Status Hukum Pejabat yang Kembalikan Uang Terkait Kasus Wali Kota Bekasi Non-Aktif Dipertanyakan?
Foto ilustrasi kasus wali Kota bekasi non aktif Rahmat Effendi--
KOTA BEKASI - Pengamat Kebijakan Publik, Agung Ragil mempertanyakan tindaklanjut dari sejumlah pejabat di KOTA BEKASI yang mengembalikan uang terkait kasus yang menjerat wali kota non-aktif Rahmat Effendi.
Diketahui bahwa ada tiga pejabat di Kota Bekasi telah mengembalikan uang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca penangkapan Rahmat Effendi pada awal tahun 2022.
Mereka adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi, Reny Hendrawati, mantan Ketua DPRD Chairoman J Putro dan Kasi Datun Kejaksaan Negeri Kota Bekasi inisial AL melalui bendahara.
BACA JUGA:Raperda Jaringan Utilitas Terpadu Kota Bekasi Tahap Finalisasi
"Sejumlah uang diduga hasil gratifikasi dikembalikan Reny dan Choiruman saat diperiksa sebagai saksi oleh Penyidik KPK di Gedung Merah Putih akan tetapi sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya" ujar Ragil, pada Minggu (13/11/2022).
Perihal itu menjadi tanda tanya kami, sambung Ragil, sebagai masyarakat Kota Bekasi, uang yang dikembalikan oleh Mantan Ketua DPRD, Sekda dan Bendahara Kejaksaan ini uang apa?
BACA JUGA:Pelapor Dugaan Pungli PTSL Dikabarkan Telah Cabut Laporan, Tapi Penyidikan Terus Berlanjut
Menurutnya ditilik dari yang dikembalikan oleh mereka, patut diduga jika uang itu adalah masuk unsur gratifikasinya.
Ragil pun memberi ilustrasi bahwa pada saat Wali Kota Bekasi non aktif Rahmat Effendi yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada tanggal 5 Januari 2022, uang yang dikembalikan oleh mereka rata-rata setelah Pepen tertangkap.
BACA JUGA:Miris, Program PTSL di Jatimurni Diduga Jadi Bancakan Oknum ASN
"Begitu pun di lilihat dari hitungan sudah 43 hari berdasarkan hitungan kalender, dan itu pun mungkin menurut saya sudah lebih dari 43 hari sejak uang itu diberikan kepada mereka-mereka (mantan Ketua DPRD, Sekda Kota Bekasi dan oknum Kejaksaan) kali iyaa," terang Ragil.
Padahal mengacu pada Pasal 12B dan 12C UU Nomor 20 Tahun 2001 tanggal 21 November 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
BACA JUGA:Buka Porprov XIV Jabar di Ciamis, Wagub Ingatkan Persiapan PON XXI 2024
Mengatur mengenai delik gratifikasi mengatur ancaman pidana bagi setiap pegawai negeri/penyelenggara negara yang menerima segala bentuk pemberian yang tidak sah dalam pelaksanaan tugasnya, atau yang diistilahkan sebagai gratifikasi yang dianggap suap dan tidak melaporkannya pada KPK dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: