Kisah Ramdani, 16 Tahun Hidup ‘Dikentuti’ Terminal BBM Pertamina

Selasa 07-06-2022,01:00 WIB
Editor : redaksimetro01

RUMAH Ramdani, percis berada di belakang tembok pembatas antara pemukiman warga dan PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran III, Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM. Dia selama 16 tahun memilih bertahan di rumahnya sampai Pertamina memenuhi tuntutan warga untuk membeli lahan warga dengan harga yang layak. Jika saja sewaktu-waktu ada kecelakaan kerja yang menagkibatkan kebakaran, rumah Ramdani kemungkinan menjadi bangunan pertama milik warga yang dilahap di jago merah.  "Pernah dengar, kalau pertamina ini kebakaran bisa sampai ke Bekasi. Dan kami jadi yang pertama kena dampak," kata dia kepada KBE. Ramdani bercerita, 16 tahun lalu, banyak familinya yang memiliki rumah satu kampung dengan dia. Di Kampung Babakan Bogor. Namun perlahan satu persatu keluarganya memilih cabut dari kampung karena tidak kuat terus-terusan menghirup bau bensin. Lokasi rumah keluarganya percis di tanah yang kini berdiri menjadi tembok pembatas bangunan milik Pertamina dan pemukiman warga.  "Dulu di dalam tembok ini saudara-saudara saya tinggal, sekarang sudah pindah ke Payuyon dan di luar kecamatan," kata Ramdani. Soal bau bensin, Ramdani menceritakan sudah menjadi ‘sarapan’ dia dan keluarga setiap harinya. "Bau sudah pasti, awalannya pusing mual sekarang mah sudah biasa, ya gimana lagi a, rumah pas banget dibelakang pertamina," keluh Ramdani. Warga sendiri bukan tanpa perlawanan. Pada tahun 2015 lalu, saat PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran III, Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) membangun kalang atau penampungan baru, warga di sana kompak menggeruduk Pertamina karena dibangun tanpa sepengetahuan dan seizin warga. "Yang dibelakang tembok ini, sempet di demo warga waktu itu. Dibangun penampungan minyak baru," kata Ramdani. "Mau pindah buat hindari bau, ya juga bingung pertamina gak lakuin pembebasan lahan, wajar kalau harga tinggi, kami lebih dulu tinggal di sini", timpal dia. Dua tahun yang lalu, dia melakukan komunikasi terhadap pertamina mengenai tingginya tembok yang menutupi rumahnya sehingga menimbulkan hawa panas. Pada saat pembobokan, tumpahan tembok menjatuhi ke rumahnya. Dirinya pun pernah di datangi oleh pihak pertamina dan berjanji untuk memberikan kompensasi terhadap kerugian atas tumpahan bobokan tembok, tapi kompensasi itu tak pernah dirasakan olehnya. "Gak pernah ada kompensasi waktu ngebobok tembok jadi kawat pembatas, mana sampai sekarang gak ada," kata Ramdani.  (*)

Tags :
Kategori :

Terkait