Hati-hati!, Sakit Kepala Hebat Bisa Pecah Pembuluh Darah Otak
OTAK merupakan organ paling penting yang memuat susunan saraf pusat. Ketika merasakan sakit kepala apalagi sampai tak tertahankan, hal itu harus diwaspadai. Sebab bisa berujung pada pecah pembuluh darah otak atau aneurisma. Aneurisma otak merupakan kondisi dimana dinding pembuluh darah otak melebar atau menonjol (ballooning) akibat lemahnya dinding pembuluh darah tersebut. Jika aneurisma ini pecah dapat mengakibatkan kondisi fatal yaitu perdarahan otak (subarachnoid) dan kerusakan otak. Pecahnya aneurisma ini diperkirakan dialami oleh 1 orang setiap 18 menit. “Aneurisma kalau belum pecah kebanyakan tidak ada gejala. Kalau sudah pecah maka gejala utamanya adalah sakit kepala hebat, terjadi pada 70 persen pasien,†kata Direktur RS Pusat Otak Nasional (PON) dr. Mursyid Bustami, Sp.S, KIC dalam webinar, Kamis (16/9). Menurut dr. Mursyid, faktor risiko terjadinya aneurisma adalah merokok, pencandu alkohol, hipertensi dan lainnya. Namun diperkirakan sekitar 500 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. “Pecah pembuluh darah otak dapat terjadi pada siapa saja, dan umumnya sebelum pecah aneurisma tidakbergejala, sehingga dianjurkan untuk melakukan brain check- up secara rutin,†jelasnya. Dampaknya pun bisa dibilang tidak ringan. Aneurisma memang tidak selalu berujung pada kematian. Namun kualitas hidup penderitanya juga menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga. Salah satunya adalah ancaman kecacatan. “Kecacatan, perawatan, tenaga, dan biaya besar menjadi faktor penting yang perlu dipahami oleh penderitaaneurisma otak,†jelas dr. Mursyid dalam rangka Brain Aneurysm Awareness Month. Pengobatannya Head of Neurosurgeon RS Pusat Otak Nasional (PON) dr. Abrar Arham, SpBS mengatakan selain meningkatkan awareness masyarakat akan aneurisma otak ini, kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia juga harus ditingkatkan agar dapat mendeteksi dini, melakukan edukasi pencegahan. Lalu penanganan komprehensif aneurisma terutama pada penderita yang telah mengalami pecahnya aneurisma otak, atau akan lebih baik bila dapat ditangani sebelum aneurisma tersebut pecah. Menurutnya, penanganan kasus aneurisma otak ini membutuhkan kolaborasi multidisiplin melibatkan dokter bedah saraf, neurointervensionist, neurologist, intensivist, dan lain sebagainya. Di samping itu diperlukan berbagai peralatan dan fasilitas penunjang yang memadai dan mutakhir. “Agar kita dapat menangani kasus aneurisma otak dengan tingkat keberhasilan yang cukup baik,†lanjutnya. Penanganan aneurisma dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain operasi bedah mikro (clipping aneurisma) atau dengan teknik minimal invasif endovaskular (coiling aneurisma). Untuk mengevaluasi secara detail kelainan pembuluh darah otak ini, seringkali kita membutuhkan pemeriksaan DSA (Digital Subtraction Angiography), yang hasilnya dapat membantu menentukan jenis terapi terbaik untuk menangani kasus aneurisma ini. Dokter Abrar juga memaparkan teknologi minimal invasif (endovaskular) untuk tatalaksana aneurisma ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu perkembangan terkini yaitu pemasangan Cerebral Flow Diverter untuk pengobatan aneurisma yang angka keberhasilannya sangat tinggi (hingga 95 persen). Metode ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit PON dalam beberapa tahun ke belakang. “Tentu prosedurnya relatif cepat. Pasca-tindakan tidak perlu perawatan ICU. Dan bisa mengurangi lamanya rawat inap, terpenting lagi tidak ada luka sayatan sehingga nyaman untuk pasien,†katanya. (bbs/kbe)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: