Pradopo struktur merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan. Imaji yang didapat dengan membaca puisi Karawang-Bekasi adalah kesedihan dan ratapan. Khairil Anwar seolah mengajak pembaca untuk terus mengenang dan merasakan. Kata konkret: kata yang berhubungan dengan imaji atau pencitraan antara lain “tulang-tulangâ€ dan “teriak ‘Merdeka’ dan angkat senjataâ€. Chairil menggambarkan pahlawan kemerdekaan yang gugur dalam medan perang sebagai “tulang-tulangâ€. Sementara Karawang-Bekasi menggambarkan kuburan mereka. Pahlawan tersebut gugur setelah berjuang. Kata “teriak ‘Merdeka’ dan angkat senjataâ€ menggambarkan perjuangan mereka. Majas: Chairil menggunakan majas ironi dalam kalimat “Kami bicara padamu dalam hening di malam sepiâ€. Bicara dalam hening menjadi ironi karena keduanya bertentangan. Sedangkan majas eufimisme ditemukan dalam kata “kami cuma tulang-tulang berserakanâ€. Bila kita menyebut tubuh yang sudah meninggal sebagai mayat atau jenazah. Chairil merendahkannya dengan menyebut “tulang-tulang berserakanâ€. Versifikasi: rima dalam puisi Karawang-Bekasi beragam, tetapi didominasi rima dengan huruf akhir (i). Sementara ritmanya berseling panjang dan pendek. Porsi ritma pendek lebih banyak sehingga iramanya terkesan cepat. Namun pada baris panjang, iramanya menjadi lambat. Puisi ini menggambarkan bagaimana beratnyamempertahankan kemerdekaan yang diproklamirkan oleh kedua Bung besar kita, Bung Karno dan Bung Hatta pada  Agustus  45. Puisi ini adalah bukti nyata bagaimana pedihnya kesediaan yang dirasakan oleh paraanggota keluarga yang ditinggalakan sekaligus bukti nyata bagi kesedihan perang yangdilakukan oleh tentara NICA Belanda. Sajak ini ditulis oleh Chairil Anwar pada tahun untuk mengungkapakan persaannya terhadap situasi perang melawan tentara Belanda waktu itu, dimana pada bulan esember  dalam Agresi Militer Belanda I tentara Belanda membantai penduduk esa Rawagede, yang terletak di antara Karawang Bekasi, Jawa Barat. Selain itu, ketika tentara Belanda menyerbu Bekasi, ribuan rakyat mengungsi ke arah Karawang dan antara Karawang dan Bekasi timbul pertempuran yang jugac mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa di kalangan rakyat. Makna puisi Karawang Bekasi merupakan puisi yang merefleksikan pada pembantaian oleh Belanda yang terjadi antara Karawang hingga Bekasi. Nilai dan konsep patriotisme dihadirkan dalam setiap bait puisi Karawang Bekasi. Sikap berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Di mana pengorbanan tersebut bisa berupa harta, benda, keluarga, tenaga, hingga jiwa dan raga. Puisi Karawang Bekasi mengandung pesan kepada pembacanya untuk mengenang jasa pahlawan, memberikan mereka arti dengan tetap mempertahankan apa yang telah diperjuangkan. Pahlawan dengan semangat menggebu kini sudah tidak bisa lagi mengobarkan apinya. (sp/bbs)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: