Bioplastik: Alternatif Pengurangan Penggunaan Plastik Konvensional

Bioplastik: Alternatif Pengurangan Penggunaan Plastik Konvensional

Oleh : Claudia Wijaya Teknologi Pangan Universitas Padjadjaran Penggunaan plastik dewasa ini hampir menjadi tidak terlepaskan dari kehidupan sehari-hari. Tingginya minat masyarakat dalam menggunakan kemasan plastik dikarenakan sifatnya yang ringan, kuat, dan murah. Di balik keunggulan plastik konvensional, terdapat pula alasan untuk kita mulai membatasi penggunaannya. Plastik konvensional terbuat dari minyak dan gas bumi yang merupakan sumber daya yang terbatas jumlahnya dan tidak dapat diperbaharui. Selain itu, plastik juga membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk dapat terurai, yaitu sekitar 500-1000 tahun lamanya. Hal ini memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan hingga kesehatan manusia. Proses penguraian plastik tidak dilakukan oleh makhluk hidup, melainkan oleh sinar matahari, sehingga dibutuhkan waktu yang sangat lama dan hasil dari penguraian itu adalah mikroplastik. Bagi hewan laut, mikroplastik dapat disalahartikan sebagai makanan sehingga termakan dan dapat berbahaya. Mikroplastik dapat terakumulasi di dalam sistem pencernaan hewan laut, seperti kerang dan ikan berukuran sedang hingga besar, yang apabila dikonsumsi oleh manusia dapat berbahaya pula. Peralihan ke bioplastik diharapkan dapat menjadi salah satu langkah alternatif dalam mengurangi jumlah penggunaan plastik konvensional dan sampah plastik yang dihasilkan. Bioplastik merupakan plastik yang dapat dengan mudah terurai secara alami oleh makhluk hidup atau pada kondisi (cuaca) tertentu. Bioplastik terbuat dari bahan-bahan alami yang dapat diperbaharui, seperti tanaman (singkong, sagu, jagung, biji mangga, rumput laut, dan masih banyak lagi) atau mikroorganisme seperti bakteri. Karena sifatnya yang mudah terurai, bioplastik membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan plastik konvensional untuk dapat terurai. Saat ini penggunaan bioplastik sudah mulai banyak ditemukan di pasaran, meskipun masih ada keterbatasan yang menyebabkan penggunaan bioplastik menjadi terhambat, seperti sifatnya yang rapuh dan tidak tahan panas. Namun, terdapat upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki karakteristik bioplastik yang masih belum memuaskan tersebut, yakni dengan penambahan bahan penguat (filler). Penggunaan penguat/filler terbukti dapat membuat bioplastik menjadi lebih kuat, tahan panas, tidak mudah menyerap air dan oksigen (berpengaruh pada masa simpan produk), serta mempersingkat waktu yang dibutuhkan oleh bioplastik untuk terurai. Salah satu bahan organik yang berpotensi untuk digunakan sebagai filler adalah pati nanopartikel. Pati nanopartikel adalah hasil pengecilan granula pati menjadi berukuran 1-1000 nm. Pati merupakan sumber yang menjanjikan karena jumlahnya melimpah, murah, dan mudah didapatkan. Contohnya adalah jagung, pisang, kentang, dan singkong. Pengecilan ukuran dilakukan karena pati nanopartikel memiliki luas permukaan aktif yang lebih besar, sehingga dapat meningkatkan efektifitas interaksi dengan polimer bioplastik. Menimbang keunggulan pati nanopartikel sebagai filler pada kemasan bioplastik, diharapkan kelemahan kemasan bioplastik dapat diatasi, sehingga penggunaan bioplastik dapat semakin diminati dan memenuhi kebutuan pasar. Hal ini juga diharapkan dapat membantu mengurangi konsumsi plastik konvensional ke depannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: