Hemat Bahaya
--
Memang belum terjawab juga: mengapa baru di belahan kedua tahun 2022 tragedi ini terjadi. Apakah dua pabrik tersebut berganti bahan baku atau berganti pemasok bahan baku. "Kami ini juga korban," ujar pimpinan YarindoFarmatama seperti disiarkan banyak media.
Tidak dirinci apa maksud ''kami ini juga korban''. Korban pemasok bahan baku?
Mereka mengaku mendapatkan tambahan bahan baku tersebut dari CV Budiarta. Tidak langsung impor dari Dow Thailand.
Melihat bentuk usaha pemasok itu hanya CV, sepertinya itu usaha yang sederhana. Bisa disebut usaha perorangan. Tidak salah.
Apalagi kalau usaha itu dimiliki perorangan yang memang berlatar belakang farmasi menjunjung tinggi tanggungjawab.
"Yang jelas CV Budiarta sudah masuk dalam daftar pemasok yang mendapat izin dan kualifikasi dari BPOM," ujarnya.
Yang sudah sedikit terungkap hanyalah bahwa dua perusahaan farmasi tersebut tidak punya fasilitas yang harusnya ada. Yakni agar perusahaan bisa secara mandiri melakukan uji terhadap bahan baku yang dibeli. Dan itu dianggap menyalahi perizinan.
Pihak produsen bahan baku tambahan itu, Dow Indonesia, mengatakan tidak ada yang salah di produknya. Dow International adalah perusahaan global yang teruji di seluruh dunia.
Presiden Direktur Dow Indonesia RiswanSipayung, mengatakan propilenglikol (PG USP) yang dipasok oleh Dow dalam bentuk tersegel. Tidak mengandung EG dan DEG, katanya.
Dengan keterangan itu maka kini fokus bisa diarahkan ke CV Budiarta. Siapa pemiliknya. Apa latar belakangnya. Diapakan bahan baku yang dibeli dari Dow Thailand itu sebelum dipasok ke kedua pabrik farmasi itu.
Bahan baku obat memang kian banyak dan modern. Demikian juga proses pembuatannya. Dulu bahan baku seperti itu tidak dikenal. Obat sirup umumnya diberi tambahan gula. Di samping rasa lebih manis –cocok untuk anak-anak– juga bisa menjadi pelarut yang baik. Hanya saja proses produksinya lebih rumit.
Prof Dr Mangestuti, guru besar farmasi dari Unair, bertanya pada saya: apakah masih ingat pil vitamin C yang kecil-kecil dulu.
"Sebelum meminumnya kita harus makan dulu. Agar lambung lebih siap. Sekarang tidak ada lagi obat seperti itu. Bahan tambahan bisa membuat obat lebih sederhana," katanyi.
Demikian juga obat sirup zaman dulu. Selalu dianjurkan agar dikocok dulu. Obat sirup sekarang tidak perlu lagi dikocok. Sudah ada bahan tambahan pelarut yang menggantikan kocokan.
Ketika kasus ginjal serupa ditemukan di India dan Ghana penyebabnya ditemukan: produsennya ingin lebih berhemat. Agar bisa membuat obat dengan harga lebih murah. Agar terjangkau masyarakat miskin di sana.
Tujuannya baik, meski pelaksanaannya membahayakan.
Di satu tempat pabrik punya tujuan menghemat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: disway