Pengakuan Nurhayati Dibantah Terbalik Polda Jabar: Kabid Humas: Dia Bukan Pelapor, BPD yang Melaporkan

Pengakuan Nurhayati Dibantah Terbalik Polda Jabar:  Kabid Humas: Dia Bukan Pelapor, BPD yang Melaporkan

BANDUNG- Heboh soal pengakuan Nurhayati seorang bendahara desa yang jadi tersangka korupsi padahal dia pelapor mendapat respon sebaliknya dari Polda Jabar. Kepada pers, Kabid Humas Polda Jabar  Kombes Ibrahim Tompo mengklaim Nurhayati yang merupakan KAUR Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, bukan sebagai pelapor dugaan korupsi Kepala Desa Citemu Supriyadi. Dijelaskan Kombes Ibrahim, Nurhayati dan Supriyadi telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana desa tahun anggaran 2018, 2019 dan 2020 oleh Polres Cirebon. Ia mengatakan pelapor kasus dugaan korupsi dana desa ini adalah BPD. Tentu saja pernyataan Kabid Humas Polda ini menepis klaim Nurhayati bahwa dirinya pelapor kasus tersebut. "Hanya saja sebagai saksi yang memberikan keterangan. Jadi untuk pelapor sendiri dari kasus ini adalah BPD Desa Citemu," kata Ibrahim, Selasa (22/2/2021). Ibrahim juga menyatakan pihaknya lantas mengusut laporan dugaan korupsi tersebut hingga akhirnya lebih dahulu menetapkan Supriyadi sebagai tersangka. "Akhirnya menetapkan saudara Supriyadi sebagai tersangka terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan terhadap pelaksanaan pekerjaan tahun anggaran 2018, 2019, 2020 APBDes Desa Citemu," ujarnya. Disevbutkan juga, setelah penyidikan terhadap Supriyadi lengkap, penyidik Polres Cirebon melimpahkan perkara itu ke Kejaksaan Negeri Cirebon. Namun, berkas tersebut sempat dinyatakan belum lengkap dan dikembalikan atau P19. Jaksa memerintahkan agar penyidik Polres Cirebon mengusut dugaan keterlibatan Nurhayati. Menurutnya, penyidik pun memeriksa Nurhayati lantaran diduga memperkaya Supriyadi. "Dari dasar itu penyidik melakukan penetapan saudari Nurhayati menjadi tersangka dan juga mengirimkan berkas perkara ke JPU dan keduanya berkas perkara baik itu tersangka Supriyadi maupun tersangka Nurhayati dinyatakan P21 atau dinyatakan lengkap oleh JPU," ungkapnya. Sementara itu, pernyataan Polda Jabar ini bertentangan dengan pengakuan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Citemu, Lukman Nurhakim. Menurut Lukman, dugaan korupsi Kades Citemu ini terungkap berkat laporan Nurhayati kepada BPD. "Nama Bu Nurhayati selama dua tahun saya rahasiakan, baik ke Tipikor maupun ke masyarakat karena untuk menjaga jangan sampai istilahnya Bu Nurhayati ini ditekan," ujar Lukman kepada pers. "Saya rahasiakan kok tiba-tiba akhir tahun 2021 dijadikan tersangka. Sedangkan terkuaknya kasus ini kan dari laporan Bu Nurhayati ke saya. Titik-titik mana saja [terjadinya korupsi]," lanjutnya. Sebelumnya, lewat unggahan video yang viral di media sosial beberapa waktu lalu, Nurhayati mengungkapkan kekecewaan terhadap aparat kepolisian yang menetapkan dirinya tersangka. Padahal, Nurhayati yang membeberkan dugaan korupsi atasannya, yakni Kades Citemu berinisial Supriyadi. Nurhayati sendiri menjabat sebagai Kaur Keuangan Desa Citemu. Ia mengaku sudah meluangkan waktu selama dua tahun untuk membantu proses penyidikan atas dugaan korupsi tersebut. Namun, ia justru ditetapkan menjadi tersangka pada akhir Desember 2021. "Di ujung akhir tahun 2021, saya ditetapkan sebagai tersangka atas dasar karena petunjuk dari kejari," kata Nurhayati. Pada bagian lain Lukman mengaku menerima dua kali laporan dari Nurhayati mengenai dugaan kasus korupsi Kades Citemu. Kemudian ia memutuskan melapor ke Pengadilan Tipikor) Cirebon tanpa membocorkan identitas Nurhayati. Ia sangat menyayangkan tindakan aparat kepolisian yang menetapkan Nurhayati sebagai salah satu tersangka. Menurutnya, keberanian Nurhayati mestinya diberi penghargaan agar dapat menggugah warga lain untuk berani menguak kepala desa yang korupsi. "Harusnya dilindungi, dikasih penghargaan dalam arti bukan berbentuk materi, orang-orang seperti Bu Nurhayati ini kalau bisa harus ada lagi yang berani menguak kepala desa yang nakal," ujarnya. Nurhayati sendiri menceritakan momen saat petugas penyidik dari kepolisian memberikan surat penetapan tersangka terhadap dirinya. Dia mempertanyakan fungsi perlindungan aparat penegak hukum terhadap dirinya yang telah benar-benar berjuang menjadi pelapor sekaligus saksi dalam membongkar kasus korupsi kepala desanya sendiri. Antensi Banyak Kalangan Sementara itu kasus yang menimpa Nurhayati mendapat atensi dan sorotan dari berbagai kalangan.  Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengkhawatirkan, preseden buruk ini bakal menghambat upaya pemberantasan korupsi. Menurutnya, sebagai pelapor, Nurhayati semestinya diapresiasi. “Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor, karena takut akan ditersangkakan seperti Nurhayati,â€ ujarnya. Menurutnya, status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi "mencederai akal sehat, keadilan hukum dan keadilan publik". Padahal, posisi hukum Nurhayati selaku pelapor dugaan korupsi dijamin oleh Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik. Lebih jauh, negara bahkan memungkinkan warga yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi memperoleh penghargaan, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018. “PP Nomor 43 Tahun 2018 tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta,â€ kata Maneger. "Kalau  ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap," ungkapnya. (san/bbs)      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: