KARAWANG - Keputusan Bupati (Kepbup) Tentang Penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Kabupaten Karawang Tahun 2022 terus menuai kritikan dan dianggap sangat memberatkan masyarakat pembayar pajak. Banyak warga yang kaget saat menerima surat tagihan pembayaran PBB dari Pemkab Karawang. Warga yang biasanya membayar PBB ratusan ribu, kini harus membayar jutaan rupiah. Naik ratusan persen dari tahun sebelumnya. Salah satu pemilik lahan sawah di kawasan Jalan Interchange Tol Karawang Barat mengeluh kepada KBE. Pada tahun lalu ia hanya diharuskan membayar PBB sebesar Rp 400 ribuan saja. Kini dia harus membayarnya lebih dari Rp. 4 juta. “Saya kaget, pas nerima surat tagihan yang dibarengi dengan selembaran kertas berisikan keputusan bupati,†kata sumber KBE yang meminta identitasnya tidak ditulis. Salah seorang guru yang menjadi sumber KBE -, ia juga mengeluhkan hal serupa. Ia mengatakan, tahun lalu suaminya hanya diharuskan membayar PBB untuk tanah sawahnya sebesar Rp 200 ribuan saja. Belum lama ini, ia mendapat kabar dari sang suami, uang yang harus mereka rogoh untuk membayar PBB tahun ini mencapai lebih dari Rp 2 juta. “Bukan cuma suami saya yang kaget. Kakak saya juga sama, karena harus bayar PBB Rp 4 jutaan, biasanya cuma 400 ribu,†kata dia. Menanggapi banyaknya keluhan dari masyarakat, pemerhati kebijakan publik yang juga menjabat sebagai Ketua LKBH Djoeng Indonesia Kabupaten Karawang M. Jovianza T, SH. menyebut, keputusuan Bupati Karawang, Cellica Nurrchadiana menaikan/menyesuaikan NJOP PBB sangat menyakiti dan membebani perasaan masyarakat atau wajib pajak. Di tengah kondisi yang serba sulit akibat dampak pandemi, kenaikan/penyesuaian NJOP PBB yang mencapai ratusan persen, kata Jovi, bukan meringankan beban warga, sebaliknya justru pemerintah daerah menambah beban masyarakat kecil. “Saya kesulitan mencari istilah lain untuk merespons aturan ini, kecuali dengan istilah ini kebijakan sadis,†kata Jovi. Jovi menyebut, kenaikan NJOP PBB yang tinggi pernah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta semasa dipimpin Basuki Tjahja Purnama alias Ahok sebesar 240%. Namun saat itu, kata Jovi, selain Ahok melakukannya di ibu kota yang relatif ekonomi masyarakatnya lebih baik dari Karawang, juga dalam situasi ekonomi yang normal. “Itu kebijakan Ahok juga sadis. Tapi ini lebih sadis karena dilakukan saat kondisi ekonomi masyarakat sedang kurang baik terdampak pandemi. Belum lagi jika kita sandingkan kebijakan ini dengan fakta bahwa Karawang disebut oleh wapres jadi salah satu kabupaten yang masih banyak warganya berstatus miskin ekstrem, sangat kontras sekali landasan etis kebijakan ini disusun abai melihat realita masayarakat yang memang sedang kesulitan,†kata Jovi. Jovi menilai menaikan NJOP PBB di situasi saat ini, memberikan dampak buruk bagi kepuasan masyarakat atas kinerja Pemkab Karawang, khususnya kepada bupati yang sudah meneken aturan. “Jelas ini bakal jadi presden buruk dan mencitrakan keputusan bupati justru menyengsarakan masyarakat. Bagiamana jika nanti protes masyarakat membesar, dapat memicu salahkan masyarakat melanggar prokes karena demo ke kantor bupati,†kata Jovi. “Tinggal kita lihat kebijakan ini yang untung siapa, pemkab saja kah? Atau ada pihak lain yang diuntungkan misal pengusaha. Yang jelas masyarakat kecil terbebani,†kata dia. Jovi juga meminta kejaksaan untuk memanggil bupati untuk menglarifikasi penyebab dan dasar pemkab menaikan/menyesuaikan NJOP PBB di tengah kondisi masyarakat sedang mengalami kesulitan ekonomi akibat terdampak pandemi. Terlebih, sejauh ini kabupaten/kota di Jawa Barat, justru hanya di Karawang saja yang berani menaikan/menyesuaikan NJOP PBB. “Sudah sepatutnya pihak kejaksaan segera memanggil bupati untuk menyelidiki penyebab keputusan bupati menaikan/menyesuaikan NJOP PBB tahun 2022, apakah ini dinaikan/disesuaikan karena ada unsur untuk kepentingan tertentu, misalnya pengusah lokal yang memang diuntungkan dari adanya kebijakan ini. Kalau ada dugaan pelanggaran, tentunya jaksa bisa menindaklanjuti. Di daerah lain, khususnya di Jawa Barat tidak ada terdengar tuh kenaikan seperti di sini,†ujar pria yang juga berpofesi sebagai advokat muda ini. Di sisi lain, Jovi menilai, kebijakan ini juga bisa menuai protes yang besar dari masyarakat, secara politis yang paling terkena getahnya, kata Jovi yakni Wakil Bupati Karawang, Aep Syaepulloh. Meski yang meneken keputusan bupati, Cellica sendiri, tapi publik bakal beranggapan ini pun kebijakan wabup. “Kalau secara politis, harusnya yang paling dirugikan pak wabup. Beliau kan yang masih punya jalan buat nyalon lagi, jangan sampai nanti kebijakan ini malah jadi membebani jalan politik pak wabup ke depan,†katanya. Sekedar informasi, saat ini Pemkab Karawang telah menaikan/menyesuaikan NJOP melalui Keputusan Bupati No 973/Kep.502-Huk/2021 Tentang Penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Kabupaten Karawang Tahun 2022. Padahal di tengah pandemi kenaikan itu dinilai sangat meresahkan masyarakat yang harus membayar lebih mahal Pajak PBB dan Pajak BPHTB terkait dengan peralihan jual beli tanah dan/atau bangunan. (bbs/mhs)
PBB Naik Ratusan Persen, Pemerhati: Cellica Lebih Sadis dari Ahok
Minggu 20-03-2022,02:26 WIB
Editor : redaksimetro01
Kategori :