Dianggap Tak Menjanjikan Secara Ekonomi, Pemuda Purwakarta Buktikan Bertani Cukup Menguntungkan

Dianggap Tak Menjanjikan Secara Ekonomi, Pemuda Purwakarta Buktikan Bertani Cukup Menguntungkan

PURWAKARTA – Sebagian masyarakat, menjadi bertani itu dianggap tidak menjanjikan dan tak cukup menguntungkan secara ekonomi. Pemikiran seperti itu, dibantahkan oleh seorang pemuda yang bernama Ananda Dwi Septian (27) asal Kampung Ciheulang, Desa Margaluyu, Kecamatan Kiarapedes, Kabupaten Purwakarta. Anandan mengatakan, bahawa di sektor pertanian memiliki prospek yang sangat menjanjikan bila dikelola dengan baik. Dia telah membuktikan kesuksesan setelah bertani. Di masa pandemi Covid-19 ini, bertani mungkin bisa menjadi salah satu andalan untuk meningkatkan taraf perekonomian keluarga. “Bertani itu keren. Kalau dikelola dengan serius, pendapatannya bisa melebihi upah di pabrik,â€ kata pria yang akrab disapa Boti. Menurut Boti, ia menceritakan awal mula dirinya terjun ke dunia pertanian. Perjalanannya dimulai sejak dirinya tak lagi bekerja sebagai karyawan pabrik tiga tahun lalu. “Lima tahun lalu, saya pernah bekerja di pabrik sebelum fokus berkebun. Saat itu, penghasilan saya di bawah 4 juta. Memang, saya bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga tapi belum bisa untuk menabung,â€ ungkapnya. Lanjut Boti, ia merasa jika pekerjaannya itu tidak bisa membuatnya berkembang. Pada akhirnya, kala itu dia memilih mengundurkan diri setelah bekerja selama sekitar satu setengah tahun menjadi buruh pabrik. Sempat terpikir olehnya ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Namun, pada kenyataannya justru berbeda. Ia justru tidak kunjung bekerja selama dua tahun setelah itu. Selama menganggur, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ia terpaksa membuka usaha isi ulang pulsa seluler. Kemudian, ia pun mulai terdorong untuk bertani setelah bergaul dengan Himpunan Pemuda Tani Purwakarta (Hidata). Beruntung, dirinya memiliki tabungan dari hasil usahanya menjual pulsa sekitar Rp 3,5 juta. Uang tersebut, kemudian dia gunakan sebagai modal Bertani. Langkah dia menjadi petani yang dimulai sejak tiga tahun itu pun, memang tidak semulus yang dibayangkan. Boti mengaku, awalnya tidak direstui orang tuanya yang bukan berasal dari keluarga petani. Awalnya, keluarga menganggap penghasilan dari Bertani itu relatif rendah. Namun, dirinya tetap nekad dan memanfaatkan lahan seluas 5.000 meter persegi milik orang tuanya untuk dijadikan ladang penghasilan barunya. “Sempat tidak direstui. Sekarang, justru keluarga saya yang lain jadi ikut jejak saya (Bertani),â€ ungkapnya. Selama ini, Boti memilih Bertani berbagai jenis sayuran. Seperti mentimun, cabai hingga kacang panjang. Karena, komoditi tersebut cocok ditanam di daerahnya yang cenderung bersuhu dingin. Adapun hasil produksinya selama ini, sudah bisa masuk ke pasar-pasar modern di dalam dan luar daerahnya. Sisanya, dibeli oleh tengkulak. Dia menjelaskan, dalam jangka waktu tiga tahun terakhir dirinya bisa menghasilkan keuntungan minimal Rp 7 juta per bulan dari hasil bertaninya. Artinya, penghasilan ini lebih besar dari bekerja di pabrik. Dalam hal ini, dia berharap, langkahnya ini bisa turut memotivasi para pemuda lain untuk bertani sepertinya. Dengan banyaknya petani, Boti tidak merasa tersaingi. Justru, dengan semakin majunya sektor pertanian itu bisa menggerakkan perekonomian daerah. “Alhamdulillah, sekarang saya sudah memiliki puluhan anggota. Tak hanya pemuda berusia 30 tahun ke bawah tapi banyak juga petani orang tua yang mau gabung,â€ pungkasnya. (san/rie)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: