Oleh: Junita Intan Pradana PENDIDIKAN merupakan upaya secara sadar dan direncanakan dalam membuat kondisi belajar dan tahapan pembelajaran supaya anak didik bisa aktif dalam mengembangkan kreativitas untuk mempunya kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan berakhlak mulia serta keterampilan yang dibutukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Hal ini menjadi gambaran bahwa pendidikan itu sangat penting dalam mengubah pola pikir tradisional menjadi yang modern yang bisa mensejahterakan masyarakat luas. Posisi tersebut sekaligus mengisyaratkan butuh adanya kenaikan mutu pembelajaran di tingkat pendidikan baik itu PAUD/TK SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Upaya dalam menaikkan kualitas pendidikan tiap tingkatan bisa terlaksana dan seperti yang diharapkan sesuai yang diinginkan jika tahapan pembelajaran berlangsung dalam kondisi kelas yang kondusif dan diajar dengan guru yang ahli sesuai bidangnya. Terlaksananya kesetaraan dan keadilan gender bisa dilihat tidak adanya diskriminasi baik laki-laki maupun perempuan, sehingga mereka akses, peluang berpartisipasi dan control atas pembangunan dan mendapatkan manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Secara historis terjadi dominasi laki-laki dalam lapisan masyarakat mengikuti zaman, dianggap perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Dari sinilah doktrin ketidaksetaraan baik laki-laki dan perempuan. Ketidaksetaraan itu bisa dilihat dari: a. Marginalisasi pada perempuan. Marginalisasi adalah menggeser perempuan kepinggiran. Perempuan dikatakan lemah, kurang rasional dan tidak berani, akibatnya perempuan dicap tidak bisa memimpin. Seperti: a) pada tahapan pembangunan perempuan diajak mengeluarkan pendapat tapi pendapatnya tidak didengarkan, b) dalam keluarga hanya laki-laki yang menjadi kepala keluarga, c) pada diri perempuan muncul rasa tidak mampu, lemah, menyingkirkan diri sendiri karena kurang percaya diri. b. Steorotip masyarakat pada perempuan. Pemikiran streorotip masyarakat adalah pembakuan diskriminasi baik laki-laki serta perempuan. Perempuan dan laki-laki sudah memiliki sifat masing-masing yang sepantasnya, sehingga tidak bisa dilihat dari kodrat yang sudah ada. Seperti: a) semau keperluan rumah tangga diberikan pada istri, b) banyak perempuan bekerja tidak sesuai tanpa memperdulikan keahlian yang dipunya, c) apabila perempuan diperkosa maka perempuan yang menanggung karena tugas perempuan hanya di rumah. c. Subsordinasi pada perempuan. Pikiran ini berkedudukan perempuan dan kemampuannya dibawah laki-laki akibatnya laki-laki menganggap jika perempuan merupakan pembantu nomor dua sosok bayangan dan tidak berani mempertontonkan keahlian sebagai pribadi. Laki-laki beranggapan jika perempuan tidak bisa berfikir. d. Beban ganda pada perempuan. Pekerjaan yang dikasih oleh perempuan sangat lama mengerjakannya apabila dikasih laki-laki karena perempuan bekerja disektor publik yang masih mempunyai tugas pekerjaan rumah yang tidak bisa dikasih ke asisten rumah tangga meskipun asisten rumah tangga sama-sama perempuan. e. Kekerasan pada perempuan. Kekerasan pada perempuan bisa seperti kekerasan psikis, misalnya: pelecehan, hubungan intim di khalayak ramai, bercanda yang melecehkan wanita. Dan kekerasan fisik, misalnya : pembunuhan, perkosaan, serta penganiayaan terhadap perempuan dan masih banyak lagi. Nilai kemanusiaan terlaksana apabila terdapat pemerataan yang tidak mengalami bias gender. Masalah pendidikan baik wanita dan laki-laki harus sama rata. Anak perempuan sebagaimana anak laki-laki memiliki hak dan peluang yang sama dalam meraih pendidikan ke perguruan tinggi. Pendidikan wajib menyentuh keperluan relevan mengikuti perkembangan zaman, yakni mutu yang mempunyai keimanan dan hidup dalam ketaqwaan yang kuat, mengenali, dan meresapi adat dan istiadat bangsa, berpikiran luas, mandiri dan lain sebagainya. Wanita dalam pendidikan didorong supaya memperoleh mutu tersebut tepat dengan taraf keahlian dan bidangnya. (*)
Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan
Minggu 17-04-2022,11:30 WIB
Oleh: redaksimetro01
Kategori :