Ihsanudin: Memilih Pemimpin di Pilkada Lihatlah Rekam Jejaknya, Gagasannya dan Kemampuan Eksekusi

Ihsanudin: Memilih Pemimpin di Pilkada Lihatlah Rekam Jejaknya, Gagasannya  dan Kemampuan Eksekusi

Ihsanudin M.Si, Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jabar.--

KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID-  Pilkada serentak sebentar lagi. Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jawa Barat yang juga Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Barat Ihsanudin memberikan pandangan soal calon pemimpin yang akan dicalonkan parpol dan dipilih rakyat.

Menurut Ihsanudin, memilih seorang pemimpin harus didasari banyak hal, mulai dari rekam jejak, pengalaman atau prestasi dan juga harus pro rakyat, hingga gagasan yang ditawarkan bagi kemakmuran rakyat ke depan. 

Rekam jejak seorang calon pemimpin harus dilihat apakah ia punya pengalaman dan memiliki integritas, memiliki kapasitas (berkemampuan memimpin dan berani mengeksekusi program), dan juga punya kecukupan finansial untuk kepentingan kampanye dan operasional pemenangan.

BACA JUGA:Sebanyak 90 Orang Ketua RT/RW di Kecamatan Cikarang Selatan Dibina

Ihsanudin juga mengungkapkan, calon pemimpin daerah juga harus berkomitmen menolak money politics. Kenapa money politics harus ditolak? 

“Karena politik uang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak integritas sistem demokrasi. Bahaya politik uang sangat serius karena dapat mengakibatkan terpilihnya pemimpin yang tidak kompeten atau tidak bermoral, yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap masyarakat secara keseluruhan,” paparnya.

Dijelaskan, politik uang merusak prinsip dasar demokrasi, yaitu pemilihan umum yang bebas dan adil. Dalam sistem demokrasi yang sehat, pemilih seharusnya menentukan pilihannya berdasarkan program kerja, visi, dan integritas calon. 

BACA JUGA:KPU Kabupaten Bekasi Resmi Lantik 561 Panitia Pemungutan Suara untuk Pilkada 2024

Namun, dengan adanya politik uang, keputusan pemilih dapat dipengaruhi oleh iming-iming uang atau barang, sehingga pilihan tersebut tidak lagi mencerminkan kehendak yang sesungguhnya.

“Politik uang cenderung melahirkan pemimpin yang korup. Kandidat yang mengandalkan uang untuk memenangkan pemilihan cenderung memiliki motif untuk mengembalikan investasi mereka setelah terpilih. Ini bisa memicu berbagai bentuk korupsi, mulai dari penyalahgunaan anggaran negara hingga menerima suap untuk keputusan-keputusan penting. Akibatnya, pelayanan publik menjadi buruk dan tidak efisien,” tambah mantan aktivis PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) ini.

Selain itu dikatakan Ihsanudin, bahaya politik uang  dapat memperparah ketimpangan sosial dan ekonomi. Ketika kandidat yang kaya menggunakan kekayaannya untuk membeli suara, mereka yang kurang mampu akan semakin tersisih dari proses politik. 

BACA JUGA:Langkah Strategis Pemkab Purwakarta agar Semakin Banyak Komoditas Unggulan Pertanian Mendunia

Ini menciptakan siklus ketidakadilan di mana hanya mereka yang memiliki sumber daya besar yang dapat bertahan dan berkembang dalam dunia politik, sementara masyarakat miskin semakin terpinggirkan.

“Ketika masyarakat melihat bahwa suara mereka dapat dibeli, mereka akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem demokrasi dan pemerintah yang ada. Ini dapat menyebabkan apatisme politik, di mana warga negara tidak lagi tertarik untuk berpartisipasi dalam proses politik, karena merasa suaranya tidak berarti,” ungkapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: