Mencegah Defisiensi Vitamin dan Mineral Dalam Tubuh Dengan Teknologi Enkapsulasi Solid Lipid Nanoparticle
MASA pandemi telah menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan, salah satunya dengan mengatur pola makan yang sehat dengan mengonsumsi pangan fungsional yang dapat meningkatkan sistem imun, terutama yang mengandung vitamin dan mineral. Tidak sedikit masyarakat memilih untuk mengonsumsi suplemen tambahan agar memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral. Vitamin dan mineral memiliki fungsi untuk membantu mengatur metabolisme, mencegah penyakit kronis, memelihara nafsu makan, kesehatan mental dan kekebalan tubuh. Vitamin dan mineral merupakan komponen bioaktif yang dapat menghasilkan aktivitas biologi dalam tubuh. Defisiensi atau kekurangan vitamin dan mineral dapat menyebabkan tubuh tidak berfungsi dengan baik dan tubuh akan lebih rentan terserang penyakit. Pemerintah telah menerapkan program “Intervensi Gizi†untuk mengatasi permasalahan defisiensi nutrisi yang terjadi. Program tersebut merupakan kegiatan yang terencana dengan memiliki tujuan untuk memperbaiki gizi dari suatu kelompok populasi spesifik. Beberapa program yang ada dalam “Intervensi Gizi†antara lain yaitu Program Produksi Pertanian, Makanan Formulasi, Infrastruktur Pemasaran, Subsidi Harga Pangan, Pemberian Makanan Tambahan, Pendidikan Gizi, Program Terpadu, dan Fortifikasi Makanan. Fortifikasi merupakan penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk mencegah defisiensi dan meningkatkan kesehatan. Fortifikasi ini merupakan salah satu bentuk dari Intervensi Gizi mikro dan menjadi salah satu strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan status mikronutrien pangan. Dibandingkan dengan suplementasi dosis tinggi, fortifikasi memiliki efektifitas jangka menengah dan panjang, tidak memerlukan kerja sama yang inisiatif dan kerelaan pribadi masing-masing individu, memiliki biaya yang lebih rendah, dan merupakan pangan pembawa yang cocok dan fasilitas pengolahan yang terorganisir. Fortifikasi harus dipandang sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas pangan. Tetapi, kegiatan fortifikasi secara langsung dapat mempengaruhi karakteristik dari bahan pangan yang digunakan, dimana zat senyawa aktif fortifikan seperti vitamin dan mineral berinteraksi dengan bahan pangan dan dapat mempengaruhi rasa, tekstur atau warna dari bahan tersebut. Permasalahan ini dapat diatasi dengan menggunakan teknologi enkapsulasi. Enkapsulasi adalah suatu proses pelapisan suatu bahan menggunakan bahan lainnya dimana bahan yang dienkapsulasi merupakan bahan inti, bahan aktif, fase internal atau pengisi dan bahan yang mengenkapsulasi merupakan bahan penyalut, pelapis, fase eksternal, ataupun bahan pembawa. Enkapsulasi bertujuan untuk melindungi bahan aktif yang sensitif dengan lingkungan, melindungi sifat organoleptik seperti warna, rasa dan bau dari substansi, mendapatkan controlled-release, dan mencegah efek yang berkebalikan pada penggunaan obat. Enkapsulasi memiliki keuntungan, antara lain penanganan bahan aktif yang lebih mudah, meningkatkan keamanan bahan, menciptakan tampilan yang lebih baik, properti bahan aktif yang dapat diatur, memungkinkan imobilitas dari senyawa aktif, meningkatkan stabilitas produk, serta memungkinkan pelepasan yang terkontrol. Teknologi enkapsulasi yang menjadi perhatian saat ini yaitu dengan nanoteknologi, dimana bahan aktif terperangkap di dalam nanopartikel dengan ukuran partikel berkisar 10-1000 nm yang dapat dibuat dari surfaktan, lipid, protein, atau karbohidrat. Nanopartikel yang banyak digunakan untuk mengenkapsulasi bahan aktif dan senyawa lainnya yaitu dengan sistem Solid Lipid Nanoparticle (SLN). Penggunaan lipid padat dapat meningkatkan kontrol pelepasan mikronutrien yang terperangkap di dalam lipid dibandingkan dengan penggunaan lipid cair, serta dapat menjaga kestabilan mikronutrien dari kontak lingkungan (air, cahaya), sehingga pelepasan dan penyerapan mikronutrien dapat dikontrol dengan tepat dalam sistem gastrointestinal (GIT) yaitu melalui penyerapan dalam usus. Umumnya pada pembuatan SLN berasal dari campuran lemak, surfaktan atau emulsifier, dan air. Lemak yang digunakan berfungsi sebagai bahan pembentuk matriks yang memiliki sifat berbentuk padat baik pada suhu ruangan maupun pada suhu tubuh. Sementara surfaktan yang digunakan berfungsi untuk menstabilkan SLN dengan cara menurunkan tegangan permukaan antara air dengan lemaknya. Macam-macam lemak yang digunakan pada pembuatan SLN salah satunya adalah triglycerides, glyceride, stearate, dan wax tergantung dari produk yang akan dibuat. Sedangkan surfaktan yang biasa digunakan untuk SLN adalah twen 80, poloxamer 188, pluronic F68, dan soya lecithin. Alternatif lemak yang dapat digunakan dalam sintesis SLN adalah monolaurin. yang merupakan salah satu bentuk monoasilgliserol (MAG) yang memiliki kandungan asam laurat yang cukup tinggi. Produk monolaurin tersebut dapat dibuat dari berbagai macam minyak yang memiliki kandungan asam laurat tinggi seperti Destital Asam Lemak Minyak Kelapa (DALMIK), minyak kelapa, minyak inti sawit, dan asam laurat komersial. Asam laurat merupakan asam lemak jenuh rantai sedang yang mengandung 12 atom karbon dan tidak memiliki ikatan rangkap. Asam laurat mengandung gugus hidrokarbon non polar pada bagian ekornya dan asam karboksilat yang polar pada bagian kepala. Hal tersebut yang menyebabkan asam laurat ini dapat berinteraksi baik dengan air maupun minyak. Proses produksi monolaurin dapat dilakukan dengan menggunakan campuran bahan baku minyak nabati dan gliserol serta dibantu dengan penambahan katalis kimia maupun enzim dengan dilakukan proses gliserolisis. Seperti kebanyakan MAG lainnya, monolaurin dapat digunakan sebagai emulsifier non ionic dalam industri pangan maupun farmasetikal karena memiliki aktivitas antimikroba yang cukup tinggi. Hal ini menjadi sebuah peluang yang besar dalam mengatasi permasalahan defisiensi vitamin dan mineral, dimana proses enkapsulasi sebagai salah satu mikronutrien dengan metode SLN membuat vitamin ataupun mineral lebih mudah untuk difortifikasi dalam produk pangan. Prinsip SLN yang terdiri dari bagian hidrofilik dan lipofilik diduga mampu menjaga stabilitas dari vitamin dan mineral dalam tubuh selama proses pencernaan hingga sampai pada proses penyerapannya di dalam usus. Enkapsulasi dengan metode SLN juga dapat membantu proses fortifikasi pada produk pangan dengan menjaga kualitas bahan aktif tanpa mempengaruhi karakteristik produk pangan seperti rasa dan warna yang mungkin berubah akibat penambahannya. (*)
* Penulis : Deta Hartini, Mahasiswi Prodi Teknologi Pangan, Universitas Padjadjaran (Unpad)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: