[caption id="attachment_62307" align="alignleft" width="279"] Alex Sukardi, Sekretaris Apdesi Karawang.[/caption]
KARAWANG- Munculnya surat Keputusan Bupati (Kepbup) Tentang Penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Kabupaten Karawang  Tahun 2022, telah menyulut amarah para kepala desa.
Bahkan, Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Karawang, mengancam akan melakukan aksi di Kantor Bupati Karawang, pada Rabu, (23/3) lusa.
Kepada KBE, Sekertaris Apdesi Karawang, Alex Sukardi mengungkapkan, kebijakan menaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) ditengah kesulitan ekonomi dan pandemi bukanlah kebijakan yang tepat.
Menurut Alex, Bupati Cellica seperti tidak mengerti kondisi masyarakatnya yang sedang mengalami kesulitan secara ekonomi. Apa lagi, nilai kenaikan PBB yang dipatok dalam Kepbup itu dianggap tak masuk akal karena mencapai ratusan persen.
"Tolonglah ibu bupati, kenaikan PBB ini ditunda dulu lah. Kalau pun naik, nilainya jangan terlalu besar sampai ratusan persen begitu," kata Alex, Senin, (21/3/2013).
Alex menuturkan, Apdesi Karawang telah sepakat untuk menolak kebijakan ini karena dianggap memberatkan. Saat ini, Apdesi Karawang sedang berkoordinasi dengan DPRD Karawang untuk melakukan rapat dengar pendapat terkait permasalahan ini.
Kata Alex, seharusnya kebijakan strategis semacam ini disosialisasikan dulu secara mendalam kepada masyarakat. Bahkan, lanjut Alex, seharusnya sebelum mengeluarkan Keputusan Bupati. Cellica perlu melakukan studi ke bawah untuk mengetahui keadaan masyarakatnya, sebelum membuat kebijakan menaikan PBB.
"Jangan seolah-olah ibu bupati otoriter. Langsung terapkan sekian dan rakyat harus nurut," kata Alex saat diwawancara KBE lewat telepon.
"Harusnya lempar wacana dulu ke bawah, liat dulu daya terima masyatakat di tengah-tengah kesulitan seperti ini, setelahnya baru laksanakan kebijakan itu," tegasnya.
Di sisi lain, Kepala Desa Rawagempol Wetan, Kecamatan Cilamaya Wetan, Udin Abdulgani menyebut, kebijakan yang dilempar Bupati Cellica ditengah kesulitan ekonomi warga Karawang dianggap bertolak belakang dengan janji kampanyenya dua tahun lalu.
Menurut Udin, Cellica seperti tutup mata melihat kesulitan yang sedang dialami warganya, khususnya para petani. Kata Udin, kebijakan kenaikan PBB dimasa sulit ini akan berdampak buruk. Tidak hanya untuk Pemerintah Kabupaten Karawang, tapi juga bagi para kepala desa.
"Kalau kebijakan ini dipaksakan, saya yakin masyatakat akan gaduh. Bahkan, sudah ada warga yang mengancam tidak mau bayar pajak karena dianggap terlalu mahal," kata Udin.
Kenaikan PBB ini, kata Udin, tidak bisa diterima karena terlalu tinggi. Apa lagi bagi para petani yang sedang dicekik murahnya harga gabah dan mahalnya harga pupuk. Biasanya, PBB untuk satu hektare sawah di Cilamaya dipatok Rp. 100 ribu. Saat ini hampir menyentuh Rp. 500 ribu per hektare.
"Naiknya hampir Rp. 400 persen, ini kan tidak masuk akal. Dasarnya apa harus naik sedemikian besar? Apakah ini kebijakan ibu bupati? Atau pemerintah pusat?," kata Udin bertanya.
"Kalau ini hanya keputusan bupati, artinya ibu bupati keterlaluan," tandasnya.
Ditanya soal rencana aksi, Udin mengaku sudah mendapat perintah dari jajaran pengurus Apdesi Karawang. Dalam waktu dekat, ratusan kades di Karawang bakal mengepung kantor bupati untuk mempertanyakan dasar kebijakan tersebut.
Selain itu, aksi yang rencananya akan digelar Rabu, (23/3) lusa, bertujuan untuk mengusulkan permohonan masyatakat desa. Untuk menunda kebijakan kenaikan PBB, karena saat ini mayoritas masyarakat di desa sedang kesulitan secara ekonomi.
"Kami meminta Ibu Bupati untuk menunda kebijakan ini, alasannya jelas, karena sangat memberatkan bagi masyatakat desa yang sedang kesulitan ekonomi," ujar Udin yang juga menjabat Humas di Apdesi Karawang.
"Kalau ibu bupati tidak mengindahkan permohonan kami, Apdesi Karawang akan menggelar aksi yang lebih besar," tegasnya.
Banyak Warga Kaget
Sebelumnya banyak warga yang kaget saat menerima surat tagihan pembayaran PBB dari Pemkab Karawang. Warga yang biasanya membayar PBB ratusan ribu, kini harus membayar jutaan rupiah. Naik ratusan persen dari tahun sebelumnya.
Salah satu pemilik lahan sawah di kawasan Jalan Interchange Tol Karawang Barat mengeluh kepada KBE. Pada tahun lalu ia hanya diharuskan membayar PBB sebesar Rp 400 ribuan saja. Kini dia harus membayarnya lebih dari Rp. 4 juta.
“Saya kaget, pas nerima surat tagihan yang dibarengi dengan selembaran kertas berisikan keputusan bupati,†kata sumber KBE yang meminta identitasnya tidak ditulis.
Salah seorang guru yang menjadi sumber KBE -, ia juga mengeluhkan hal serupa. Ia mengatakan, tahun lalu suaminya hanya diharuskan membayar PBB untuk tanah sawahnya sebesar Rp 200 ribuan saja. Belum lama ini, ia mendapat kabar dari sang suami, uang yang harus mereka rogoh untuk membayar PBB tahun ini mencapai lebih dari Rp 2 juta.
“Bukan cuma suami saya yang kaget. Kakak saya juga sama, karena harus bayar PBB Rp 4 jutaan, biasanya cuma 400 ribu,†kata dia.
Disebut Lebih Kejam dari Ahok
Menanggapi banyaknya keluhan dari masyarakat, pemerhati kebijakan publik yang juga menjabat sebagai Ketua LKBH Djoeng Indonesia Kabupaten Karawang M. Jovianza T, SH. menyebut, keputusuan Bupati Karawang, Cellica Nurrchadiana menaikan/menyesuaikan NJOP PBB sangat menyakiti dan membebani perasaan masyarakat atau wajib pajak.
Di tengah kondisi yang serba sulit akibat dampak pandemi, kenaikan/penyesuaian NJOP PBB yang mencapai ratusan persen, kata Jovi, bukan meringankan beban warga, sebaliknya justru pemerintah daerah menambah beban masyarakat kecil.
“Saya kesulitan mencari istilah lain untuk merespons aturan ini, kecuali dengan istilah ini kebijakan sadis,†kata Jovi.
Jovi menyebut, kenaikan NJOP PBB yang tinggi pernah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta semasa dipimpin Basuki Tjahja Purnama alias Ahok sebesar 240%. Namun saat itu, kata Jovi, selain Ahok melakukannya di ibu kota yang relatif ekonomi masyarakatnya lebih baik dari Karawang, juga dalam situasi ekonomi yang normal. Â (wyd/red)