Pantesan Banyak Disyaratkan, Ternyata Pemerintah Targetkan 98 Persen Penduduk Terdaftar BPJS Kesehatan di 2024
JAKARTA – Meski ditentang banyak kalangan, tapi pemerintah tetap berupaya menjadikan kepesertaan BPJS Kesehatan jadi syarat wajib bagi masyarakat untuk mengakses ke sejumlah layanan publik. Peraturan itu sudah ditandatangani Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo pada 6 Januari 2022, dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bahkan mulai 1 Maret 2022, BPJS Kesehatan jadi syarat pengurusan jual-beli tanah, SIM, STNK, dan SKCK. Selain  untuk pengajuan usaha hingga pengurusan umrah dan haji. Bagaimana penjelasan pihak BPJS? Pihak BPJS Kesehatan menyebut, aturan ini bukan untuk mempersulit masyarakat; namun sebaliknya, justru untuk memastikan semua penduduk masuk dalam JKN. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, hingga kini, tercatat ada 56 juta peserta BPJS Kesehatan yang berstatus nonaktif. Mayoritas mereka yang bertstatus nonaktif ini karena menunggak iuran bulanan. Karena itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, aturan BPJS Kesehatan yang jadi syarat wajib pengurusan sejumlah layanan publik harus dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan, sehingga tidak semakin memberatkan masyarakat. Pemerintah menargetkan, di tahun 2024, sekitar 98 persen penduduk Indonesia sudah terdaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan. Hingga kini, lebih dari 230 juta jiwa terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan; jumlah ini mencakup 86 persen dari total penduduk Indonesia. Sebelumnya, Presiden Jokowi mengeluarkan instruksi yang menjadikan kepesertaan aktif BPJS Kesehatan sebagai syarat untuk mendapat layanan publik. Instruksi tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022. Kementerian yang bakal merealisasikan instruksi tersebut dalam waktu dekat yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Kementerian yang dipimpin Sofyan Djalil itu bakal menerapkan syarat BPJS Kesehatan dalam pengajuan peralihan hak tanah karena jual beli mulai 1 Maret mendatang. Bagaimana bila status peserta BPJS Kesehatan telah nonaktif lantaran menunggak iuran? Karena syarat yang ditentukan adalah kepesertaan aktif, maka perseorangan yang status BPJS-nya nonaktif harus membayar iuran yang menunggak tersebut. Namun, ada batas maksimal masa tunggakan iuran yang harus dibayarkan oleh peserta BPJS Kesehatan tersebut. "Tunggakan dihitung maksimal 24 bulan, jika 5 tahun, cukup dibayarkan yang 24 bulan atau 2 tahun," kata Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf kepada pers. Dicontohkan, bila seseorang merupakan peserta kelas II, besaran iuran yang dibayarkan adalah sebesar Rp 100.000. Bila ia menunggak selama lima tahun, maka iuran yang dibayarkan seharusnya adalah sebesar Rp 6 juta. Namun demikian, jumlah yang harus dibayarkan kepada BPJS Kesehatan adalah sebesar Rp 2,4 juta. Bila ternyata tidak mampu, Iqbal mengatakan peserta bisa beralih ke segmen penerima bantuan iuran (PBI). Namun demikian, tunggakan iuran tetap akan dicatat dan harus dibayarkan oleh peserta bila status kepesertaan kemudian berubah. "Bila tidak mampu, bisa beralih ke segmen PBI. Diurus persyaratannya, ketika beralih menjadi PBI tunggakan iuran tetap dicatat. Ketentuan pemutihan tunggakan belum ada regulasinya," kata dia. Syarat tunggakan iuran harus dibayar Sebelumnya, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana menjelaskan, pihaknya telah melakukan diskusi dengan BPJS Kesehatan agar proses pengaktifan kembali status kepesertaan BPJS Kesehatan bisa lebih cepat. Hal demikian dilakukan agar tidak menghambat pelayanan jual beli tanah yang mempersyaratkan kepesertaan BPJS Kesehatan di ATR/BPN. "Ada beberapa prosedur di BPJS yang akan diperbaiki, misalkan kalau keanggotaan kemarin nunggak, kemudian menjadi aktif itu saat ini masih perlu waktu 14 hari (untuk aktif kembali). Tapi akan diperbaiki sehingga akan lebih cepat," kata Sayus. Ia juga menjelaskan, sebenarnya permohonan jual-beli tanah akan tetap diterima dan diproses meski pemohon belum dapat melampirkan bukti kepesertaan BPJS Kesehatan. Ia mengatakan, bukti kepesertaan BPJS Kesehatan dalam bentuk fotokopi Kartu Indonesia Sehat (KIS) bisa dilampirkan pemohon setelah Kantor Pertanahan menyelesaikan proses pelayanan jual beli. "Apabila belum melampirkan (bukti kepesertaan BPJS Kesehatan) tidak akan kami setop, kami tetap akan terima, kemudian akan kami proses. Kemudian nanti pada saat pengambulan produk disampaikan kartu keanggotaan BPJS," pungkasnya. (bbs/red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: