PURWAKARTA, karawangbekasi.disway.id- Adanya laporan dugaan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Purwakarta menerima gratifikasi sedang didalami oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat. Hal ini dikatakan Kasi Intelejen Kejari Kabupaten Purwakarta, Febrianto Ary Kustiawan.
Febrianto mengatakan, pihaknya mendalami laporan pengaduan terkait dugaan tersebut. Saat ini masih dalam tahap pengumpulan data dan juga bahan keterangan.
"Soal dugaan gratifikasi sejumlah anggota DPRD Purwakarta saat ini masih dilakukan pengumpulan data dan bahan keterangan. Jika sudah memadai secepat akan kita agendakan pemeriksaan," ucapnya, Selasa (1/11).
Sebelumnya, Kejari Kabupaten Purwakarta menerima adanya laporan pengaduan terkait adanya dugaan gratifikasi yang diterima sejumlah anggota DPRD Kabupaten Purwakarta.
"Iya benar, kita (Kejaksaan) menerima lapdu adanya dugaan persekongkolan sejumlah anggota DPRD dengan pemberian imbalan (gratifikasi) untuk tidak menghadiri rapat," ucap Febrianto.
Disebutkan Febrianto, ada sejumlah anggota DPRD Kabupaten Purwakarta yang tidak hadir pada rapat paripurna sehingga menggagalkan pembahasan anggaran perubahan.
Sejumlah anggota DPRD Kabupaten Purwakarta yang tidak datang ini diduga menerima sejumlah uang pengganti. "Karena ketidakhadiran pada rapat, anggota dewan memperoleh uang pengganti," katanya.
Febrianto menambahkan, sebagai tindaklanjut laporan pengaduan tersebut, pihak Kejari Purwakarta sudah melakukan klarifikasi atau mewawancarai ketua dan beberapa anggota DPRD Purwakarta.
"Bukan diperiksa, tapi klarifikasi dengan wawancara," katanya.
Sebelum di Kabupaten Purwakarta, pengusustan dugaan korupsi yang melibatkan para anggita DPRD juga terjadi di Karawang namun belum lama ini kasusnya telah dihentikan. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang Martha Berliana Parulina mengatakan, penyelidikan kasus dugaan fee 5 persen pokir dihentikan karena penyidik tidak menemukan bukti hukum seperti yang dilaporkan masyarakat. Artinya, dugaan adanya fee 5 persen tidak terbukti. Sehingga penyidik tidak melanjutkan pemeriksaan ke tingkat selanjutnya.
"Kami hentikan setelah dalam pemeriksaan tidak ada bukti adanya dugaaan fee 5 persen. Kami sudah memeriksa puluhan orang dan tidak ada satupun yang memperkuat laporan masyarakat," kata Martha di Karawang, Rabu (12/10).
Meski begitu, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK ditemukan kelebihan pembayaran dari 33 titik proyek pokir sebesar Rp 425 juta. Kerugian tersebut dibebankan kepada 33 perusahaan yang menjadi penyedia jasa. Berdasarkan laporan itu, BPK mengharuskan penyedia jasa mengembalikan uang sebesar Rp 425 juta ke kas daerah. "Kerugian sudah dikembalikan sebelum kami mengumumkannya. Jadi kami sampaikan kasus pokir sudah kami hentikan," ujar Martha. Martha berharap ke depan proyek pokir tidak boleh lagi dilaksanakan seperti sebelumnya. Jika sebelumnya lebih banyak penunjukan langsung (PL), maka ke depan proyek pokir harus dilakukan secara lelang. "Sistem PL harus dikurangi dan perbanyak sistem lelang. Idealnya 20 persen untuk PL dan 80 persen untuk lelang," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang menerima laporan dugaan fee 5 persen dari anggaran pokir. Kejaksaan pun melakukan penyelidikan. Puluhan saksi telah diperiksa. Termasuk memanggil dan memeriksa semua penerima dana pokir. Diketahui, pokir DPRD Karawang dan juga eksekutif dituangkan dalam bentuk pekerjaan fisik yang dikerjakan pihak ketiga atau kontraktor. Adapun nilai pokir legislatif dan eksekutif mencapai ratusan miliar rupiah. (bbs/mhs)