Menanam Pakai Teknik Vertikultur Cocok Untuk Masyarakat Urban
MENANAM kerap jadi kendala bagi masyarakat urban. Alasan utamanya, tidak ada lahan. Kini ada teknik menanam vertikultur yang dikembangkan Komunitas Muda-Mudi Surabaya (KMS) Kelurahan Kendangsari sebagai solusinya. Sepanjang jalan di RT 6 dan RT 9, RW 3, Kelurahan Kendangsari, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, warga disuguhi pemandangan sayuran yang ditanam di dalam paralon. Ketinggiannya kurang lebih 1 meter. Sebagian sudah habis masa panen, sehingga tersisa sayuran yang masih berukuran kecil. Yang menarik, sayuran itu ditanam di lahan tidak lebih dari 1 meter. Ya, lahan kecil di pekarangan rumah warga Kelurahan Kendangsari dimanfaatkan secara optimal untuk bercocok tanam dengan teknik vertikultur. Teknik menanam yang cukup menarik sebagai solusi masyarakat perkotaan yang tidak memiliki banyak lahan kosong, tetapi ingin bisa bercocok tanam. “Metode menanam sayuran secara vertikultur ini bukan hal baru. Tren bercocok tanam dengan teknik vertikultur ini kami bawa di Kelurahan Kendangsari,†papar Zubaidullah, ketua Komunitas Muda-Mudi Surabaya (KMS) Kelurahan Kendangsari. Setiap orang dapat bercocok tanam dengan metode vertikultur. Hanya dengan lahan 30 sentimeter, warga bisa menanam kurang lebih 30 sayur. Caranya pun mudah. Hanya dengan menggunakan pot, paralon berdiameter 5 sentimeter dengan ketinggian 1 meter–1,25 meter, tanah, dan pupuk. “Paralon setinggi 1 meter bisa untuk 20 sayur. Sementara itu, paralon setinggi 1,25 meter bisa menghasilkan 28–30 sayur,†tuturnya. Tak sekadar menanam sayur, metode tanam vertikultur di pekarangan rumah juga bisa menambah estetika. Hal itu menjadi daya tarik masyarakat. Kadang, bukan hanya sayuran yang ditanam dengan metode vertikultur, tetapi juga bunga. ’’Jadi, seperti tanaman hias,’’ imbuhnya. Menurut Ubaid, sapaan karib Zubaidullah, pengembangan metode tanam vertikultur di kawasan tempat tinggalnya dimulai pada 2019. Sayuran dan bunga ditanam sendiri di pekarangan rumah dengan lahan yang sempit. Teknik tersebut juga dikembangkan anggota KMS Kelurahan Kendangsari. ’’Lalu, kami edukasi warga sekitar dengan memanfaatkan lahan-lahan di sepanjang gang rumah,’’ ucapnya. Pemkot Surabaya sendiri telah mengarahkan agar masyarakat perkotaan dapat mengolah sampah organik di rumah masing-masing menjadi kompos. Sejalan dengan gerakan itu, tim KMS Kelurahan Kendangsari mengembangkan program pengolahan sampah organik hingga menanam dengan metode vertikultur. ’’Warga bisa mengelola sampah organik menjadi kompos di rumah dan memanfaatkan pupuk itu untuk tanaman dengan metode vertikultur. Jadi lebih menarik, kan?’’ ujarnya. Ubaid mengaku juga membuat komposter. Jadi, dalam satu tempat bisa menghasilkan pupuk kompos padat, pupuk cair organik, dan sayuran sehat. ’’Lebih hemat tempat. Bisa mengelola sampah organik sendiri sekaligus menanam dalam satu tempat,’’ imbuhnya. Metode tanam vertikultur dapat dimanfaatkan untuk menanam aneka sayuran. Umumnya, warga menanam sayuran yang biasa dikonsumsi sehari-hari. Mulai selada, sawi, kangkung, bayam, tomat, cabai, bawang, hingga jagung. ’’Sayur-sayuran itu mudah dipanen sebulan sekali. Kadang lebih cepat, bergantung jenis sayurannya,’’ jelasnya. Berbeda dengan metode tanam hidroponik, metode tanam vertikultur jauh lebih mudah dan minim biaya dalam bercocok tanam sayur. Hidroponik sendiri menggunakan media air. Selain itu, dalam perawatannya, tanaman membutuhkan nutrisi yang harus dibeli dan penggunaan listrik yang cukup mahal. ’’Kalau metode vertikultur lebih murah. Hanya pot, paralon, tanah, bibit tanaman, dan pupuk bisa dengan kompos atau sisa air beras,’’ katanya. (bbs/mhs)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: