Pahami Maksud-Maknanya, Berikut Sejarah Salat Tarawih dan Artinya
SALAT tarawih hanya dilakukan umat muslim usai salat isya di Bulan Ramadan, tidak ditemukan pada sebelas bulan lainnya. Berikut sejarah tarawih dan artinya. Sejarah tarawih berasal dari bahasa Arab yang artinya “beristirahatâ€, yang mengacu istirahat di antara empat rakaat atau dua rakaat. Secara harfiah kata tarawih dalam bahasa Arab biasa disebut Tarweeha, Teraweh, Taraweh, atau Tarwih. Sejumlah ulama memiliki perbedaaan mengenai jumlah salat tarawih, beberapa mengatakan 8, 20 atau bahkan 36. Meski begitu, semua tetap dianggap benar. Kembali pada kemantapan masing-masing hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT, sesuai sunnah Rasul SAW. Salat tarawih adalah salah satu amalan dalam menghidupkan setiap malam di Bulan Ramadan atau disebut Qiyamu Ramadan. Hukum melaksanakannya adalah sunnah mu’akkadadah atau salat sunnah yang sangat dianjurkan. Baik bagi laki-laki maupun perempuan. Banyak anjuran yang tertuang dalam hadis mengenai salat tarawih bagi semua umat Islam, termasuk berikut ini: “Dari Abi Hurairah radliyallahu ‘anh Rasulullah SAW gemar menghidupkan bulan Ramadan dengan anjuran yang tidak keras. Beliau berkata: ‘Barangsiapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadhan hanya karena iman dan mengharapkan ridha dari Allah, maka baginya di ampuni dosa-dosanya yang telah lewat,†(HR Muslim). Tak ada kewajiban untuk melakukan salat tarawih secara berjamaah, karena termasuk amalan sunnah, maka dilaksanakan berdasarkan kaidah salat sunnah.
Sejarah Salat Tarawih
Kebiasaan menunaikan salat Tarawih berjamaah telah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Meski kala itu belum muncul istilah ‘Tarawih’. Pada saat itu, sejarah tarawih disebut Qiyam Ramadan, ibadah yang menghidupkan Bulan Suci Ramadan di setiap malamnya. Sedangkan istilah tarawih mulai dipakai oleh jumhur ulama untuk menyebutkan salat sunah di malam Ramadan. Waktu pelaksanaannya sejak selepas salat Isya’ hingga terbit fajar. Sejarah tarawih ini dikerjakan oleh Nabi SAW pada tanggal 23 Ramadhan tahun kedua hijriah. Kala itu Rasulullah SAW mengerjakannya tidak selalu di masjid, melainkan sesekali di rumah. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist berikut: “Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin radliyallahu ‘anha, sesungguhnya Rasulullah pada suatu malam sholat di masjid, lalu banyak orang sholat mengikuti beliau. Pada hari ketiga atau keempat, jamaah sudah berkumpul (menunggu Nabi) tapi Rasulullah SAW justru tidak keluar menemui mereka.†Pagi harinya beliau bersabda, “Sunguh aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidak datang ke masjid karena aku takut sekali bila sholat ini diwajibkan pada kalian. Sayyidah ‘Aisyah berkata, hal itu terjadi pada bulan Ramadhan.†(HR Bukhari dan Muslim). Hadis tersebut menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melaksanakan salat Tarawih di awal bulan Ramadan. Namun setelah melihat antusiasme para sahabat yang begitu tinggi, Rasul justru mengurungkan niat ke masjid. Hal itu menurut jumhur ulama, pertama, beliau khawatir, bila sewaktu-waktu Allah turunkan wahyu yang mewajibkan salat tarawih kepada umatnya. Tentu akan memberatkan umat di generasi berikutnya yang belum tentu memiliki semangat beribadah yang sama dengan para sahabat kala itu. Kedua, mungkin Nabi SAW khawatir menimbulkan salah persepsi di kalangan umat bahwa salat Tarawih itu wajib karena perbuatan baik. Sebagaimana diterangkan dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari: “Sesungguhnya Nabi ketika menekuni suatu amal kebaikan dan diikuti umatnya, maka perkara tersebut telah diwajibkan atas umatnya.†Kesimpulan dari para ulama, langkah Nabi SAW tersebut menunjukkan betapa sayang dan bijaksananya beliau terhadap umat. Bahkan dalam hadis di atas, tidak disebutkan secara rinci bilangan rakaat dan ketentuan rakaat salat tarawih. Sayyidina Umar bin Khattab dan mayoritas sahabat lainnya di masa itu menunaikan salat Tarawih dengan jumlah rakaat 20, belum termasuk witir. Bahkan telah disepakati oleh umat muslim. Kesepakatan tersebut hadir dari mayoritas ulama salaf dan khalaf. Bahkan masih lestari hingga saat ini. Selain itu, telah menjadi ijma’ sahabat dan seluruh ulama mazhab, yakni Syafi’i, Hanafi, Hanbali, dan mayoritas mazhab Maliki. Sementara di kalangan mazhab Maliki masih ada ikhtilaf atau perbedaan pendapat. Disebutkan jumlah rakaat antara 20 hingga 36 rakaat. Berdasar hadist riwayat Imam Malik bin Anas ra bahwa Imam Darul Hijrah Madinah berpendapat, salat tarawih itu lebih dari 20 rakaat: “Saya dapati orang-orang melakukan ibadah malam di bulan Ramadhan, yakni shalat tarawih, dengan tiga puluh sembilan rakaat yang tiga adalah shalat witir.†Bahkan sebelumnya pernah ada para sahabat yang memilih menunaikan salat Tarawih secara munfarid. Baik di masjid maupun di rumah. Ada juga yang melaksanakan salat 8 rakaat, baru kemudian menyempurnakan di rumahnya. Hingga Umar bin Khattab berinisiatif mengompakkan umat melalui jamaah di masjid. Seperti dijelaskan dalam hadis berikut ini: “Dari ‘Abdirrahman bin ‘Abdil Qari’, beliau berkata: “Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjamaah.†Lalu Sayyidina Umar berkata: “Saya punya pendapat andai mereka aku kumpulkan dalam jamaah satu imam, niscaya itu lebih bagus.†Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata, ‘Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjamaah),†(HR Bukhari). Keputusan Umar bin Khattab disambut baik oleh umat Islam. Apalagi mengingat kredibilitas beliau yang dipuji langsung oleh Nabi Muhammad SAW. “Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran melalui lisan dan hati umar.†(HR. Turmudzi). Ditambah lagi, diperkuat dengan sabda Nabi SAW berikut: “Dari Hudzaifah radliyallahu ‘anh, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Ikutilah dua orang setelahku, yakni Abu Bakar dan Umar,†(HR Turmudzi). (brd/mdk)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: