Sistem Zonasi dan Rayon Jadi Malasah Sulit yang Tengah Dihadapi Kemendikdasmen Jelang Tahun Ajaran Baru

Sistem Zonasi dan Rayon Jadi Malasah Sulit yang Tengah Dihadapi Kemendikdasmen Jelang Tahun Ajaran Baru

Sistem Zonasi dan Rayon-wawasan.co-wawasan.co

KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID- Abdul Mu'ti selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengungkapkan bagaimana polemic sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi perhatian utama yang terus diteliti oleh Kemendikdasmen.

Sebelumnya, Mu'ti mengadakan pertemuan dengan kepala dinas pendidikan dari seluruh Indonesia dalam rapat koordinasi Kemendikdasmen.

Dalam pertemuan tersebut, pemerintah daerah menyatakan bahwa PPDB berbasis zonasi sudah sejalan dengan upaya pemerataan akses dan kualitas pendidikan, tetapi masih memerlukan langkah-langkah lanjutan.

BACA JUGA:Deep Learning Hanya Pendekatan Belajar, Apa Mungkin Kurikulum Belajar Masih Diterapkan?

Saat ini, Kemendikdasmen sedang mengkaji sejumlah keputusan terkait PPDB dan sistem zonasi. Ia berharap keputusan akhir dapat diumumkan pada bulan Februari agar bisa diterapkan pada tahun pelajaran 2025-2026.

Sistem Zonasi yang Dinilai Lebih Fleksibel

Adapun sejumlah polemic yang tengah dialami kemendikdasmen salah satunya adalah soal letak zonasi berikut system rayon.

Mu'ti mengakui bahwa terdapat beberapa aspek teknis dalam PPDB zonasi yang perlu diperbaiki atau dievaluasi, salah satunya adalah masalah jarak.

Temuan di lapangan menunjukkan bahwa seorang siswa tidak dapat mendaftar ke sekolah tertentu karena perbedaan wilayah administrasi, baik di tingkat kecamatan, kabupaten, atau bahkan provinsi.

BACA JUGA:6 Point Pembelajaran Yang Bisa Kamu Petik dari Drakor Reply 1988, Salah satunya Mencintai Diri Sendiri

Padahal, jarak siswa tersebut ke sekolah yang berada di wilayah administrasi yang berbeda sebenarnya lebih dekat dibandingkan ke sekolah yang ditentukan.

Perbedaan wilayah administrasi ini mengharuskan siswa untuk mendaftar ke sekolah yang sesuai dengan ketentuan, meskipun alamatnya lebih jauh dari sekolah tersebut. Hal ini perlu menjadi fokus evaluasi.

Oleh karena itu, salah satu skema perbaikan sistem zonasi yang diusulkan adalah meningkatkan fleksibilitas, sehingga penerapan zonasi di lapangan tidak terlalu kaku.

 

SMA Menggunakan Sistem Rayon

Mu'ti menerima usulan terkait pembagian kuota untuk PPDB Zonasi, di mana kuota untuk SD kemungkinan mencapai 90% untuk siswa yang tinggal berdekatan, sedangkan untuk SMP berkisar antara 30-40%.

BACA JUGA:Inilah Perbedaan Belajar di Sekolah dan Tempat Bimbel: Metode, Materi, Tujuan

Di sisi lain, SMA tidak menggunakan sistem zonasi, melainkan menerapkan sistem rayonisasi. Hal ini disebabkan karena tidak semua kecamatan memiliki satu SMA.

Walaupun demikian, kedua skema tersebut masih berupa pendapat dan masukan. Kemendikdasmen akan terus mempertimbangkan semua pendapat yang ada dan membuat keputusan sebelum tahun ajaran baru 2025-2026.

Sebagai informasi, rayonisasi adalah pembagian wilayah untuk penerimaan siswa baru. Menurut laman resmi Kemendikbud, sistem ini diubah menjadi zonasi pada tahun 2018 saat Mendikbud Muhadjir Effendy menjabat.

Muhadjir menjelaskan bahwa rayonisasi lebih memperhatikan capaian akademik siswa, sementara sistem zonasi lebih menekankan pada jarak atau radius antara rumah siswa dan sekolah.

BACA JUGA:Beasiswa Karawang Cerdas 2024 Tingkatkan Minat Belajar Pelajar dan Mahasiswa

Dengan demikian, siswa yang lebih dekat dengan sekolah lebih berhak mendapatkan layanan pendidikan dari sekolah tersebut.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: