FSGI Dukung Disdik Larang Siswa Bawa Mainan Lato Lato di Sekolah, Ini Alasannya

FSGI Dukung Disdik Larang Siswa Bawa Mainan Lato Lato di Sekolah, Ini Alasannya

lato-lato dari bahasa yahudi--

Dikatakan Retno, permainan lato lato ketika dimainkan bersama-sama tanpa pengawasan yang baik dari orang dewasa di sekitar anak bisa saja menimbulkan kehebohan dan memicu terjadinya kekerasan antar sesama anak. 

BACA JUGA: 2 Tewas, Lima Anggota Keluarga Tergeletak Mulut Berbusa di Kontrakan di Ciketing

“Selain itu, jika lato lato dimainkan terus menerus berpotensi bolanya pecah atau terlempar dan melukai pemain dan anak lain di sekitarnya,” imbuhnya.

Sementara itu Heru yang juga Kepala SMPN di Jakarta mengatakan sesuai dengan pasal 12 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Yang prinsipnya mewajibkan Satuan Pendidikan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan minat, bakat, potensi dan kemampuan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mencerdaskan kehidupan bangsa.

BACA JUGA: 2 Tewas, Lima Anggota Keluarga Tergeletak Mulut Berbusa di Kontrakan di Ciketing

“Memfasilitasi peserta didik tentunya harus nyambung dengan tujuan pembelajaran dan kurikulum yang ditetapkan pemerintah melalui Kemendikbudristek. Lato lato bukanlah alat pembelajaran dalam kurikulum pendidikan nasional,” ungkapnya.

Mansur, Wakil Sekjen FSGI, menambahkan, sesuai pasal 50 dalam KUHP, di mana pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan ketentuan UU.

BACA JUGA: 5 Keluarga Diduga Keracunan di Bekasi, Begini Kronologisnya!

Dan bagi pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan yang melakukan perintah UU untuk melindungi anak-anak dan mencapai tujuan pembelajaran dan kurikulum yang diatur dalam UU Sisdiknas tidak boleh dipidana. 

“SE Dinas Pendidikan adalah untuk mencegah peserta didik mengalami kekerasan, luka/cedera akibat permainan lato lato,” imbuhnya.

BACA JUGA: Kinerja DPPKB Karawang Dipuji Presiden, Ternyata Karena Keberhasilan Ini!

Dia menyatakan, seharusnya KPAI sebagai lembaga pengawas mendukung, bukan malah bertindak sebaliknya yang justru berpotensi mencelakakan anak dan tidak tercapainya tujuan pembelajaran dan kurikulum.

Sementara itu Fahriza Marta Tanjung, Wakil Sekjen FSGI yang juga Kepala SMKN di Deli Serdang, menuturkan bahwa mengembalikan anak bukan berarti memberikan segalanya yang mereka mau. 

BACA JUGA: Merasa di PHP, Penyuluh Agama Islam Pertanyakan Janjikan Insentif Tambahan Bupati Karawang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: