H. Aep Syaepuloh Dalam Kacamata Kiai (5)

H. Aep Syaepuloh Dalam Kacamata Kiai (5)

Bupati Aep Syaepuloh Unggul Telak dalam Simulasi Pilkada Karawang 2024--

"Agama Manut Kiai, Politik Manut Hati”.

Oleh : Jaa Maliki

KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID - Pondok Pesantren Al-Burdah merupakan salah satu Pesantren yang berlokasi di Jalan Syekh Quro, Dusun Kecemek, Desa Bayur Kidul, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang. Pesantren ini secara khusus mendidik santri dari kalangan anak yatim/piatu  dan  beberapa santri  dari kalangan  keluarga kurang mampu (dhu’afa).Sebagaimana santri di pesantren lainnya,  para santri di pesantren Al-Burdah ini  didorong oleh keinginan yang kuat untuk tertanamnya akhlaq karimah dan mendapatkan pendidikan ilmu pengetahuan Islam.

Pesantren ini didirikan pada tahun 2001 yang merupakan pengembangan rintisan pengajian anak-anak di kampung Kecemek dan sekitarnya pada Tahun 1990, didirikan oleh KH. Drs. Aning Amrullah alumni Pondok Pesantren Al-Mardhiyah Cileunyi Bandung.

Kiai Aning begitu orang-orang memanggilnya, mulai mengajar anak-anak dan masyarakat sejak usia masih remaja di kampungnya sendiri, kampong Jarong Desa Kiara, dan karena kebaikan hati dan pengetahuan keislamannya telah membuatnya menjadi tokoh masyarakat. Dalam pengembangan pesantren  dan mengajar santrinya, Kiai Aning dibantu oleh anak tertua dari empat bersaudara, Dr. (cand) Abdul Muhyi, yang juga merupakan dosen di salah satu Perguruan Tinggi di Karawang.

BACA JUGA:Keren, Siswa SMK PGRI Telagasari Bisa Belajar ke Luar Negeri

BACA JUGA:Tren 'Injak Mobil Bupati Karawang' Sedang Viral Dikalangan Milenial Karawang

Meskipun kesederhanaan mewarnai kehidupan Pesantren Al-Burdah, namun Pendidikan pesantren tidaklah sederhana, karena pelajaran yang diajarkan terdiri dari bahasa arab dasar, tata bahasanya, fiqh dan akidah. Di pesantren Al-Burdah ini, Kiai Aning dan putranya,  Abdul Muhyi memberikan pelajaran-pelajaran sebagaimana pesantren salaf pada umumnya.  Bahkan Abdul Muhyi, merupakan pribadi  yang concern akan  masalah-masalah keummatan dengan ditunjukan  melalui karya ilmiahnya yang sudah diterbitkan dan beredar luas di lingkungan kampus dan akademisi. Sementara Kiai Aning, selain sebagai pengasuh Pesantren Al-Burdah, juga  sebagai pengasuh 1526 anak yatim/piatu yang tersebar di delapan kecamatan Kabupaten Karawang. Kiai Aning juga, seringkali  menerima undangan untuk berceramah, termasuk menjadi penceramah pada Haul Akbar kedua orang tua Bupati Karawang, H. Aep Syaepuloh, Sabtu, 20 Juli 2024.

Tepatnya pada hari Senin, 29 Juli 2024, penulis silaturahmi sekaligus tabarukan ke kediaman Kiai Aning Amrullah di daerah Cilamaya Kulonuntuk meminta pendapat beliauterkait Jama’ah Nahdlatul Ulama dalam pusaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Karawang 2024. Kediaman Kiai Aning, letaknya sama seperti pondok pesantren yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama berada dalam satu komplek dengan asrama/kobong  santri. Ketika menerima penulis, Kiai Aning didampingi putranya, Abdul Muhyi untuk berbincang sambil duduk lesehan di serambi rumah depan kobong para santri Al-Burdah.

Menurut pandangan Kiai Aning, memahami Nahdlutul Ulama harus diletakan pada tradisi dan norma yang menjadi pegangan pesantren, karena hubungan Nahdlatul Ulama dengan pesantren itu tidak bisa dipisahkan,walaupun dalam sisi institusi berbeda.

BACA JUGA:Komisi III DPRD Jawa Barat Dorong OPD Mampu Berinovasi Atasi Masalah

BACA JUGA:Masih Loyo, Capaian Pendapatan Pajak dan Retribusi Pemkab Bekasi Baru 50 Persen

Nahdlatul Ulama merupakan jam’iyah yang dibatasi oleh regulasi perkumpulan, seperti Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan peraturan-peraturan lainnya. Sementara pesantren yang mempunyai otoritas penuh adalah kiai  dan  posisi terhormat kiai sebagai sumber pengetahuan agama dalam kehidupan masyarakat. Antara Jam’iyah  Nahdlatul Ulama dengan pesantren mempunyai otonomi masing-masing, sehingga suatu saat bisa berdampingan, namun pada saat tertentu bisa mengambil sikap yang berbeda. Kendatipun demikian antara Nahdlatul Ulama dengan pesantren bersebrangan, tetapi keduanya disatukan oleh kultur, norma dan tradisi yang sama. 

Dalam konteks politik praktis, Kiai Aning menegaskan bahwa, agar Nahdlatul Ulama tidak terjebak menjadi kekuatan partisan, rujukannya satu; Nahdlatul Ulama secara organisatoris tidak mengikatkan diri dengan kekuatan politik praktis. Apa bila institusi  Nahdlatul Ulama melibatkan diri menjadi bagian dari kekuatan politik praktis, ini akan melahirkan perlawanan “diam-diam” dari gerakan kultural sebagai reaksi atas Nahdlatul Ulama struktural sangat mudah tergoda dengan kehidupan politik, tegas Kiai Aning.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: